Jenderal Andika Perkasa Serius, Gandeng Kejagung Usut Kasus Korupsi di Tubuh TNI

Jenderal Andika Perkasa menyatakan siap mendukung proses hukum, jika benar terbukti ada anak buahnya yang terlibat.

Editor: Bambang Wiyono
IST
Jenderal Andika Perkasa 

TRIBUN-BALI.COM, JAKARTA - Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa bertekad untuk mengusut tuntas kasus-kasus korupsi di lingkungan TNI.

Untuk menunjukkan keseriusannya itu, Jenderal Andika Perkasa menggandeng Kejaksaan RI untuk menciptakan koordinasi dan sinergitas penegakan hukum.

Melansir dari laman kejaksaan.go.id, Jaksa Agung RI Burhanuddin didampingi oleh Wakil Jaksa Agung Dr. Sunarta, Para Jaksa Agung Muda, Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan RI, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Asisten Umum Jaksa Agung (ASUM), dan Asisten Khusus Jaksa Agung (ASUS) menerima kunjungan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa, pada Jumat (14/01/2022) di Gedung Menara Kartika Adhyaksa Kebayoran Baru Jakarta Selatan.

Jaksa Agung kepada awak media mengatakan, kunjungan Panglima TNI dalam rangka kordinasi dan sinergitas dalam penegakan hukum.

"Tidak ada pembicaraan khusus tetapi pembicaraan yang sifatnya koordinasi dan sinergitas dalam penegakan hukum," ujar Jaksa Agung Burhanuddin.

Senada dengan hal tersebut, Jenderal Andika Perkasa mengatakan bahwa salah satu tujuan kedatangannya adalah dalam rangka membuat dua institusi yaitu Kejaksaan RI dan TNI saling memahami. 

“Jadi saya memberikan statement kepada Jaksa Agung bahwa kita siap mendukung semua yang menjadi kewenangan Jaksa Agung termasuk didalamnya pengadilan HAM.

Dimana ini juga ada kaitannya dengan TNI, kami akan all out mendukung termasuk proses hukum koneksitas yang sedang berlangsung," ujar Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa.

"Kita akan all out, jadi Bapak Jaksa Agung yakin bahwa kita mendukung apapun yang beliau minta, termasuk dalam penyelesaian Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Dana Tabungan Wajib Perumahan Angkatan Darat (TWP AD) Tahun 2013 s/d 2020.

Kita siap mendukung apapun yang diperlukan mulai dari menghadirkan saksi, barang bukti dan lain sebagainya.” imbuhnya.

Dalam kesempatan yang sama, Jaksa Agung juga menyampaikan perkembangan penanganan Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Proyek Satelit Kementerian Pertahanan (Kemhan) 2015 dan langsung digelar Konferensi pers.

Sementara itu, Panglima TNI menyatakan siap mendukung Keputusan Pemerintah dalam proses hukum Proyek Satelit Kementerian Pertahanan (Kemhan) 2015.

Mengenai perkembangan penanganan Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam PT. Garuda Indonesia (persero) Tbk., Jaksa Agung menyampaikan bahwa saat ini masih dalam tahap pembicaraan dengan Badan Pemeriksa Keuangan Pemerintah (BPKP) untuk menentukan apakah ini masuk dalam tindak pidana korupsi atau ada kelalaian bisnis maupun risiko bisnis, dan dalam waktu dekat, akan disampaikan pengembangan dalam penanganan kasusnya.

Kasus Proyek Sewa Satelit Militer

Sementara itu, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa menunjukkan ketegasannya terkait indikasi adanya oknum TNI yang terlibat kasus proyek satelit komunikasi pertahanan (Satkomhan).

Jenderal Andika Perkasa menyatakan siap mendukung proses hukum, jika benar terbukti ada anak buahnya yang terlibat.

Diketahui, proyek satelit komunikasi pertahanan (Satkomhan) di Kementerian Pertahanan (Kemenhan) yang sering disebut kasus sewa satelit militer itu sedang jadi sorotan.

Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa mendukung proses hukum tersebut sekalipun ada indikasi keterlibatan personel TNI.

“Saya siap dukung keputusan pemerintah untuk melaksanakan proses hukum ini, kami tunggu nama-namanya yang masuk dalam kewenangan kami.” ujar Jenderal Andika Perkasa, Jumat (14/1/2022).

Andika mengatakan, pihaknya sempat dipanggil Menko Polhukam Mahfud MD pada Kamis (13/1/2022).

“Selasa kemarin saya dipanggil menko polhukam.

Beliau sampaikan ada indikasi awal beberapa personel tni yang masuk dalam proses hukum.” ujar Jenderal Andika Perkasa.

Kasus ini terungkap setelah Menkopolhukam Mahfud MD membeberkan mengenai proses hukum yang akan ditempuh pemerintah terkait proyek satelit di Kemenhan.

Mahfud mengungkapkan, proyek pengelolaan satelit yang ada di Kemenhan membuat negara merugi ratusan miliar rupiah.

Proyek pengelolaan satelit yang dimaksud adalah Satelit Garuda-1.

Mahfud menjelaskan satelit tersebut telah keluar orbit dari slot orbit 123 derajat bujur timur (BT) pada 2015 sehingga terjadi kekosongan pengelolaan satelit oleh Indonesia.

Sebelumnya, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa juga menunjukkan ketegasannya terkait kasus korupsi pembelian Helikopter AW-101 yang mandek.

Jenderal Andika Perkasa berjanji akan segera mempelajari kasusnya sebelum mengabil tindakan.

Mantan KSAD itu mengatakan bahwa ia akan menelusuri terlebih dahulu mengenai penghentian kasus ini.

"Saya harus telusuri dulu ya.

Saya masih orientasi tugas-tugas saya lebih dalam, sehingga masih belum semua hal saya ketahui," ujar Jenderal Andika Perkasa kepada Kompas com, Selasa (28/12/2021) pagi.

Selain itu, Jenderal Andika Perkasa akan mempelajari berkas-berkas yang melibatkan TNI.

"Saya akan pelajari dulu berkas-berkas yang sudah dibuat sampai dengan kesimpulan," kata mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) itu.

Sebelumnya, KPK menyatakan bahwa Puspom TNI telah menghentikan penyidikan kasus dugaan korupsi pembelian helikopter AW-101.

"Masalah helikopter AW-101, koordinasi terkait masalah atau informasi yang berhubungan dengan pihak dari TNI sudah dihentikan proses penyidikannya," ujar Direktur Penyidikan KPK Setyo Budiyanto, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (27/12/2021).

Namun demikian, terkait dengan penetapan tersangka dari pihak swasta dalam penyidikan kasus AW-101 tersebut, KPK memastikan prosesnya tetap jalan.

Menurut Setyo, KPK masih melakukan koordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk memperoleh perhitungan nilai kerugian negara dalam perkara tersebut.

"Bagaimana dengan penanganan tersangka AW-101 yang ada di sini? yang pihak swastanya? untuk sampai dengan saat ini ini prosesnya masih jalan, kita lakukan koordinasi antara lain sebenarnya kita waktu itu sudah akan mengundang dari pihak BPK," ucap Setyo.

"Saya yakin beberapa hari ke depan mungkin di awal tahun koordinasi itu segera ditindaklanjuti dengan BPK untuk semakin memperjelas kira-kira apa saja yang masih kurang atau dibutuhkan oleh para pihak auditor," tutur Setyo.

Wakil Ketua KPK saat itu, Laode M Syarif menyatakan, kompleksitas penanganan dan pengumpulan alat bukti menjadi salah satu kendala dalam penanganan kasus ini.

Padahal, di saat yang sama KPK telah berkoordinasi dengan POM TNI untuk pengungkapan kasus.

"KPK menangani satu orang pihak swasta, sedangkan POM TNI menangani tersangka dengan latar belakang militer," kata Laode melalui keterangan tertulis, Selasa (12/11/2019).

Dalam kasus ini, TNI telah menetapkan lima tersangka. Mereka adalah Kepala Unit Pelayanan Pengadaan Kolonel Kal FTS SE, pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam pengadaan barang dan jasa Marsekal Madya TNI FA, dan pejabat pemegang kas Letkol administrasi WW.

Lainnya, staf pejabat pemegang kas yang menyalurkan dana ke pihak-pihak tertentu, yakni Pelda (Pembantu Letnan Dua) SS dan asisten perencanaan Kepala Staf Angkatan Udara Marsda TNI SB.

Selain itu, staf pejabat pemegang kas yang menyalurkan dana ke pihak-pihak tertentu, yakni Pelda (Pembantu Letnan Dua) SS dan asisten perencanaan Kepala Staf Angkatan Udara Marsda TNI SB.

Sementara itu, KPK menetapkan Direktur PT Diratama Jaya Mandiri (DJM) Irfan Kurnia Saleh sebagai tersangka.

Kasus ini bermula saat TNI Angkatan Udara melakukan pengadaan satu unit helikopter AgustaWestland AW-101 pada 2016 lalu.

Awalnya, Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) saat itu, Marsekal Agus Supriatna menyebutkan, pihaknya akan membeli enam unit helikopter yang berasal dari Inggris tersebut.

Rinciannya, tiga unit untuk alat angkut berat dan tiga unit untuk kendaraan VVIP.

Namun, Presiden Jokowi pada Desember 2015 silam menolak usulan pengadaan helikopter tersebut.

Menurut Jokowi, harga helikopter itu terlalu mahal di tengah kondisi perekonomian nasional yang belum terlalu bangkit.

Setahun kemudian, TNI AU tetap membeli helikopter tersebut meski mendapat penolakan Presiden.

Meski demikian, KSAU menegaskan bahwa helikopter yang dibeli hanya satu unit. Helikopter tersebut juga dibeli dengan anggaran TNI AU, bukan Sekretariat Negara. (*)

Artikel ini telah tayang di Surya.co.id dengan judul Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa Serius Usut Kasus Korupsi di TNI, Kini Gandeng Kejaksaan RI, 

Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved