Tak Puas Herry Wirawan Dihukum Seumur Hidup, Jaksa Ajukan Banding Agar Guru Cabul Itu Dihukum Mati

Tak Puas Herry Wirawan Dihukum Seumur Hidup, Jaksa Ajukan Banding Agar Guru Cabul Itu Dihukum Mati

Editor: Widyartha Suryawan
TribunJabar.id
Herry Wirawan - Tak Puas Herry Wirawan Dihukum Seumur Hidup, Jaksa Ajukan Banding Agar Guru Cabul Itu Dihukum Mati 

TRIBUN-BALI.COM - Herry Wirawan sang guru bejat yang merudapaksa belasan santriwati sepertinya belum bisa tenang.

Herry Wirawan sebelumnya hanya divonis hukuman seumur hidup dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Selasa (15/2/2022) lalu.

Terkait vonis hakim tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat pun mengajukan banding.

JPU meminta agar terdakwa Herry Wirawan dihukum mati sesuai tuntutan.

Permintaan itu dituangkan JPU dalam memori banding yang ditujukan ke Pengadilan Tinggi (PT) Bandung, melalui Pengadilan Negeri (PN) Bandung.

"Kami kemarin Senin 21 Februari 2022, sudah menyatakan sikap, menyatakan banding, upaya hukum banding terhadap putusan Pengadilan Negeri Kelas IA Bandung," ujar Kepala Kejati Jabar, Asep N Mulyana saat ditemui di kantor Kejati Jabar, Jalan Riau, Kota Bandung, Selasa (22/2/2022).

Menurutnya, kejahatan yang dilakukan Herry merupakan kejahatan serius dan masuk kategori The Most Serious Crime, sehingga menjadi pertimbangan JPU melakukan banding atas vonis majelis Hakim terhadap Herry Wiryawan.

"Kami tetap menganggap bahwa kejahatan yang dilakukan oleh Herry Wirawan itu sebagai kejahatan sangat serius ya, sehingga kami tetap konsisten bahwa tuntutan kami adalah tuntutan pidana mati," katanya.

"Pada intinya kami akan terus konsisten dalam tuntutan yang kami ajukan pada prekusor kami sebelumnya," tambahnya.

Terdakwa Herry Wirawan menjalani putusan sidang di Pengadilan Negeri Bandung, Selasa 15 Februari 2022. Terdakwa Herry Wirawan melakukan pencabulan terhadap belasan santri perempuan di bawah umur, majelis hakim memvonis penjara seumur hidup.
Terdakwa Herry Wirawan menjalani putusan sidang di Pengadilan Negeri Bandung, Selasa 15 Februari 2022. Terdakwa Herry Wirawan melakukan pencabulan terhadap belasan santri perempuan di bawah umur, majelis hakim memvonis penjara seumur hidup. (TRIBUN JABAR/DENI DENASWARA)

Sebelumnya, Herry Wirawan, guru cabul yang memperkosa 13 siswa divonis hukuman penjara seumur hidup oleh majelis hakim.

Vonis tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jabar yang menuntut Herry dengan hukuman mati serta kebiri kimia.

Vonis dibacakan manjelis Hakim yang dipimpin Yohanes Purnomo Suryo di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung Selasa (15/2/2021). Dalam sidang ini, Herry dihadirkan secara langasung di Pengadilan.

"Mengadili, menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara seumur hidup," ujar hakim saat membacakan amar putusannya.

Dalam tuntutannya, JPU Kejati Jabar menuntut Herry Wirawan dihukum mati, serta sejumlah hukuman tambahan yakni pidana tambahan pengumuman identitas dan kebiri kimia, hukuman denda Rp 500 juta dan restitusi kepada korban Rp 331 juta, pembubaran yayasan pesantren termasuk Madani Boarding School dan penyitaan aset dan barang bukti untuk dilelang.

Herry dituntut hukuman itu sesuai dengan Pasal 81 ayat (1), ayat (3) Dan (5) jo Pasal 76.D UU R.I Nomor 17 Tahun 2016 yentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan pertama.

Keluarga Korban Ingin Herry Wirawan Dihukum Mati

Keluarga belasan korban pemerkosaan Herry Wirawan, meminta jaksa penuntut umum (JPU) untuk mengajukan banding atas putusan hakim.

Mereka berharap, dalam proses banding nanti Herry bisa dijatuhi hukuman mati. Bukan hukuman seumur hidup seperti yang dijatuhkan majelis hakim.

Desakan agar jaksa penuntut mengajukan upaya banding, disampaikan kuasa hukum para korban kebejatan Herry, Yudi Kurnia, saat dihubungi melalui telepon, Rabu (16/2/2022).

"Kalau serius berkomitmen mewakili pemerintah dalam hal ini penegakkan hukum melindungi anak, itu harus [banding]. Kami sangat mendukung dan memohon untuk banding," ujar Yudi.

Keluarga korban, ungkap Yudi, sangat menginginkan terdakwa dihukum mati. Sebab, hukuman penjara seumur hidup tidak sebanding dengan perbuatannya.

"Kalau dilihat dari beban psikis korban, terus itu kan beban catatan sejarah keluarga turun temurun itu. Sementara si Herry pelaku masih bisa bernafas walaupun di tahanan, masih diurus negara, masih dikasih makan negara," katanya.

Pihaknya juga berencana mengajukan dorongan ini langsung ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat. Permohonan diharapkan bisa membuat jaksa berpikir ulang untuk mengajukan banding.

"Ya, Insya Allah kita akan sampaikan permohonan ke jaksa," ucapnya.

Hal senada juga disampaikan Rulli (29), salah satu keluarga korban yang berasal dari Garut Selatan.

Ia bahkan mengatakan sangat kecewa dengan keputusan hakim yang menurutnya janggal. Rulli mengatakan, semua unsur untuk menjatuhkan hukuman mati sebenarnya sudah terpenuhi.

Tapi hakim tidak berani untuk memutus hukuman mati.

"Jelas ini janggal, ada kejanggalan," ujarnya saat dihubungi melalui telepon, kemarin.

Rulli mengatakan, pihak keluarga ini terus berkomunikasi dengan kuasa hukum untuk memperjuangkan keadilan.

"Dulu para orang tua korban sudah hampir menghakimi pelaku, namun bisa kami cegah, kami percayakan ke hukum. Andai saja dulu mereka tidak ditahan, mungkin pelaku saat ini sudah habis. Tapi, kami menghargai pengacara dan hukum," ujarnya.

Herry divonis bersalah dan dijatuhi hukuman seumur hidup dalam persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Yohanes Purnomo Suryo, di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Selasa (15/2/2022).

Dalam amar putusannya, majelis hakim berpendapat bahwa hukuman mati bertentangan dengan hak asasi manusia (HAM).

"Berdasarkan pembelaan terdakwa, hukuman mati bertentangan dengan HAM, dan pada pokoknya, terdakwa menyesal atas kesalahan," ujar Majelis Hakim.

Dalam putusannya, Majelis Hakim juga menolak mengabulkan tuntutan kebiri kimia, denda Rp. 500 juta serta restitusi atau ganti rugi kepada korban Rp 331 juta.

"Tidak mungkin setelah terpidana mati menjalani eksekusi mati atau menjalani pidana seumur hidup dan terhadap jenazah terpidana dilaksanakan kebiri kimia. Lagi pula pasal 67 KUHP tidak memungkinkan dilaksanakan pidana lain apabila sudah pidana mati atau seumur hidup," katanya.

Menurut hakim, pasal yang dimaksud tersebut untuk mencegah kesewenang-wenangan dalam penjatuhan tuntutan pidana dan penjatuhan pidana.

"Maka terdakwa dijatuhi hukuman pidana dan dirasa telah meresahkan masyarakat, namun bukan berarti terhadap terdakwa dijatuhi tuntutan pidana maupun denda yang semena-mena," ucapnya.

Majelis hakim juga menegaskan biaya restitusi untuk para korban pemerkosaan Herry Wirawan dibebankan kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA).

Majelis hakim berpendapat Herry Wirawan tidak dapat dibebani hukuman membayar restitusi karena divonis hukuman seumur hidup.

Kepala Kejati Jabar, Asep N Mulyana, yang juga ketua tim JPU, menyatakan pikir-pikir dengan keputusan tersebut.

"Ada beberapa hal yang harus kami pelajari kembali untuk menetukan sikap kami," ujar Asep.

(TribunJabar.com/Nazmi Abdurrahman)

Artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Jaksa Ajukan Banding, Minta Herry Wirawan Dihukum Mati, Masuk Kategori 'The Most Serious Crime'

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved