Berita Karangasem

Harga Salak Anjlok di Karangasem, Dari Semula Rp 10 Ribu Kini Laku Hanya Rp 3.000

Bayangkan, salak berukuran besar yang semula harga per kilogramnya Rp 10 ribu turun jadi Rp 3 ribu.

Penulis: Saiful Rohim | Editor: Wema Satya Dinata
Saiful Rohim
Harga Salak Sibetan Karangasem Anjlok 

TRIBUN-BALI.COM, AMLAPURA - Petani salak di Desa Sibetan, Kecamatan Bebandem, Karangasem mengeluh dikarenakan harga salak  per kilonya turun drastis.

Bayangkan, salak berukuran besar yang semula harga per kilogramnya Rp 10 ribu turun jadi Rp 3 ribu.

Penurunan mencapai 70 persen.

Putu Sudita, petani salak asal Desa Sibetan, mengatakan, harga salak  turun secara bertahap.

Baca juga: Tebing Setinggi 5 Meter di Batutesa Karangasem Longsor, Akses Jalan Tertutup

Harga salak anjlok kemungkinan karena sudah masuk  panen.

Selain itu, tidak adanya upacara keagamaan di bulan ini juga menjadi pemicu turunnya harga salak. Ditambah lagi karena pandemi  COVID - 19.

"Dulu itu sebagian petani jual hasil panennya (salak) ke hotel dan restoran.

Lantaran  pandemi sebagian hotel tak mau beli dalam jumlah banyak.

Sekarang petani agak sulit menjual hasil panennya," kata Putu Sudita, Selasa  (25/ 1/ 2022) siang.

Ditambahkan, saat ini pasokan salak di Karangasem  meningkat lantaran  hampir semua petani memanen.

Sehingga petani (salak) bersaing, dan berpengaruh ke harga.

Kondisi rutin terjadi setiap bulan Januari - Maret serta Agustus  - Oktober.

Fenomena ini  terjadi rutin setiap tahunnya.

"Jika dikalkulasi penghasilan petani berkurang, tidak mendapat apa - apa. Tak sebanding dengan biaya pemeliharaannya.

Baca juga: Tugboat Fortuna Samudra Terdampar di Perairan Karangasem karena Kehabisan BBM

Seperti saya punya lahan sekitar  20 are, sekali manen hanya dapat 30 - 40 kilogram.

Berarti per panennya hanya dapat Rp 90 ribu jika harga salak 3.000," jelasnya.

Sedangkan harga salak di pasaran sekitar Rp 5.000 per kilogramnya.

Petani dan pedagang salak berharap harga keembali normal, sehingga para petani tidak merugi banyak.

"Kalau harga murah, salak diolah jadi bir, wine, kripik. Ada juga yang jual keluar Karangasem," tambah Sudita.

Pihaknya berharap, Pemerintah Kabupaten Karangasem bisa mengatasi masalah yang rutin terjadi tiap tahun.

Harapannya supaya petani di Karangasem tidak merugi banyak saat musim panen.

"Kita berharap pemerintah bisa carikan solusi,"imbuhnya.

Untuk diketahui, banyak lahan pertanian salak di Kecamatan Selat beralih jadi lahan pertanian sawah (padi).

Pemicu utamanya karena  harga salak turun saat memasuki panen. Seperti di Duda Timur, Kecamatan Selat.

Pendapatan dari penjualan salak tidak sesuai  dengan pengeluaran, hingga menyebabkan rugi total.(*)

Artikel lainnya di Berita Karangasem

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved