1 Mei Hari Buruh: Mengenang Marsinah, Ikon Buruh yang Tewas Karena Perjuangkan Hak-hak Pekerja

1 Mei Hari Buruh: Mengenang Marsinah, Ikon Buruh yang Tewas Karena Perjuangan Hak-hak Pekerja

Editor: Widyartha Suryawan
tribunnews.com
1 Mei Hari Buruh: Mengenang Marsinah, Ikon Buruh yang Tewas Karena Perjuangan Hak-hak Pekerja 

TRIBUN-BALI.COM - Hari Buruh atau May Day diperingati setiap 1 Mei.

Tak hanya di Indonesia, Hari Buruh juga diperingati di seluruh dunia.

Dilansir dari berbagai sumber, Hari Buruh bermula pada abad ke-19, yaitu disaat para buruh mengadakan gerakan demonstrasi untuk memperoleh hak-hak pekerja.

Hal itu menyusul karena pada masa revolusi industri saat itu, ribuan buruh meninggal akibat kondisi pekerjaan yang buruk dan jam kerja yang panjang.

Dikutip dari history.com, maka untuk mengakhiri kondisi yang tidak manusiawi tersebut, Federasi Buruh Amerika, atau AFL mengadakan konvensi di Chicago pada tahun 1884.

Kemudian organisasi buruh terbesar di Amerika juga mendukung proklamasi tersebut, karena kedua kelompok tersebut mendorong para pekerja untuk mogok dan berdemonstrasi.

Sejak itu, tanggal 1 Mei diperingati sebagai hari buruh sedunia.

Sosok Marsinah
Hingga kini, Marsinah menjadi ikon perjuangan kaum buruh melawan penindasan di Indonesia.

Fotonya kerap digadang-gadang oleh para buruh saat sedang melakukan demonstrasi.

Dikutip dari Harian Kompas, 10 November 1993, Marsinah adalah seorang buruh wanita yang bekerja pada PT Catur Putra Surya (CPS) di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur.

Perempuan yang sangat energik ini adalah sosok buruh yang progresif dan tidak ingin mengalah begitu saja kepada nasib walaupun lahir dari keluarga tak mampu.

Hal itu ditunjukkannya sejak kecil, ia sudah dididik oleh lingkungan, sehingga jiwanya matang dan penuh keberanian.

Salah satu sisi menarik dari Marsinah adalah dia merupakan seorang yang memiliki hobi membaca dan selalu mendapat juara di sekolahnya.

Namun, bekal juara dan hobi membaca saja tak cukup untuk membuatnya meraih pendidikan hingga bangku perkuliahan.

Karena keterbatasan biaya, Marsinah hanya mampu menyelesaikan pendidikannya sampai tingkat SLTA.

Kendati demikian, menuntut ilmu terus ia lanjutkan, yaitu melalui jalur nonformal dengan mengikuti kursus Bahasa Inggris dan komputer.

Suatu hal yang jarang sekali ditemukan pada kebanyakan buruh wanita pabrik.

Di lingkungan perusahaan di mana dia bekerja, Marsinah merupakan aktivis dalam organisasi buruh SPSI unit kerja PT CPS.

Meskipun belum lama aktif, tetapi ia merupakan buruh wanita yang vokal di dalam membela rekan-rekannya sesama buruh, yang kerap diperlakukan tidak adil oleh pihak pimpinan perusahaan.

Pada unjuk rasa yang menuntut kenaikan upah dari Rp 1.700 menjadi Rp 2.250 tanggal 4 Mei 1993, dia lah yang memimpinnya.

Dan ketika beberapa rekannya dikeluarkan dari perusahaan, dia pula lah yang membelanya.

Perjuangan Marsinah mengalami puncaknya pada tanggal 5 Mei 1993, yaitu ketika suatu malam dia diculik dan disiksa oleh 5 orang "algojo" PT CPS.

Menurut mereka, Marsinah pantas untuk mendapat siksaan karena ulahnya telah banyak merugikan perusahaan.

Diperkirakan, pada malam itulah Marsinah tewas.

Dan baru pada 9 Mei mayatnya ditemukan secara mengenaskan di sebuah gubuk di daerah Nganjuk, sekitar 200 km dari tempatnya bekerja.

Kematian Marsinah yang tidak wajar itu mendapat reaksi keras dari para aktivis dan masyarakat luas.

Mereka menuntut pihak aparat keamanan untuk menyelidiki dan mengadili para pelakunya.

Sebagai rasa simpati dan solidaritas terhadap Marsinah, para aktivis pun membentuk Komite Solidaritas Untuk Marsinah (KSUM).

(TribunStyle.com/Gigih Panggayuh | Kompas.com/Dandy Bayu Bramasta)

Artikel ini telah tayang di TribunStyle.com dengan judul Hari Buruh, Mengenang 4 Tokoh Pergerakan Pekerja Indonesia, Termasuk Marsinah yang Meninggal Tragis dan Mengenang Sosok Marsinah, Aktivis Buruh yang Tak Mau Mengalah pada Nasib

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved