Dicopot dari Panglima TNI karena Nentang Presiden, Ini Sosok TB Simatupang yang Abadi di Uang Rp 500
Karir TB Simatupang di dunia militer moncer, namun meredup setelah menentang Presiden Soekarno waktu itu.
TRIBUN-BALI.COM - Letnan Jenderal TNI (Purn) Tahi Bonar Simatupang atau dikenal dengan nama TB Simatupang merupakan sosok militer legendaris dalam sejarah TNI di Indonesia.
Karirnya di dunia militer moncer, namun meredup setelah menentang Presiden Soekarno waktu itu.
TB Simatupang dicopot dari jabatan Panglima TNI karena berani menentang Presiden Soekarno.
Ia pernah menjabat sebagai Panglima TNI di era Presiden Soekarno. Saat itu jabatan Panglima TNI masih bernama Kepala Staf Angkatan Perang (KSAP).
Dalam hierarki militer saat itu, jabatan KSAP berada di atas Kepala Staf Angkatan Darat, Kepala Staf Angkatan Laut, Kepala Staf Angkatan Udara.
KSAP berada di bawah tanggung jawab Menteri Pertahanan.
Di masa kini, jabatan KSAP merupakan Panglima TNI.
Karier militer TB Simatupang saat itu begitu moncer hingga menduduki jabatan sebagai pemimpin tiga matra TNI.
Namun, semua mendadak meredup semenjak peristiwa 17 Oktober 1952, yakni demonstrasi besar di Jakarta yang menuntut pembubaran parlemen.
Seperti dilansir dari Tribunnews Wiki dalam artikel 'T.B. Simatupang'.
Terdengar kabar bahwa Kolonel Bambang Soepeno menemui Presiden Soekarno guna menyampaikan tekad para panglima divisi agar Kolonel Abdul Haris Nasution dicopot dari jabatannya.
Simatupang selaku KSAP bersama Menteri Pertahanan Sultan Hamengkubuwono IX dan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) A.H. Nasution menemui presiden untuk mengonfirmasi hal itu.
Presiden Soekarno pun membenarkan berita tersebut.
Tanpa keraguan, Simatupang mengatakan bahwa Presiden Soekarno telah melakukan sebuah kesalahan.
Apabila A.H. Nasution dicopot dari jabatannya, sistem di Angkatan Bersenjata akan terganggu.
Akhirnya, setelah kejadian itu, Soekarno pun menghapus jabatan KSAP pada tahun 1953.
Kemudian pada tahun 1954 hingga 1959, Simatupang diangkat menjadi Penasihat Militer di Departemen Pertahanan RI.
Lantas, seperti apa profil dan biodata TB Simatupang?
Letnan Jenderal TNI (Purn) Tahi Bonar Simatupang atau dikenal dengan nama T.B. Simatupang adalah seorang tokoh militer di Indonesia yang lahir di Sidikalang, Sumatra Utara, 28 Januari 1920, dan meninggal di Jakarta, 1 Januari 1990 pada usia 69 tahun.
Simatupang pernah ditunjuk oleh Presiden Soekarno untuk menjadi Kepala Staf Angkatan Perang Republik Indonesia (KASAP) setelah wafatnya Panglima Besar Jenderal Soedirman pada tahun 1950.
Ia menjabat menjadi KASAP hingga tahun 1953.
Pada tanggal 8 November 2013, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada TB Simatupang.
Saat ini namanya diabadikan sebagai salah satu nama jalan besar di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan.
Berkat jasa-jasanya, pada tanggal 19 Desember 2016, Pemerintah Republik Indonesia mengabadikan beliau di pecahan uang Rp 500.
Pejuang yang semasa kecilnya kerap dipanggil Bonar ini dilahirkan di Dairi, Sumatra Utara, pada 28 Januari 1920.
Simatupang merupakan putra kedua dari Sutan Mangaraja, seorang ambtenaar, pegawai negeri zaman Belanda, sementara ibunya bernama Mina Boru Sibutar.
Simatupang mengenyam pendidikannya pertama kali di HIS Pematangsiantar dan lulus pada tahun 1934.
Kemudian ia melanjutkan pendidikannya di MULO Dr. Nomensen di Tarutung pada tahun 1937.
Tiga tahun kemudian, tepatnya tahun 1940, ia melanjutkan sekolah di AMS di Salemba, Batavia.
Pada bulan Mei 1940, Belanda telah diinvasi oleh pasukan Nazi Jerman, kemudian Angkatan Darat Kerajaan Belanda dibubarkan dan dilucuti senjatanya.
Begitu juga dengan akademi militer kerajaan di Breda yang kemudian diungsikan ke Bandung, Hindia Belanda.
Simatupang yang kala itu baru saja lulus dari sekolah menengahnya memutuskan untuk mengikuti ujian masuk KMA.
KMA sendiri merupakan lembaga pendidikan militer untuk para calon personel Koninklijke Nederlands Indische Leger (KNIL).
Simatupang pun lulus dari KMA pada tahun 1942 dengan mendapat gelar taruna mahkota dengan mahkota perak.
Gelar tersebut diberikan sebab ia dinilai sebagai murid yang berprestasi, khususnya di bidang teori.
Karier militer Simatupang pertama kali dimulai pada tahun 1940 ketika dirinya diterima menjadi kadet di KMA, Bandung.
Seusai lulus dari sana, Simatupang belum sempat ditugaskan di KNIL karena pasukan Jepang sudah lebih dulu merebut kekuasaan di Hindia Belanda.
KNIL lalu dibubarkan dan senjatanya pun dilucuti.
Simatupang bersama dengan teman sesama perwiranya kemudian direkrut oleh Jepang.
Mereka ditempatkan di Resimen Pertama di Jakarta dengan pangkat calon perwira.
Setelah kemerdekaan Indonesia, Simatupang bergabung dalam Tentara Keamanan Rakyat (TKR).
Setelah itu, ia pun turut bergerilya bersama dengan Panglima Besar TNI Jenderal Soedirman dalam melawan pasukan Belanda.
Selama perang kemerdekaan Indonesia, ia diangkat menjadi Wakil Kepala Staf Angkatan Perang (WAKASAP) RI pada tahun 1948 hingga 1949.
Dalam jabatannya tersebut, Simatupang mewakili TNI dalam delegasi Republik Indonesia dengan menghadiri Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda.
Misi utama mereka untuk mendesak Belanda agar menghapus KNIL dan menjadikan TNI sebagai kekuatan utama tentara Indonesia.
Simatupang pernah mengatakan bahwa ada tiga Karl yang memengaruhi hidup dan pikirannya, yaitu Carl von Clausewitz, seorang ahli strategi kemiliteran, Karl Marx, dan Karl Barth, teolog Protestan terkemuka abad ke-20.
Seluruh kehidupan Simatupang mencerminkan peranan ketiga pemikir besar tersebut.
Setelah meninggalkan tugas-tugas aktifnya sebagai anggota militer, Simatupang terjun ke dalam pelayanan gereja serta aktif menyumbangkan pemikiran-pemikirannya soal peranan Gereja di dalam masyarakat.
Dalam aktivitasnya itu, ia pernah menjabat sebagai Ketua Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia, Ketua Majelis Pertimbangan PGI, Ketua Dewan Gereja-Gereja Asia, Ketua Dewan Gereja-Gereja Sedunia, dan lainnya.
Di lingkungan kemasyarakatan, Simatupang menjabat sebagai Ketua Yayasan Universitas Kristen Indonesia dan Ketua Yayasan Institut Pendidikan dan Pembinaan Manajemen (IPPM).
Simatupang bahkan merupakan salah satu pencetus lembaga pendidikan itu, ketika di Indonesia belum banyak orang yang memikirkannya.
Simatupang percaya bahwa Indonesia membutuhkan pemimpin-pemimpin yang menguasai ilmu manajemen di dalam perusahaan maupun di tengah masyarakat.
Pada tahun 1969, Simatupang dianugerahi gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Tulsa, Oklahoma, Amerika Serikat. (*)
Artikel ini telah tayang di Surya.co.id dengan judul Dicopot dari Jabatan Panglima TNI karena Menentang Presiden Soekarno, ini Biodata TB Simatupang,