Berita Badung
Solos Hadirkan Solusi Revolusioner untuk Transformasi Bisnis Freelancers
Solos, platform e-commerce yang membantu solopreneur (solo-entrepreneur) dan freelancer menjual layanan mereka dengan cepat dan mudah secara online.
Penulis: Marianus Seran | Editor: Marianus Seran
Saat ini, tren freelancing sedang meningkat di dunia. Solos mengestimasi saat ini terdapat 70 juta freelancers dan solo entrepreneur di Asia Tenggara. Nilai pemasukan tahunan freelancers di Asia Tenggara tersebut mencapai $93 miliar.
World Bank mencatat pertumbuhan pelaku freelancing mencapai 30 % setiap tahunnya dengan dominasi segmentasi usia 18-44 tahun.
Penelitian School of Business University of Brighton menyatakan bahwa 97 persen pekerja lepas lebih bahagia daripada pekerja kantoran.
Tren yang sama terjadi di Indonesia. Badan Pusat Statistik mencatat 33,34 juta orang bekerja sebagai freelancer dan small business owners hingga Agustus 2020.
Angka ini naik 4,32 juta orang atau 26 persen dari tahun sebelumnya.
Menurut Ricky, pasokan tenaga kerja yang menginginkan pekerjaan jam 9-5 kini semakin berkurang, terutama untuk kategori pekerjaan yang banyak diminati seperti teknik, desain, UI/UX, penelitian, pembinaan (training), dan strategi.
Selain faktor fleksibilitas waktu dan tempat bekerja, ada kecenderungan sosial yang mendasari, terutama di kalangan generasi muda, untuk mendapatkan pekerjaan yang memiliki makna bagi hidup mereka.
Hal ini dapat berupa melakukan pekerjaan yang berdampak positif bagi dunia, atau bahkan hanya pekerjaan yang selaras dengan nilai-nilai pribadi seseorang seperti kreativitas atau kebebasan.
Akibatnya, perusahaan berjuang untuk mengisi jumlah karyawan mereka, dan karena itu mereka mencari cara alternatif untuk bekerja dengan generasi muda.
Perusahaan sukses seperti Google sudah memanfaatkan tenaga kerja kontrak dan freelancers dalam bisnis mereka.
Baca juga: Latihan Perdana Bali United Jelang vs Kedah FA di AFC Cup, Pemain Baru & Asing Absen, Ini Daftarnya
Faktanya, 54 % tenaga kerja Google adalah outsource. Sementara SAP menemukan bahwa rata-rata 25 % tenaga kerja dari organisasi terbesar terdiri dari pekerja lepas dan kontraktor.
Menurut Ricky, skema ini memungkinkan organisasi untuk mengelola sumber daya mereka dengan lebih baik dan memaksimalkan efisiensi dan output mereka.
Organisasi dengan tenaga kerja yang fleksibel lebih mampu menyesuaikan biaya mereka berdasarkan lingkungan dan situasi bisnis.
“Kami percaya bahwa terjadi transisi besar pada angkatan kerja masa kini. Generasi baru lebih menyukai kebebasan, fleksibilitas, dan pekerjaan yang berdampak dan didorong oleh hasrat.
Hasilnya, orang-orang yang dulu bergantung pada pekerjaan kantoran kini memulai bisnis mereka sendiri yang dimungkinkan oleh teknologi dan kerja jarak jauh.
