Berita Buleleng

Cerita Ketut Astrawan dan Anaknya yang Selamat dari Tragedi Karamnya KMP Yunicee, Ngaku Masih Trauma

Saat itu, keduanya menggantungkan hidupnya pada sebuah pelampung yang didapat dari hasil rebutan dengan penumpang lain.

Penulis: Ratu Ayu Astri Desiani | Editor: Wema Satya Dinata
Tribun Bali/Ratu Ayu Astri Desiani
Ketut Budi Astrawan bersama anak keduanya Ni Kadek Ayu Noviantari saat menuturkan tragedi tenggelamnya KMP Yunicee, Kamis (1/7/2021) 

TRIBUN-BALI.COM, SINGARAJA - Kejadian tenggelamnya Kapal Motor Penumpang (KMP) Yunicee di Selat Bali menyisakan rasa trauma bagi Ketut Budi Astrawan (39) dan anak keduanya Ni Kadek Ayu Noviantari (13).

Setiap memejamkan mata, kejadian itu selalu terngiang, hingga membuat tubuhnya lemas.

Astrawan bersama putrinya merupakan salah satu penumpang KMP Yunicee yang berhasil selamat.

Saat itu, keduanya menggantungkan hidupnya pada sebuah pelampung yang didapat dari hasil rebutan dengan penumpang lain.

Baca juga: Kunjungi Korban Karamnya KMP Yunicee, Bupati Tamba Nyatakan Siap Jadikan Aurel Anak Angkatnya

Ditemui di kediamannya di Dusun Insakan, Desa Pedawa, Kecamatan Banjar, Buleleng Kamis (1/7/2021), Astrawan menuturkan, saat kejadian Selasa (29/6/2021), ia bersama putrinya datang dari Mojokerto mengendarai sebuah truk yang mengangkut pakan ayam.

Mereka hendak pulang ke Buleleng, sehingga menyeberang dari Pelabuhan Ketapang Banyuwangi Ke Pelabuhan Gilimanuk, Jembrana.

Saat menyeberang itu, Astrawan mengaku tumben menumpang kapal feri.

Selama bekerja sebagai supir logistik, pria dikaruniai dua orang anak ini sejatinya selalu menyeberang dengan menumpang kapal tongkang.

Namun pada Selasa malam lalu, Astrawan diajak oleh rekannya yang juga merupakan supir, untuk naik ke kapal feri KMP Yunicee.

Atas ajakan itu, Astrawan bersama anaknya akhirnya mengarahkan truk yang mereka kendarai masuk ke dalam lambung kapal KMP Yunicee.

"Teman saya itu ngajak naik ke kapal feri, katanya biar bisa cerita-cerita, karena jarang ketemu. Saya sempat takut, karena tidak pernah naik kapal feri. Tapi karena kami juga jarang ketemu akhirnya  saya naik ke kapal feri itu," ucapnya.

Saat truk masuk ke dalam lambung kapal, Astrawan mengaku tidak merasakan sesuatu yang mengganjal.

Suasana saat itu masih sepi. Hanya ada beberapa mobil pribadi yang terparkir. Astrawan kemudian mengajak anaknya naik ke atas dek, dan membeli segelas kopi.

Selang beberapa menit,  jumlah penumpang kian bertambah. Lambung kapal kata Astrawan full dengan kendaraan. Saking penuhnya, ada lima truk yang diminta untuk mundur dan dialihkan ke kapal lain.

Baca juga: Tenggelamnya KMP Yunicee, Bertambah Lima Saksi Diperiksa, Total Sudah 12 Saksi Diperiksa

Selanjutnya kapal pun berlayar menuju ke Pelabuhan Gilimanuk.

Selama berlayar, gelombang laut diakui Astrawan cukup besar. Hal ini lantas membuat pria yang dikaruniai dua orang anak ini mengalami mabuk laut.

Ia pun mencoba merebahkan tubuhnya pada sebuah kursi yang ada di dek kapal.

Selang beberapa menit,  para kru kapal tiba-tiba berteriak dan meminta para sopir truk untuk memindahkan kendaraannya masing-masing.

Astrawan pun kebingungan atas instruksi tersebut. Ia lantas keluar, dan melihat kapal sudah dalam keadaan miring.

Seluruh penumpang saat itu panik. Mereka rebutan pelampung yang  tersimpan di sebuah lemari.

"Semua penumpang sudah panik. Saling rebutan pelampung. Saat itu pikiran saya hanya  fokus ke anak. Bagaimana caranya biar anak saya selamat," ucapnya.

Setelah berhasil mendapatkan pelampung, Astrawan bersama anaknya bergegas melompat ke laut.

Keduanya kemudian sempat terpisah sejauh 10 meter, akibat derasnya arus. Dengan sekuat tenaga, Astrawan mencari sang anak dan merangkulnya.

Saat itu kata Astrawan, ada dua korban lainnya yang berusaha menyelamatkan diri dengan berpegangan pada bagian pundak dan lehernya.

Akibat tekanan dari dua korban lainnya itu, Astrawan mengaku sempat kesulitan bernapas. Air laut masuk ke dalam hidungnya.

Baca juga: Evakuasi Korban KMP Yunicee, Berikut Sejumlah Barang yang Ditemukan di Perairan Selat Bali

"Dua korban lainnya ini tidak pakai pelampung. Sehingga mereka memegang leher dan pundak saya. Gara-gara mereka, saya juga hampir tenggelam. Tapi akhirnya salah satu korban itu meninggal, karena tenggelam. Saat itu hanya bisa menyelamatkan diri masing-masing. Saya juga fokus menyelamatkan anak," terangnya.

Astrawan mengaku berada di dalam laut selama kurang lebih 30 menit. Suhu air saat itu sangat dingin. Bahkan di hadapannya ada sekitar tiga mayat yang mengambang.

"Saat KMP lainnya datang, saya langsung berteriak minta tolong. Saya coba berenang mendekati kapal penolong itu tapi tidak bisa, karena terbawa arus. Akhirnya mereka melemparkan tali. Tali itu langsung saya tarik, bersama anak dan satu korban yang berpegangan di pundak saya," tuturnya.

Setelah berhasil diselamatkan, Astrawan bersama anaknya langsung dievakuasi ke Pelabuhan Ketapang, untuk selanjutnya dilarikan ke RSUD Blambangan, Banyuwangi.

"Awalnya saya kira dievakuasi ke Gilimanuk. Saya sudah menelepon keluarga agar dijemput di Gilimanuk. Ternyata saya dibawa kembali ke Ketapang, karena posisi saat ditemukan dekat dengan Ketapang. Mungkin karena terbawa arus," katanya.

Setelah menjalani perawatan di RSUD Blambangan, Astrawan bersama anaknya dibawa kembali ke Pelabuhan Ketapang, untuk diantar pulang ke Buleleng.

Namun Astrawan saat itu menolak, karena masih merasa lemas dan trauma.

"Saya memilih untuk menginap dulu sehari di pos Pelabuhan Ketapang. Keesokan harinya (Rabu sore,red) baru pulang ke Buleleng. Saya diantar oleh Komunitas Persatuan Logistik Bali Korwil Singa Sakti," ungkapnya.

Dengan adanya kejadian ini, Astrawan mengaku masih merasa trauma.

 Ia pun memutuskan untuk istirahat sebentar dari pekerjaannya sebagai supir logistik, yang baru digeluti sejak satu tahun belakangan ini.

Sementara terkait kerugian yang dialami, kata Astrawan dijanjikan untuk diganti oleh pihak asuransi.

"Truk milik bos juga sudah tenggelam. Katanya mau diganti rugi oleh pihak asuransi.  Saya istirahat dulu mungkin sampai dua minggu saja, karena sampai saat ini kalau ingat kejadian itu langsung lemas. Kalau sudah kerja, tidak mau lagi ngajak anak. Biar mereka selamat," tutupnya. (*)

Artikel lainnya di Berita Buleleng

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved