Serba serbi
HATI-HATI! Sang Hyang Kala Tiga Sebelum Galungan Bakal Menggoda
Galungan sebentar lagi, dan biasanya masyarakat Hindu di Bali telah menyiapkan sarana upakara sejak jauh-jauh hari.
Tujuannya tidak mudah dirasuki oleh kekuatan Sang Hyang Kala Tiga.
Biasanya pula pada saat Minggu Pahing Dungulan, umat Hindu mulai memproses buah-buahan yang masih mentah, terutama pisang merah, agar matang saat hari raya Galungan.
Baca juga: GERD dan Kaitannya Pada Penyakit Dispepsia, Jangan Anggap Sepele!
Selanjutnya, pada Selasa Wage Dungulan, atau dikenal dengan penampahan Galungan.
Sang Hyang Kala Tiga turun mencari mangsa dalam wujud Bhuta Amengkurat.
Untuk itu dibuatlah upacara dan upakara Bhuta Yadnya di perempatan desa atau catuspata.
Di rumah-rumah pula yang dipimpin pendeta.
Umat Hindu membuat sesajen sasayut, prayascita, pabyakala, dan pajaya-jaya untuk menyucikan pikiran.
Agar memperoleh kemenangan dalam melawan kekuatan negatif Sang Hyang Kala Tiga.
Dalam lontar Sundarigama dijelaskan, bahwa penampahan Galungan merupakan simbol penetralisir kekuatan negatif Sang Hyang Kala Tiga pada tingkat utama.
Sebab menggunakan sarana daging atau bagian dalam (jeroan) hewan berkaki empat.
Untuk dipersembahkan pula kepada Sang Hyang Kala Tiga.
Kemudian tatkala Galungan, pada Rabu Kliwon Dungulan umat Hindu meyakini bahwa para dewa dan roh para leluhur turun ke dunia dan beryoga di berbagai tempat.
Seperti sanggah, pura, halaman rumah, lumbung, dapur, jalan masuk rumah, tugu, penghulu kuburan, penghulu desa, penghulu sawah, di hutan, gunung, laut, dan sebagainya.
Oleh sebab itu umat Hindu melakukan persembahyangan dengan membuat sesajen persembahan.
Dalam lontar Sundarigama pula, disarankan agar sesajen yang dihaturkan pada saat hari suci Galungan.
Agar dibiarkan di tempat sembahyang selama semalaman.
Dan bisa diambil lagi keesokan harinya. Setelah umat Hindu menyucikan diri lahir batin, dan melakukan persembahyangan di sanggah serta pura-pura. (*)
