Pitra Puja I Gusti Ngurah Rai Jelang HUT ke-65, Ini Cikal Bakal Kodam IX/Udayana di Denpasar
Kodam IX/Udayana menggelar Upacara Pitra Puja yang diberikan kepada Brigjen TNI (Anumerta) I Gusti Ngurah Rai, menjelang Hari Ulang Tahun ke-65.
Penulis: Adrian Amurwonegoro | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Kodam IX/Udayana menggelar Upacara Pitra Puja yang diberikan kepada Brigjen TNI (Anumerta) I Gusti Ngurah Rai, menjelang Hari Ulang Tahun ke-65.
Pitra Puja merupakan upacara keagamaan dalam Agama Hindu yang dipercaya untuk melakukan penghormatan kepada para leluhur yang telah mendahului.
Pitra berarti unsur kekuatan evolusi batin di alam material (lahir sebagai manusia), sedangkan Puja adalah pujian kepada Tuhan dan manifestasi-Nya.
Baca juga: Dalam Rangka Rangkaian HUT ke-65, Kodam IX/Udayana Gelar Pitra Puja I Gusti Ngurah Rai
Sehingga, dapat diartikan bahwa dengan memuja Tuhan melalui roh suci leluhur, yang pada akhirnya akan sampai juga pada Tuhan Yang Maha Esa.
Pitra Puja menjadi wujud penghormatan kepada Pahlawan Nasional dari Bali yang telah berperang bersama pasukannya yang dikenal dengan nama Ciung Wanara secara habis-habisan (Puputan) melawan penjajah untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Saat itu, I Gusti Ngurah Rai mengadakan rapat bersama pimpinan Badan-Badan perjuangan dan Staf Resimen TRI Sunda Kecil.
Baca juga: Kunjungan Singkat Gubernur Bali di Bandara I Gusti Ngurah Rai, Tinjau Terminal Domestik
Dari rapat tersebut terbentuklah Markas Besar Oemoem Dewan Perjuangan Rakyat Indonesia Sunda Kecil (MBO DPRI SK) yang merupakan Pusat Pertahanan Kemerdekaan Indonesia di Provinsi Sunda Kecil (Bali Nusra sekarang, red).
Intlah yang selanjutnya menjadi cikal bakal berdirinya Kodam IX/Udayana yang sekarang berkedudukan di Kota Denpasar.
Upacara sakral Pitra Puja di Merajan (tempat suci pemujaan) Pahlawan Nasional I Gusti Ngurah Rai di Puri Carangsari Petang, Badung, Bali, diikuti langsung oleh Pangdam IX/Udayana Mayjen TNI Sonny Aprianto, S.E., M.M., pada Senin 23 Mei 2022.
Pangdam melakukan sungkem memohon restu kepada I Gusti Ngurah Rai dan mengirimkan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa agar I Gusti Ngurah Rai diberikan tempat yang layak disisi-Nya.
Pangdam IX/Udayana Mayjen TNI Sonny menyampaikan, bahwa kegiatan ini dilaksanakan sebagai wujud penghormatan kepada Pahlawan Nasional I Gusti Ngurah Rai.
Selain itu, di HUT ke-65 Kodam Udayana memohon pihakny kepada Tuhan Yang Maha Esa agar kita semua diberikan keselamatan, kekuatan dan pemikiran yang jernih serta suci sehingga mampu mengemban tugas pengabdian kepada masyarakat, bangsa dan negara.
"Kita ketahui bersama, bahwa I Gusti Ngurah Rai merupakan salah satu sosok Pahlawan Nasional kebanggaan masyarakat Bali. Di usianya yang relatif masih sangat muda, beliau telah berjuang tanpa pamrih."
"Sejarah telah membuktikan bahwa perjuangan beliau dalam memimpin pasukan Ciung Wanara, bertempur dengan sangat heroik melawan pasukan penjajah di Margarana," papar Pangdam.
Lebih lanjut, Pangdam menceritakan bahwa sosok I Gusti Ngurah Rai bersama pasukannya telah menggelorakan dan membuktikan semangat Puputan, yakni semangat bertempur sampai titik darah penghabisan untuk mempertahankan kemerdekaan NKRI.
"Untuk itu, mari kita jadikan nilai-nilai luhur perjuangan Pahlawan Nasional I Gusti Ngurah Rai sebagai suri tauladan dan pedoman untuk mempertahankan kedaulatan dan keutuhan NKRI," ajaknya.
"Nilai-nilai luhur yang tak akan pernah luntur oleh zaman inilah sebagai pedoman dalam upaya mengabdikan diri kepada bangsa dan negara sesuai profesi masing-masing dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa," sambung Pangdam
Sementara itu, keluarga Pahlawan Nasional I Gusti Ngurah Rai, yakni putra sulung I Gusti Ngurah Rai, I Gusti Ngurah Gede Yudana menyampaikan, bahwa digelarnya acara ini sebagai penghormatan terhadap sejarah.
"Di Desa Carangsari ini adalah tempat kelahiran ayah saya dan setelah dewasa beliau pergi ke kota untuk ikut pendidikan kemudian ikut berjuang melawan Belanda di dalam mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia yang telah diproklamasikan oleh Bung Karno pada tanggal 17 Agustus 1945," tuturnya.
I Gusti Ngurah Gede Yudana dengan nada haru menceritakan, bahwa dirinya sewaktu masih anak-anak belum paham akan sebab bapaknya meninggalkan istri dan anak-anak yang masih kecil.
Saat itu, dirinya beserta ibu dan adik-adiknya juga sempat ditahan oleh Belanda selama 3 bulan bersama tokoh-tokoh dari Carangsari yang tidak menyembunyikan tempat para pejuang berada.
"Waktu itu, saya bertanya kepada Ibu, nanti dimana bisa dapat roti dan susu kalau kita pulang bu? Kemudian Ibu saya menjawab, nanti ayah akan membawanya kalau kita sudah merdeka,"
"Tapi nyatanya sampai sekarang ayah saya tidak kunjung datang memberikan roti dan susu. Untuk itu, marilah kita berjuang untuk bisa mendapatkan roti dan susu, masyarakat Indonesia tidak boleh miskin, harus makmur sentosa," ucapnya. (*)