MotoGP Mandalika

Selesai Balapan MotoGP, Begini Tanggapan Mbak Rara Pawang Hujan Soal Dirinya Disoraki Penonton  

Rara sempat disoraki penonton di Sirkuit Mandalika. Namun ia menanggapi santai hal itu. Ini kata dia.

Penulis: Zaenal Nur Arifin | Editor: Sunarko
(KOMPAS.com/Firzie A. Idris)
Sesajen yang disiapkan Rara Istiani Wulandari pada hari kedua MotoGP Indonesia 2022 pada Jumat (18/3/2022). 

LOMBOK, TRIBUN-BALI.COM - Ada momen unik saat Sirkuit Internasional Pertamina Mandalika di Lombok tengah, NTB, diguyur hujan deras menjelang balapan MotoGP, Minggu (20/3).

Seorang pawang hujan mendadak keluar dan berjalan ke tengah lintasan balap. Dalam video, pawang hujan itu membawa sebuah mangkuk berwarna emas. Ia juga membawa dupa di tangan kirinya.

Pawang hujan itu memutar-mutar tongkat kecil di atas cawannya sambil membacakan mantra yang berusaha membuat cuaca di Sirkuit Mandalika membaik.

Aksi pawang hujan bernama Raden Rara Istiani Wulandari yangg sehari-hari tinggal di Bali tersebut, rupanya mencuri perhatian beberapa pebalap di paddock. Salah satunya Fabio Quartararo yang ikut menirukan aksi pawang.

Rara sempat disoraki penonton di Sirkuit Mandalika. Namun ia menanggapi santai hal itu.

"Saya enggak masalah sih, karena sudah bilang dari awal saya ini melayani untuk Indonesia," ucap Rara kepada Tribun Network.

Akun Twitter resmi MotoGP pun ikut takjub aksi Rara tersebut. Karena tidak lama setelah Rara beraksi, hujan pun berhenti. Pawang hujan tersebut dinilai berhasil mengusir hujan sehingga balapan sudah dimulai sejak pukul 15.45 WITA.

"The master #IndonesianGP," tulis keterangan unggahan akun Twitter @MotoGP.

"Teknologi" tradisional yang dipercaya ampuh untuk memodifikasi hujan ini memang telah lama akrab dengan berbagai event di kalangan masyarakat Tanah Air.

Rara mengatakan bahwa dirinya adalah salah satu tim yang direkomendasikan untuk mendoakan agar cuaca tetap lembab dan sejuk.

"Saya sebagai tim doa pawang hujan yang direkomendasikan Pak Erick Thohir (Menteri BUMN) dan sering mengawal event-nya Presiden Jokowi dan event kenegaraan lain, bersama dengan tim ITDC dan Pak Hadi Tjahjanto sebagai koodinator lapangan MotoGP melakukan modifikasi cuaca dengan kekuatan doa," tutur perempuan kelahiran Jayapura 22 Oktober 1983 yang besar di Yogyakarta dan kini tinggal di Denpasar, Bali.

"Di sini, saya diminta menurunkan suhu agar lembap dan sejuk dengan sedikit hujan," katanya.

"Kita di Indonesia terbiasa (iklim) tropis, tetapi pebalap dari luar negeri memintanya yang sejuk. Saya minta support semua untuk bisa berjalan baik," ujarnya.

“Itu kekuatan doa, kearifan lokal. Orang Indonesia zaman dulu pun terkenal dengan kesaktiannya dan saya memakai hadiah ini untuk membantu penyelenggaraan event," tuturnya.

Rara juga mengaku terlibat sejak tes pramusim. Namun, ia memulai untuk "mengawasi" Sirkuit Mandalika sudah sejak 1 Maret lewat jarak jauh.

Dia bahkan mengatakan langsung diminta mendatangkan hujan pada tanggal 9-11 Maret demi membantu mendinginkan lintasan yang baru diaspal ulang.

Menjawab tudingan soal profesi pawang hujan, Rara sendiri menyadari tak semua orang akan percaya dengan profesinya. Ia pun mengomentari potensi tudingan miring yang bisa dilayangkan kepada seorang pawang hujan.

"Kalau Rara dibilang menentang takdir karena cuaca seharusnya cerah dan hujan kok digeser-geser, saya sebagai orang indigo merasa kelahiran saya suatu kebaikan," tuturnya.

"Saya berharap dengan kebaikan Tuhan kepada saya, saya bisa mengobrol dengan awan, tanah, air, dan udara, dan kini saya berusaha membantu PP, ITDC, Pertamina," ucapnya.

"Semua warga Indonesia, kita harus bangga punya sirkuit yang cantik seperti Mandalika," katanya.

Rara juga mengaku senantiasa bekerja sama dengan pihak BMKG dan Hadi Tjahjanto selaku Komandan Lapangan Mandalika untuk melakukan modifikasi cuaca ini.

"Sudah telepon dengan Pak Hadi, arahnya (modifikasi cuaca) mau ke mana. Saya bilang, 'Kalau mau garamin, ke sisi barat karena mereka bisa garamin di mana saja'," ujarnya sembari berharap hari balapan pada Minggu akan berlangsung dalam kondisi sejuk dengan hujan ringan pada pagi hari. "Kesempurnaan hanya milik Allah, kami ikhtiar alternatif. Selama saya di sini, banjir terhindari. Saya mengumpulkan doa dan harapan dari para pekerja, doa, dan harapan, serta menjadi tim support bagi semua," tuturnya.

"Intinya, saya pelayan buat semua, pelayan bagi Indonesia, pelayan Lombok. (Para penonton) hadir, bahagia, menonton." "Nyaman pebalapnya, penontonnya nyaman. Saya sebagai pramugari event, tim doa pawang hujan akan berusaha yang terbaik," tutur Rara.

Dalam wawancara dengan Tribun Bali beberapa tahun lalu, Rara menceritakan kisah hidupnya hingga menjadi seorang pembaca tarot sekaligus pawang hujan.

"Saya memang dari kecil indigo. Keluarga saya RR itu Raden Rara trah Solo Jogja," sebut Rara.

"Dari kecil diajarkan dunia spiritual. Konon zaman dulu eyang kakung saya punya adik yang setiap tahun, tepatnya setiap 1  Suro, meng-handle upacara di Keraton Solo," tutur Rara.

"Dan setiap tahun ada adu ilmu. Siapa yang menang, dia yang handle upacaranya, termasuk masalah pawang hujan," kata Rara.

Selanjutnya, eyang kakungnya menugaskan ayah Rara untuk melanjutkan kemampuan spirirual tersebut. Namun, ayah Rara ternyata kurang suka dengan hal tersebut.

Sang ayah justru akhirnya mengajari Rara, dan Rara pun kemudian mulai tahu tentang hal-hal yang bersifat spiritual dan gaib.

Waktu itu, sang ayah tahu bahwa Rara adalah anak indigo atau di Bali disebut melik.

"Saat saya umur tiga tahun, bapak saya sakit, dan diprediksi akan meninggal saat saya umur 5 tahun," kara Rara.

"Saya diajarin kayak kegiatan paranormal gitu, seperti ngobrol dengan makhluk gaib, roh, termasuk mencium bau awan sebagai pertanda hujan atau tidak. Dan biasanya banyak yang tidak siap memiliki anak indigo, tapi bapak saya sudah siap," tuturnya.

"Dulu, bapak saya mengaplikasikan ilmu pawang hujan itu untuk membantu kelancaran pertandiingan sepak bola, yakni membantu jika Persipura Jayapura bertanding," kata wanita ini.

Tahun 1988, sang ayah meninggal. Sebelum ayahnya meninggal, Rara sempat memimpikan sang ayah akan meninggal.

Dari sana Rara percaya bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk meramal masa depan. Bahkan, ia pernah meramalkan dirinya sendiri bahwa jika tetap tinggal di Jogja akan susah.

Ia pun bercerita saat umur sembilan tahun sudah mampu menjadi pawang hujan.

Dia bahkan sudah mendapat penghasilan dengan bekerja sebagai pawang hujan di acara-acara pagelaran wayang.

"Umur sembilan tahun saya sudah cari uang sendiri dari acara wayang. Waktu itu saya belum menggunakan menyan untuk menjadi pawang hujan. Saya bilang ke dalangnya bahwa saya bisa bantu agar tidak hujan," paparnya.

Dengan melakoni pekerjaan tersebut, ia mendapat uang Rp 5 ribu hingga Rp 10 ribu, dan ia merasa sangat senang.(tribun network/zae)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Klasemen MotoGP 2022

1

Francesco Bagnaia

Ducati Lenovo Team
467
2

Jorge Martin

Prima Pramac Racing
428
3

Marco Bezzecchi

Mooney VR46 Racing Team
329
4

Brad Binder

Red Bull KTM Factory Racing
290
5

Johann Zarco

Prima Pramac Racing
221
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved