Vaksinasi

Achmad Raid: Vaksin Nusantara Bukan Program TNI

Achmad Raid mengingatkan ada tiga kriteria yang harus dipenuhi dalam penelitian vaksin Nusantara yaitu keamanan, efikasi serta kelayakan.

Editor: DionDBPutra
Tribun Bali/Rizal Fanany
Ilustrasi vaksin Covid-19. 

TRIBUN-BALI.COM, JAKARTA - Markas Besar Tentara Nasional Indonesia (TNI) akhirnya angkat bicara terkait polemik uji klinis fase II vaksin Nusantara yang dilakukan di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto, Jakarta, pekan lalu.

Uji klinis fase II vaksin berbasis sel dentitrik itu berlangsung tanpa izin dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).

"Berbagai macam hal yang didiskusikan, dibicarakan, diberitakan berbagai media maupun di online, terkait vaksin Nusantara, perlu saya sampaikan bahwa program vaksin Nusantara bukanlah program dari TNI," ujar Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Achmad Raid saat konferensi pers di Jakarta, Senin 19 April 2021.

Baca juga: RSPAD Gatot Soebroto Akan Terbuka Soal Efek Samping Vaksin Nusantara

Baca juga: Selama 4 Hari, 5.600 Petugas Bandara Ngurah Rai Bali Akan Jalani Vaksinasi Covid-19 Tahap Dua

Kendati demikian, sesuai dengan sikap pemerintah, TNI turut mendukung setiap penelitian dan pengembangan vaksin maupun obat sebagai ikhtiar membuka kemungkinan baru melawan pandemi.

Dengan catatan, penelitian vaksin Nusantara memenuhi kriteria dan persyaratan yang ditetapkan oleh Badan POM.

Achmad Raid mengingatkan, ada tiga kriteria penting yang harus dipenuhi dalam penelitian vaksin Nusantara. Yakni keamanan, efikasi atau keampuhan serta kelayakan.

"Selain itu juga perlu pengurusan perizinan kerjasama antara TNI dengan berbagai pihak," kata Achmad Raid.

Achmad menambahkan, penggunaan fasilitas kesehatan dan tenaga ahli kesehatan atau peneliti dari TNI akan diatur dengan mekanisme kerja sama sebagai dasar hukum atau legal standing. Mereka bisa dilibatkan asalkan tidak menggangu tugas-tugas kedinasan ataupun tugas pokok kesatuan.

"Itu pernyataan kita terkait dengan vaksin Nusantara," ujarnya.

Direktur Pelayanan Kesehatan (Diryankes) RSPAD Gatot Subroto, Brigjen TNI dr Nyoto Widyoastoro memastikan pihaknya akan terbuka terkait hasil uji klinis fase I vaksin Nusantara kepada Badan POM.

Hal ini disampaikan menyoroti laporan Badan POM yang menyebut 71,4 persen relawan uji klinis fase I vaksin Nusantara mengalami kejadian tidak diinginkan (KTD).

"Gejala-gejala atau efek samping akan dicatat dengan baik, kemudian dilaporkan kepada pemangku kepentingan dalam hal ini BPOM. Semua gejala tidak ada yang ditutupi atau tidak dilaporkan. Jadi semua gejala yang ada akan dilaporkan," kata dr. Nyoto.

"Nanti tentu saja yang menilai adalah BPOM. Apakah cara ini (penggunaan sel dentitrik untuk meningkatkan imunitas tubuh pada Covid-19) bisa layak dan sebagainya," katanya.

Nyoto menyebut gejala-gejala atau efek samping yang dirasakan relawan dalam uji klinik fase I vaksin Nusantara adalah hal yang lumrah terjadi. Gejala-gejala yang dialami pascaimunisasi umumnya sakit saat disuntik dan demam.

"Gejala-gejala kegiatan penelitian vaksin, yang jelas semua vaksin itu mesti ada protein asli. Pasti kalau disuntikkan akan menyebabkan gejala. Dalam penelitian (vaksin) pasti begitu," ujar dr Nyoto.

Menurutnya, vaksin-vaksin Covid-19 lainnya yang digunakan baik di dalam negeri maupun luar negeri, juga memiliki efek samping pada manusia.

"Vaksin-vaksin lain pun mungkin gejalanya agak pegal-pegal badannya, lemas dan sebagainya. Itu semua gejala yang barangkali juga muncul kepada vaksin-vaksin yang lain," kata dia.

Sesuai kaidah Ilmiah

Nyoto memastikan bahwa RSPAD Gatot Subroto akan mendorong penelitian vaksin Nusantara bisa berlangsung sesuai kaidah-kaidah ilmiah yang berlaku.

"Ini adalah suatu penelitian sel dentitrik di RSPAD, dan penelitian ini nanti harus mengikuti kaidah-kaidah ilmiah," ujar dia.

Nyoto menjelaskan, pengobatan menggunakan metode dentitrik autolog sebenarnya telah lama berlangsung. Selama ini, penelitian sel dentitrik di RSPAD untuk pengobatan kanker.

"Kali ini penelitian sel dentitrik untuk menemukan vaksin Covid-19 yang masih melanda Indonesia. Ini harus berlangsung dengan baik, artinya penelitian yang legal, dapat diterima secara ilmiah," ujar Nyoto.

Selain itu, Nyoto juga mengingatkan agar penelitian vaksin Nusantara yang digagas dokter Terawan Agus Putranto itu mendapat persetujuan dan dapat diterima secara ilmiah oleh Badan POM.

"Kemudian memang harus disetujui oleh beberapa pemangku untuk melegalkan dentitrik tersebut untuk pembuatan vaksin dalam hal ini," jelas Nyoto.

Sebelumnya, uji klinis fase II vaksin Nusantara dilanjutkan meski Badan POM belum mengeluarkan izin atau Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinis (PPUK).

Sejumlah tokoh nasional dan anggota Komisi IX DPR RI menjadi relawan uji klinik vaksin yang digagas oleh Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta, Rabu 14 April 2021.

Kepala Badan POM Penny K. Lukito saat itu langsung angkat bicara terkait pelaksanaan uji klinis fase II vaksin Nusantara.

Hasil inspeksi terhadap hasil uji klinis fase I menunjukkan bahwa para peneliti vaksin Nusantara banyak mengabaikan tahapan-tahapan yang ada di dalam protokol PPUK.

Berbagai aspek PPUK yang diabaikan di antaranya belum memenuhinya standar good clinical practice dan good manufacturing practice, serta belum adanya proof of concept.

"Sebetulnya tahapan-tahapan PPUK tidak bisa diabaikan. Dan pengabaian itu sangat banyak sekali aspeknya dalam pelaksanaan uji klinik fase I dari vaksin dentitrik (vaksin Nusantara)," ujar Penny dalam video konferensi pers yang diterima Tribun Network, pekan lalu.

Selain itu keamanan dan efektivitas vaksin Nusantara sampai saat ini belum meyakinkan.

"Dan dari hasil uji klinik tersebut, dikaitkan dengan keamanan, efektivitas berkaitan dengan potensi meningkatkan antibodi, juga belum meyakinkan. Sehingga memang belum bisa (uji klinik fase II)," ujar Penny.

Namun demikian Badan POM tidak akan menghentikan upaya pengembangan vaksin Nusantara. Penny mengingatkan agar proof of concept segera diperbaiki, juga data uji klinik fase I vaksin bisa dibuktikan kesahihannya.

"Tapi silakan, kami tidak akan menghentikan. Silakan diperbaiki proof of concept, kemudian data-data yang dibutuhkan untuk pembuktian kesahihan, validitas dari tahap satu. Medical trial, barulah setelah ini kita putuskan," demikian Penny. (tribun network/lucius genik)

Ikuti berita terkait vaksinasi Covid-19

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved