Berita Denpasar

Kisah Perjuangan Pramaartha untuk Bisa Jadi Guru Kontrak, Butuh Waktu 11 Tahun

Butuh waktu 11 tahun bagi I Gede Pramaartha Suyasa (44) dari guru honorer untuk bisa menjadi guru kontrak.

Istimewa
I Gede Pramaartha Suyasa - Perjuangan Pramaartha untuk Bisa Jadi Guru Kontrak, Butuh Waktu 11 Tahun 

Laporan Wartawan Tribun Bali, I Putu Supartika

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR- Menjadi guru honorer adalah sebuah perjuangan.

Ada yang tetap menjadi guru honorer, ada juga yang bernasib lebih baik bisa menjadi guru PNS atau setidaknya naik tingkat menjadi guru kontrak.

Butuh waktu 11 tahun bagi I Gede Pramaartha Suyasa (44) dari guru honorer untuk bisa menjadi guru kontrak.

Ia telah menjadi guru honorer di SMKN 1 Denpasar sejak tahun 2006 dan baru bisa menjadi guru kontrak tahun 2017.

Baca juga: Paket Pangan untuk 350 Guru Ngaji di Denpasar Bali, Margianto: Guru Ngaji Juga Butuh Perhatian

Namun menurut pengakuannya, ada temannya yang berjuang lebih lama baru bisa menjadi guru kontrak.

Sebelum menjadi guru honorer, ia sempat kerja di bidang pariwisata.

Di sela-sela bekerja, ia melanjutkan kuliah keguruan di IKIP PGRI Bali.

“Karena keluarga guru, jadi saya diminta orangtua untuk bisa jadi guru,” kata Prama saat dihubungi Minggu 2 Mei 2021 bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional.

Tahun 2006 ia mendapat informasi jika ada lowongan di SMKN 1 Denpasar dan ia pun diterima.

Ia mengajar mata pelajaran IPS saat masih menggunakan kurikulum 2006 dan mengajar sejarah saat kurikulum 2013 sesuai bidangnya.

“Karena memang senang jadi guru sehingga waktu itu saya santai menjalaninya tanpa mengeluh,” katanya.

Di awal mengajar, ia mendapat jam sebanyak 20 jam dengan bayaran per jamnya Rp 15.700, sehingga di bulan pertama ia mendapat gaji Rp 314.000.

Untuk kehidupan sehari-sehari menghidupi anak istrinya di Denpasar, Bali, ia nyambi membuat usaha catering.

Sepulang sekolah ia membantu istrinya membuat catering hingga larut malam, bahkan sampai pagi jika pesanan banyak.

“Kalau dukanya masih honor dengan penghasilan sedikit tidak bisa profesional sekali seperti teman-teman PNS. Kalau saya perlu perjuangan banyak untuk menghidupi keluarga sampai malam, sampai pagi masih bekerja,” katanya.

Untunglah di sekolah ia diberikan tugas tambahan dan dari sana ia bisa mendapat sedikit uang tambahan mulai dari menjadi pembina OSIS, maupun pembina Pramuka.

“Kemudian masalah honorer lama, karena bukaan CPNS untuk bidang saya lama tidak ada. Kemudian pas ada bukaan, saya terbentur usia, karena waktu itu umur saya 35 tahun sehingga tidak pernah bisa ikut CPNS,” tuturnya.

Baca juga: Vaksinasi Tiga Kawasan Menuju Zona Hijau Sudah Tuntas, Selanjutnya Sasar Lansia dan Guru di Tabanan

Setelahnya sempat ada bukaan kontrak K2, akan tetapi ia juga tak memenuhi syarat karena yang bisa ikut maksimal mulai menjadi honorer mulai tahun 2005 sementara dirinya baru menjadi honorer tahun 2006.

Setelah 11 tahun berjuang menjadi guru honorer, akhirnya ia bisa lolos guru kontrak tahun 2017 hingga sekarang.

“Dengan keadaan saya sekarang ini saya sudah sangat bersyukur sekali karena diberikan kesempatan mengabdi di dunia pendidikan. Masalah status, baik honor, kontrak, atau PNS, itu cuma perjalanan hidup saja. Saya sudah bersyukur sampai saat ini,” katanya. (*)

Kumpulan Artikel Denpasar

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved