Serba Serbi
Sehari Sebelum Pagerwesi Disebut Hari Suci Sabuh Mas, Upacara untuk Sarwa Berana atau Kekayaan
Sehari Sebelum Pagerwesi Disebut Hari Suci Sabuh Mas, Upacara untuk Sarwa Berana atau Kekayaan
Penulis: Putu Supartika | Editor: Widyartha Suryawan
Laporan Wartawan Tribun Bali, I Putu Supartika
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Hari ini Selasa 31 Agustus 2021, umat Hindu di Bali merayakan hari suci Sabuh Mas.
Sabuh Mas merupakan hari raya berdasarkan pawukon yang dirayakan setiap enam bulan atau 210 hari sekali.
Dilaksanakan pada Anggara (Selasa) Wage wuku Sinta, tepatnya sehari setelah Soma Ribek atau sehari sebelum Pagerwesi disebut dengan
Terkait hal itu, dalam lontar Sundarigama disebutkan:
Anggara Wage, sabuh mas ngaran, pasucian Bhatara Mahadewa, pakertinia ring raja berana emas manik, mwang sarwa mula ratna manik.
Kutipan ini berarti pada hari Anggara (Selasa) Wage, disebut dengan Sabuh Mas.
Merupakan hari yang disucikan untuk memuja Bhatara Mahadewa, dengan jalan melakukan upacara agama, terhadap harta benda kakayaan, yaitu manik dan segala manikam.
Sehingga pada Sabuh Mas ini menurut lontar Sundarigama jelas merupakan hari pemujaan kepada Bhatara Mahadewa yang menguasai arah pascima (barat).
Pemujaan kepada Bhatara Mahadewa bertujuan untuk memohon kesentosaan serta kemajuan.
Sarana upakara yang digunakan yaitu suci, daksina, peras penyeneng, sesayut yang disebut amerta sari, canang lenga wangi, burat wangi dan reresik, tadah pawitra.
Tempatnya yaitu dihaturkan di piyasan di sanggar (di piyasan atau di sanggah).
Sementara itu, dalam website phdi.or.id disebutkan pula saat Sabuh Mas melakukan persembahan kepada Hyang Mahadewa dengan melakukan odalan sarwa berana.
Upakara atau batennya yaitu canang burat wangi, canang raka, beras kuning, tebasan bagia satata sai.
Umat Hindu pada saat itu patutlah melakukan penyucian diri atau pembersihan diri.
Tidak takabur dengan kesenangan yang bersifat kebendaan.
Selain itu yang terpenting selain harta benda yang berupa kekayaan juga ada harta berupa ilmu pengetahuan.
Setelah merayakan hari turunnya ilmu pengetahuan atau Saraswati hendaknya ilmu tersebut diselami dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Setelah selesai melakukan persembahan kehadapan Ida Bhatara patut ngayab untuk diri sendiri.
Pagerwesi
Sementara itu, sehari setelah Sabuh Mas disebut hari suci Pagerwesi.
Dalam lontar Sundarigama dijelaskan:
Buda Kliwon, ngaran Pagerwesi, Sang Hyang Pramesti Guru, sira mayoga, kairing dening watek dewata nawasanga, gawerdiaken uriping sarwa tumitah, tumuwuh maring bhuana kabeh, irika wenang sang sedaka mengarga puja parikrama, pasang lingga, ngarcana padue Ida Betara Parameswara.
Artinya:
Pada hari Rabu (Buda) Kliwon wuku Sinta, diaebut dengan Pagerwesi, saat hari raya ini yang dipuja yaitu Sang Hyang Pramesti Guru atau Siwa dan diiringi oleh Dewata Nawasanga.
Tujuannya yaitu untuk menyelamatkan segala makhluk yang lahir dan tumbuh di alam ini.
Oleh karena itu patutlah para sulinggih melakukan pemujaan untuk semua cipataan Bhatara Prameswara.

Dalam website PHDI, phdi.or.id juga disebutkan Pagerwesi ini memiliki artinya pagar dari besi yang melambangkan suatu perlindungan yang kuat.
Hari Raya Pagerwesi ini sering pula diartikan sebagai hari untuk memagari diri atau magehang awak.
Dengan ilmu pengetahuan itulah manusia magehang awak atau memagari diri agar selalu berjalan pada ajaran kebenaran atau dharma.
Lebih lanjut dalam Lontar Sundarigama juga disebutkan upakara saat Pagerwesi ini.
Widi-widinania daksina, suci asoroh, peras ajuman panyeneng, sesayut panca lingga, canang wangi, saha rake runtutania, aturakna ring sanggar kamulan.
Kunang ring samania wang sesayut pageh urip, abesik prayascita, ring tengah wangi pasangane yoga semadhi.
Muah pecaru ring sang panca maha buta, sega warna anut ance desa ring natar sanggah, muah segeh agung abesik, kunang ring wara.
Sehingga berdasarkan lontar tersebut, sarana upakaranya yaitu sesayut pageh urip satu buah, serta prayascita. Saat tengah malam, dilakukan yoga samadhi atau renungan suci.
Selain itu, juga ada persembahan untuk unsur panca maha butha berupa segehan lima warna, sesuai dengan kelima arah mata angin yang dihaturkan di natar sanggah, dan disertai dengan segehan agung satu buah. (*)