Berita Denpasar
Dugaan Korupsi KMK dan TPPU di Bank BPD Bali, Penyidik Kejati Tetapkan 4 Tersangka
Dugaan Korupsi KMK dan TPPU di Bank BPD Bali Penyidik Kejati Tetapkan 4 TersangkaDugaan Korupsi KMK dan TPPU di Bank BPD Bali Penyidik Kejati Tetapk
Penulis: Putu Candra | Editor: Harun Ar Rasyid
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali telah menetapkan empat tersangka dugaan tindak pidana korupsi kredit fiktif berupa Kredit Modal Kerja (KMK) usaha dan konstruksi pengadaan barang dan jasa BPD Bali cabang Badung.
Selain diduga melakukan tindak pidana korupsi, keempat tersangka juga disinyalir melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Keempat orang yang ditetapkan sebagai tersangka adalah IMK, DPS, SW dan IKB. Keempatnya ditetapkan tersangka tanggal 11 April 2022.
Terkait penetapan para tersangka itu disampaikan oleh Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Bali, A Luga Harlianto.
"Tersangka IMK dan DPS merupakan pejabat di kantor cabang Bank, dan saat ini keduanya sudah purna tugas. Sedangkan SW dan IKB merupakan pihak swasta yang memiliki hubungan suami istri. Penetapan Tersangka telah diterima keempat tersangka pagi ini," jelasnya, Rabu, 13 April 2022.
Baca juga: Tak Terima Mantan Istri Nikah Lagi, Pelaku Habisi Nyawa Sang Mantan dengan Tikaman Berkali-kali
Baca juga: Resep Tahu Goreng Tabuh Kelapa, Nikmat dan Gurihnya Pas Buat Sajian Makan Malam Ini
Baca juga: Pelaku Penganiayaan Ade Armando Pengangguran, Tinggalkan Rumah Lima Hari Sebelum Insiden
Luga menjelaskan, penyidikan perkara ini dilaksanakan 15 Maret 2022. Ini berdasarkan ditemukannya bukti-bukti yang membuat terang telah terjadi tindak pidana korupsi. Dimana pada tahun 2016 dan 2017, SW mengajukan KMK usaha dan konstruksi pengadaan barang dan jasa ke Kantor BPD Bali Cabang Badung.
Pengajuan kredit oleh SW diajukan melalui CV. SU, CV. DBD dan CV. BJL dengan jumlah kredit yang diajukan sebesar Rp 5 miliar. Sebagai agunan dalam permohonan kredit itu adalah kegiatan pengadaan barang dan jasa di institusi pendidikan swasta di Propinsi Bali.
"Penyidik menemukan bahwa kegiatan pengadaan barang dan jasa tersebut ternyata tidak ada atau tidak dilaksanakan institusi pendidikan tersebut (fiktif)," ungkap Luga.
Tersangka IMK pun diduga telah mengetahui bahwa kegiatan yang menjadi dasar pengajuan kredit tersebut adalah fiktif. Malahan IMK memberikan persetujuan atas permohonan kredit atas nama CV. SU, CV. DBD dan CV. BJL. IMK tidak melakukan analisa atas pemberian kredit tersebut.
Kembali di tahun 2017, DPS memberikan persetujuan untuk pencairan kredit tersebut. Akan tetapi persetujuan tersebut untuk mencairkan kredit ke rekening giro CV. SU, CV. DBD dan CV. BJL. Dimana seharusnya kredit itu dicairkan ke rekening yang tercantum dalam Surat Perintah Kerja (SPK). Setelah diterima dalam rekening giro CV. SU, CV. DBD dan CV. BJL, tersangka SW memerintahkan pegawainya untuk melakukan transfer ke rkening PT. DKP. Tersangka IKB sendiri merupakan Direktur PT. DKP.
Seperti diketahui, penyidik telah memeriksa 13 orang saksi. Pula memperoleh surat dan petunjuk serta memperoleh dan melakukan penyitaan bukti-bukti berupa dokumen terkait kredit fiktif tersebut. Sehingga ditemukan peran dari IMK, DPS, SW dan IKB yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka.
"Akibat perbuatan para tersangka, negara dalam hal ini BPD Bali mengalami kerugian kurang lebih Rp 5 miliar. Saat ini IMK sedang menghadapi persidangan tindak pidana korupsi atas pengelolaan keuangan/kredit di BPD Bali Cabang Badung dan dilakukan penahanan atas perkara tersebut. Sedangkan DPS, SW dan IKB nantinya akan dipanggil untuk memberikan keterangan sebagai tersangka," papar Luga.
Terkait pasal, tersangka IMK, DPS, SW dan IKB disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah dalam UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU No 31 Tahun 1999 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Pasal 3 UU, Pasal 9 UU yang sama. Juga Pasal 5 ayat (1) UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. CAN
