Serba Serbi

Mengapa Leluhur Disembah? Berikut Penjelasannya dalam Hindu Bali

Untuk mencapai kelepasan dari kehidupan duniawi, apabila belum menyelesaikan hutang moralnya. Utang ini dikenal selama ini dengan sebutan Tri Rna

Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Wema Satya Dinata
istimewa
ilustrasi. proses reinkarnasi 

Laporan Wartawan Tribun Bali, Anak Agung Seri Kusniarti

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Banyak yang masih sangsi dan bertanya-tanya, mengapa umat Hindu masih menyembah leluhur.

Padahal leluhur yang telah meninggal, dan diupacarai telah bersih dari ikatan duniawi.

Namun tentu semua yang telah terjadi, pasti ada alasan dibaliknya.

Begitu juga alasan umat Hindu masih menyembah leluhurnya.

Baca juga: Tradisi Nyaagang Pada Kuningan, Antar Roh Leluhur Kembali Menuju Nirwana

Dijelaskan di dalam kitab suci Manawa Dharma Sastra VI.35, bahwa dalam hidup ini seseorang tidak dibenarkan untuk mengarahkan hidupnya.

Untuk mencapai kelepasan dari kehidupan duniawi, apabila belum menyelesaikan hutang moralnya. Utang ini dikenal selama ini dengan sebutan Tri Rna.

Sehingga apabila hutang Tri Rna ini belum diselesaikan, maka mustahil untuk mencapai kelepasan menuju dunia rohani. Tri Rna terdiri dari Dewa Rna, yaitu hutang kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Umat manusia dan semua mahluk hidup, tentunya berhutang pada Tuhan sebagai sang pencipta.

Beliau pula memberikan rezeki dan perlindungan bagi umat untuk hidup dengan selaras di alam semesta ini.

Sehingga manusia, khususnya umat Hindu membalas jasa budi beliau dengan menghaturkan yadnya setiap harinya kepada Tuhan beserta manifestasiNya.

Salah satu manifestasi beliau adalah leluhur yang telah disucikan.

Leluhur sebagai perpanjangan tangan Tuhan, untuk melahirkan manusia dan memelihara keseimbangan alam semesta.

Untuk itu leluhur sangat dihormati serta disucikan. Salah satu wujud tersebut dengan palinggih kemimitan atau sanggah kamulan di merajan masing-masing.

Umat Hindu pula memercayai bahwa pemujaan kepada leluhur, selain sebagai rasa bhakti.

Baca juga: Tradisi Nyaagang di Klungkung, Mengantar Roh Leluhur Kembali Menuju Nirwana Saat Hari Raya Kuningan

 Juga memperkuat pemujaan kepada Tuhan, mengingat leluhur adalah perpanjangan tangan Tuhan untuk membantu proses reinkarnasi umat manusia.

Pemujaan kepada leluhur yang telah mencapai tahap Dewa Pitara juga diyakini membawa banyak manfaat, termasuk kerukunan diantara keluarga.

Ada pepatah yang mengatakan, bahwa jasa orang tua melahirkan keturunannya. Tidak akan terbalas oleh budi apapun, yang artinya jasa ini sangat luar biasa untuk memelihara seorang anak hingga dewasa. Apalagi jika anak tersebut menjadi anak yang suputra dan taat beragama.

Selain itu, pentingnya pemujaan leluhur juga tertera di dalam kitab Nitisastra Kakawin VIII. 3, yang menyatakan bahwa ada lima perbuatan jasa leluhur kepada keturunannya.

Lima perbuatan itu disebut dengan Panca Widha. Bagiannya adalah Sang Ametuaken, yaitu orang yang melahirkan kita.

Sang Maweh Binojana, adalah orang yang memberi kita makan dan minum. Sang Matulung Urip Rikalaning Baya, artinya orang yang menyelematkan nyawa kita saat menghadapi marabahaya.

Sang Mangupa Dyaya, artinya orang yang memberikan kita pendidikan. Sang Anyangaskara, artinya orang yang menyucikan rohani kita.

Panca Widha ini lah, yang merupakan kewajiban suci dan jasa orang tua atau leluhur kepada keturunannya.

Oleh sebab itu leluhur di dalam kehidupan umat Hindu di Bali dikenal pula dengan sebutan 'bapa'. Bapa berarti ayah atau orang yang melindungi.

Tentunya lima kewajiban suci tersebut, harus dilakukan orang tua dengan tulus ikhlas kepada keturunannya.

Baca juga: Roh Leluhur dan Para Dewa Turun ke Bumi, Berikut Ini Makna Sugihan Jawa dan Sugihan Bali 

Sehingga keturunannya atau anak cucu, harus dan sudah sepatutnya menghormati dan menghargai leluhur atau minimal orang tua. Baik tatkala masih hidup ataupun di saat telah tiada. Sang anak cucu juga harus melakukan penghormatan ini dengan tulus ikhlas tanpa pamrih.

Salah satu bentuk bhakti anak cucu kepada orang tua adalah dengan membuat upacara Pitra Yadnya, tatkala leluhur berpulang kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

Berbakti tersebut dengan terus mendoakan agar roh leluhur bisa mendapatkan tempat terbaik disisi-Nya. Serta apabila bereinkarnasi, maka menjadi manusia yang utama dan jauh dari kenistaan. Memohon agar anak cucu diberikan jalan yang terbaik sesuai jalan Dharma.

Sebab pula disebutkan dalam Sarassamucaya 250, apabila anak cucu keturunannya berbhakti kepada leluhur maka akan mendapatkan empat pahala mulia.

Diantaranya adalah Kirti, Bala, Ayusa, dan Yasa. Kirti berarti kemakmuran dan kemasyuran. Bala artinya kekuatan. Ayusa artinya umur yang panjang. Dan Yasa artinya berbuat jasa. (*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved