serba serbi
BUNUH Diri Sama Dengan Ulah Pati, Dosa Besar Dalam Agama Hindu!
Ida Pedanda Putra Pasuruan, sulinggih sepuh berusia 80 tahun, menjelaskan bahwa terdapat 3 jenis kematian berdasarkan perspektif Agama Hindu.
Penulis: Ida Bagus Putu Mahendra | Editor: Anak Agung Seri Kusniarti
TRIBUN-BALI.COM - Kasus bunuh diri kian merebak di Bali.
Untuk di Bali saja, dari pertengahan Mei 2022 hingga akhir Mei 2022, telah terjadi setidaknya 6 kasus bunuh diri.
Seperti misalnya yang terjadi di Denpasar, Badung, Karangasem, Tabanan, dan Jembrana.
Baca juga: MARAK Kasus Bunuh Diri di Bali, Jangan Hakimi Tapi Dengarkan Keluh Kesahnya!
Semua kasus kematian tersebut, disebabkan karena bunuh diri dengan cara gantung diri.

Ida Pedanda Putra Pasuruan, sulinggih sepuh berusia 80 tahun, menjelaskan bahwa terdapat 3 jenis kematian berdasarkan perspektif Agama Hindu.

Diantaranya yaitu mati wajar, salah pati, dan ulah pati.
Baca juga: MARAK Kasus Bunuh Diri di Bali, Jangan Hakimi Tapi Dengarkan Keluh Kesahnya!
“Ya, pedanda juga mendengar. Bahwa terjadi ya di Badung (bunuh diri),” ucap beliau.
Dalam sudut pandang Agama, lanjut beliau, sebenarnya kalau bahwa mati itu ada beberapa hal penyebabnya.

“Yang istilahnya di dalam Agama Hindu di Bali itu.
Ada yang mati ulah pati, ada yang mati salah pati, ada yang mati wajar,” ujar beliau saat ditemui Trbun Bali pada Rabu 1 Juni 2022.
Baca juga: MARAK Kasus Bunuh Diri di Bali, Jangan Hakimi Tapi Dengarkan Keluh Kesahnya!
Beliau menjelaskan, bahwa mati wajar adalah proses kematian yang memang terjadi secara wajar.
Seperti misalnya meninggal karena sakit, dan menuanya usia.
Salah pati adalah proses kematian yang tidak disengaja.
Seperti misalnya kecelakaan.

Sedangkan ulah pati, adalah proses kematian yang disengaja seperti menegak racun, membuang diri, dan gantung diri.
“Kalau gantung itu, ulah, ulah pati itu mencari kematian dia.
Entah apa penyebabnya itu, banyak hal mungkin.
Misalnya seperti gantung diri, buang diri. Itu namanya ulah pati,” jelas sang wiku.
Baca juga: MARAK Kasus Bunuh Diri di Bali, Jangan Hakimi Tapi Dengarkan Keluh Kesahnya!
“Sering masyarakat kabur dalam membedakan, mana hal salah pati dan ulah pati,” jelas beliau.
Ida Pedanda Putra Pasuruan menegaskan, bahwa ulah pati adalah perbuatan yang tidak baik.
“Menurut Agama Hindu, itu kurang baik.
Atmanya orang itu masih kesasar.
Jadinya tidak mencapai tujuan yang sepatutnya,“ tegas beliau.
Baca juga: MARAK Kasus Bunuh Diri di Bali, Jangan Hakimi Tapi Dengarkan Keluh Kesahnya!
Dengan referensi Lontar 'Tutur Lebur Gangsa' yang berasal dari Jero Kanginan Sidemen Karangasem.
Beliau menjelaskan, bahwa jika ada seseorang mati dengan cara gantung diri.
Maka menandakan bahwa pekarangan tersebut panas (Kahastabaya).

Pekarangan yang panas atau yang disebut 'karang panes', biasanya akan dibuatkan caru.
Guna menetralisirnya.
Beliau menjelaskan, bahwa caru dapat diartikan sebagai bagus, cantik, manis, dan harmonis.
Jadi macaru adalah mempercantik, memperbagus, dan mengharmoniskan yang dalam hal ini, berarti mengharmoniskan pekarangan.

Lebih lanjut, sulinggih yang berasal dari Griya Gede Taman Lukluk, Badung, Bali tersebut, menjelaskan bahwa saat ini, semua upakara maupun upacara.
Khususnya mengenai kematian, dapat dilaksanakan berdasarkan adat setempat.
“Ada keputusan Parisada di sekitar tahun 1958, kurang lebih ya, sekitar tahun itu.
Ada Keputusan Parisada Campuhan Ubud,” sebut beliau.
“Itu dijelaskan, maka sekarang kalau ada orang salah pati, ulah pati, supaya dilaksanakan seperti tradisi atau kebiasaan yang berjalan di masyarakat. Desa, kala, patra itu,” kata beliau.
“Apakah upacara besar ataukah kecil, itu tradisi itu.
Berdasarkan adat setempat dan juga kemampuan,” jelas Ida Pedanda Putra Pasuruan. (*)