Berita Nasional
Perspektif Ketua DPR RI Puan Maharani Terhadap Fenomena Minyak Goreng dan Sikapnya
Minyak goreng terus menelurkan drama dalam dua bulan terakhir, mulai dari kelanggaan minyak goreng hingga lonjakan harga dua kali lipat
Penulis: Adrian Amurwonegoro | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Minyak goreng terus menelurkan drama dalam dua bulan terakhir, mulai dari kelanggaan minyak goreng hingga lonjakan harga dua kali lipat setelah Pemerintah mencabut harga eceran tertinggi (HET).
Fenomena minyak goreng ini memunculkan kegaduhan, ibu-ibu mengantre panjang dan mengular, tak peduli lagi dengan situasi pandemi Covid-19 yang masih berlangsung demi mendapatkan minyak goreng.
Yang paling diuntungkan dalam situasi ini adalah para produsen dan distributor.
Sedangkan yang paling dirugikan adalah kaum perempuan, terutama para pedagang kaki lima dan rumah tangga konsumen utama minyak goreng.
Baca juga: Stok Minyak Goreng di Ritel Bali Masih Minim, Simpang-siur Harga Bikin Masyarakat Menjerit
Sebagai salah seorang yang ikut terlibat dalam pengaturan kebijakan, Puan ikut menyuarakan keresahan para Ibu.
Dalam sebuah kesempatan, ia bertemu dengan para penjual minyak goreng dan para ibu yang menjadi konsumen utama untuk mendengar sendiri bagaimana dampaknya bagi mereka.
Mereka mengaku galau, resah, kecewa dan marah karena kelangkaan ini.
Puan pun dengan gemas pernah menyatakan bahwa pihak-pihak yang mempermainkan kepentingan rakyat harus mendapat ganjaran setimpal.
Lebih lanjut ia menjelaskan, hal yang sangat kontradiktif terjadi di lapangan.
Ketika berkunjung ke pabrik-pabrik minyak goreng, kegiatan produksi berjalan normal seperti biasanya.
"Tak ada kekurangan produski," tegasnya dalam keterangan tertulis yang diterima Tribun Bali, pada Minggu 20 Maret 2022.
Tetapi berbeda ketika ia ke pasar, karena banyak keluhan, termasuk para pedagang kecil, karena sulit mendapatkan stok minyak goreng.
Puan menilik tentang situasi kelangkaan minyak goreng ini dalam perspektif keadilan distributif, di mana produksi barang dan jasa harusnya memberikan kesejahteraan bagi rakyat, harus ada keseimbangan mulai dari hulu ke hilir.
Keadilan distirbutif mengarah pada keadilan hasil yang diterima dari warga masyarakat, terutama kaum ibu.
Keadilan distributif memastikan bagaimana barang dan jasa, kekayaan atau kualitas kesejahteraan mesti didistribusikan dalam masyarakat negara.
Tetapi justru yang terjadi adalah kasus penimbunan minyak goreng di mana-mana.
Sementara, sistem pengawasan yang mencegah kerawanan terjadinya penyelundupan minyak goreng ini dinilai masih kemah.
"Saya melihat sendiri terjadi penimbunan minyak goreng di mana-mana," paparnya.
Keadilan distributif ini bukan hanya menyangkut keadilan dalam distribusi barang (minyak goreng,-red) semata, tetapi juga memastikan bahwa kondisi sosial dan ekonomi dalam lingkup masyrakat juga stabil.
Seharusnya tidak banyak terjadi kejutan di pasar, yang membuat warga panik dan resah, karena jelas hal ini berpengaruh terhadap indeks kesejahteraan warga.
Negara harus hadir di sini. Dengan situasi ini misalnya muncul banyak oknum-oknum nakal yang menjual minyak goreng bercampur air.
Para oknum nakal ini juga tega mengambil kesempatan dalam situasi kelangkaan ini dengan permainan harga pasar minyak goreng yang tinggi.
Sementara, negara sendiri harus sudah memiliki standar dalam menjalan prinsip keadilan prosedural, di mana negara menghadirkan mekanisme kebijakan yang tegas untuk mendukung kepentingan yang lebih besar, kepentingan utilitarianistik, yakni kepentingan warga negara, secara khusus para konsumen minyak goreng.
Menyadari perannya sebagai ketua DPR RI, situasi ini harus mendapatkan pengawasan yang tegas.
Ia menyandari bahwa situasi kelangkaan ini tidak boleh terus berlanjut.
Perlu pengawasan mulai dari sisi produksi, lalu juga mencermati laporan dari Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk menjaga stabilitas harga di pasar.
Selain itu yang paling krusial saat ini menurut Puan adalah perlu perbaikan tata kelola niaga Crude Palm Oil (CPO).
Indonesia adalah penghasil CPO terbesar di dunia, tetapi minyak goreng langka.
Banyak pilihan kemudian jatuh pada keputusan produser untuk mengekspor keluar dan dijadikan bahan bio solar, yang menyebabkan jatah CPO untuk minyak goreng jadi berkurang.
Pemerintah memberikan subsidi untuk CPO bagi produksi bio solar, yang membuat pengusaha lebih suka menjual CPO menjadi bio solar ketimbang minyak goreng.
Penyebab kelangkaan minyak goreng disebut karena masalah distribusi dan keuntungan ekonomi semata.
Baca juga: Tinjau Distributor Minyak Goreng di Pelabuhan Benoa Bali, Kapolri Pastikan Stok Aman
Sekali lagi penting untuk menegaskan fungsi negara yakni memastikan bahwa keadilan distributif ini.
Cucu proklamator Bung Karno ini menegaskan, bahwa tugas pemerintahlah untuk memastikan kelangkaan kebutuhan dasar ini jangan sampai berlangsung lama dan hanya menghasilkan kericuhan semata.
"Negara harus sungguh-sungguh menyelesaikan persoalan ini karena keadilan adalah hal yang fundamental dalam sebuah sistem sebuah pemerintahan," pungkas dia. (*).
Kumpulan Artikel Nasional