Mengenang Engeline

Mengenang Engeline: Dihabisi Ibu Angkat, Dipukuli dan Tak Diberi Makan, Ke Sekolah Bau Kotoran Ayam

Sri Wijayanti, wali kelas Engeline mengatakan sebelum hilang, Engline sempat mengaku pusing karena belum makan, ia juga lusuh dan bau kotoran ayam,

Editor: Putu Kartika Viktriani
Antara
Tersangka pembunuh Engeline, Margriet Christina Megawe, tiba di Jalan Sedap Malam No 26 Kesiman, Denpasar, untuk mengikuti rekonstruksi, Senin (6/7/2015). 

TRIBUN-BALI.COM - Pada Juni 2015 silam, publik digemparkan dengan kematian bocah 8 tahun yang bernama Engeline Margriet Megawe, murid kelas 2 SDN 12 Sanur, Denpasar, Bali.

Engeline dikabarkan hilang sejak 16 Mei 2015 oleh kakak angkatnya, Yvonne Mega W.

Hampir sebulan hilang, mayat Engeline ditemukan terkubur di belakang rumahnya di Jalan Sedap Malam No 26, Sanur, Denpasar, Bali pada Rabu, 10 Juni 2015.

Tak berapa lama, terungkap bahwa Engeline ternyata dibunuh oleh ibu angkatnya, Margriet Christina Megawa yang dibantu oleh pembantu rumah tangga di rumah Magriet, Agustinus Tay Hamdani.

Orangtua kandung tak punya biaya melahirkan

Engeline lahir pada tanggal 19 Mei 2007 di sebuah klinik di daerah Canggu dari seorang ibu, Hamidah dan ayah bernama Achmad Rosyidi.

Hamidah dan suaminya kesulitan melunasi biaya persalinan. Seseorang pun mempertemukan mereka dengan Margriet yang menawarkan bantuan untuk melunasi biaya persalinan Hamidah.

Baca juga: TOP Skor Piala Presiden 2022: Novri Setiawan Samai Jumlah Gol Carlos Fortes Usai Bali United Kalah

Margriet juga berniat untuk mengadopsi bayi Hamidah.

Untuk keperluan persalinan Hamidah, Margriet mengeluarkan biaya sebesar Rp 1,8 juta, dengan rincian biaya persalinan Rp 800.000 dan biaya perawatan Hamidah Rp 1 juta.

Tiga hari setelah lahir, Engeline langsung dibawa oleh Margriet dan tidak pernah bertemu lagi dengan kedua orangtuanya.

Saat itu, bayi perempuan tersebut belum diberi nama oleh Hamidah. Nama "Engeline" diberikan oleh Margriet, mengikuti nama depan ibunya (nenek angkat Engeline).

Kala itu Hamidah bercerita jika ia tak berniat memberikan bayi tersebut kepada siapa pun.

"Saya tidak berniat sama sekali untuk memberikan Angeline kepada siapapun. Keadaan yang memaksa saya untuk merelakan dia diasuh oleh orang lain. Seandainya saat itu kami memiliki uang untuk membayar biaya kelahiran anak saya," kata Hamidah pada pada 15 Juni 2015.

Hamidah berasal dari Kecamatan Glenmore, Kabupaten Banyuwangi. Ia adalah anak ketujuh dari sembilan bersaudara.

Perempuan kelahiran 6 November 1987 itu pertama kali Bali tahun 2001 dan bekerja di sebuah warung milik kerabatnya.

Terkait Margriet, ia mengaku baru mengenalnya setelah dikenalkan oleh suaminya.

Baca juga: BALI UNITED REWIND: Kisah Perjalanan Serdadu Tridatu Perjuangkan Back To Back Champions, Fan Bangga

"Suami saya katanya kenal dari temannya. Ibu itu yang akan membayar biaya persalinan saya," kata dia.

Saat menyerahkan bayinya, Hamidah bercerita jika ia tak boleh menemui anak kandungnya hingga sang anak berusia 18 tahun.

"Selama 18 tahun saya sebagai ibu kandungnya selalu ingat sama dia. Jangankan tahu wajahnya saat dewasa. Namanya saja saya juga baru tahu setelah ia dikabarkan hilang," katanya sambil menghela nafas.

Hilang hingga keluarga buat Fan Page Facebook

Engeline terakhir kali terlihat oleh kakak angkatnya, Yvonne Mega W di depan rumahnya pada 16 Mei 2015.

Namun hingga tiga hari, Engeline tak kunjung pulang.

Setelah engeline hilang, kakak angkat Angeline, Yvonne, membuat fan page di Facebook bernama "Find Engeline-Bali's Missing Child".

Selain itu, keluarga juga melapor ke polisi.

Pada 19 Me 2015, tim pencari Engline memcari keberadaan bocah 8 tahun itu ke rumah keluarga kandungnya di Banyuwangi.

Polisi juga mengerahkan anjing pelacak untuk mengetahui arah perjalanan Engeline keluar rumah. Namun, anjing pelacak hanya berputar-putar di sekitar rumah.

Hilangnya Engeline menjadi perhatian banyak pihak.

Pada 5 Juni 2015, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Yuddy Chrisnandi berkunjung ke rumah Engeline.

Namun, kedatangan Yuddy tidak disambut baik oleh keluarga Engeline. Dia justru dilarang masuk oleh satpam sewaan yang bertugas menjaga rumah Angeline.

Pada 6 Juni 2015 Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohanna Yambise juga mengunjungi rumah Engeline. Namun, lagi-lagi Margriet menolak untuk menemuinya.

Hingga akhirnya Engline ditemukan tewas di terkubur di halaman rumahnya di Jalan Sedap Malam pada Rabu 10 Juni 2022.

Mayat Engeline dikubur di kedalaman 1,5 meter di bawah pohon pisanG dan ditutupi sampah. Saat digali, polisi menemukan mayat Engeline dalam kondisi membusuk dengan sebuah boneka.

Pelaku pembunuhan itu pun mengarah ke ibu angkatnya, Margriet dibantu pembantunya, Agus Tay.

Jalan kaki ke sekolah dan sering dimarahi

Sri Wijayanti, wali kelas Engeline mengatakan sebelum hilang, Engline sempat mengaku pusing karena belum makan.

“Angeline pendiam, pemurung, wajahnya sendu. Saya hampir setiap hari mengorek keterangannya, susah dia bicara, susah ngaku, tertutup. Terakhir sebelum hilang pernah mengeluh pusing karena belum makan, dan saya ajak pulang untuk makan di rumah (wali kelas),” kata Wijayanti, Rabu 3 Juni 2015.

Menurut Wijayanti, Engeline yang masuk sekolah siang hari sering terlambat.

Selain itu badannya lusuh dan bau kotoran.

Engeline pun pernah menangis dan mengaku harus memberi makan puluhan ayam, anjing dan kucing milik ibu angkatnya.

Engeline juga sering dimandikan dan rambutnya dicuci oleh gurunya karena tubuhnya kotor.

Dibunuh 3 hari sebelum ulang tahunnya

Engeline dibunuh pada 16 Mei 2015. Hal tersebut terungkap dari persidangan. Di hari kejadian, Margriet memukuli Engeline berkali-kali di bagian wajah dengan tangan kosong.

Akibatnya pukulan tersebut hidung dan telingan Engeline mengeluarkan darah.

Setelah itu Margriet menyuruh pembantunya, Agus Tay untuk menguburkan mayat Engeline dengan iming-iming uang Rp 200 juta.

Margriet pun menyuruh Agus untuk menyalakan rokok dan menyudutkannya ke tubuh Engeline.

Setelah dipastikan tewas, mayat Engeline dikubur ke lubang di dekat kandang ayam.

Atas kasus tersebut, Agus Tay divonis 12 tahun penjara dengan denda Rp 1 miliar (subsider 6 bulan penjara) pada Selasa, 2 Februari 2016.

Dua hari kemudian, Margriet dituntut dengan penjara seumur hidup.

(*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mengenang Engline, Bocah 8 Tahun yang Dibunuh Sadis di Bali Tujuh Tahun Lalu".

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved