Berita Denpasar
Bahasa Bali Tidak Diajarkan di Rumah, Tu Ajik Rai Khawatir Masatua Bali Akan Punah
Masatua Bali merupakan salah satu karya budaya asli orang Bali. Berasal dari kata “satua” dalam bahasa bali yang artinya cerita, masatua diartikan me
Penulis: Putu Yunia Andriyani | Editor: Harun Ar Rasyid
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Masatua Bali merupakan salah satu karya budaya asli orang Bali.
Berasal dari kata “satua” dalam bahasa bali yang artinya cerita, masatua diartikan menceritakan atau mendongeng.
Cerita yang diceritakan pun merupakan cerita rakyat orang Bali yang diwariskan turun-temurun.

Budaya ini tetap eksis di setiap zaman, dari generasi ke genarasi dengan berbagi dinamikanya.
Ida Bagus Rai Putra, selaku akademisi yang bergerak dalam bidang budaya Bali ini kemudian menjelaskan lebih dalam terkait Masatua Bali.
Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana ini mengatakan sifat dan nilai Masatua Bali adalah universal.
Artinya masatua atau mendongeng yang bisa saja dimiliki oleh setiap suku bangsa yang disesuaikan dengan kebudayaan dari masing-masing daerah tersebut.
“Kalau masatua Bali sendiri tentu harus menggunakan bahasa Bali dengan ciri khas rakyat Bali.
Penuturannya sendiri akan menceritakan kejadian-kejadian yang ada di Bali.
Bisa juga tentang kehidupan yang melekat dengan masyarakat Bali,” ujar Ida Bagus Rai Putra.
Laki-laki yang akrab disapa Tu Ajik Rai menambahkan masatua Bali harus memiliki kemasan yang menarik.
Tujuannya agar masyarakat bisa terhibur dan edukasi yang disampaikan bisa diterima dengan baik.
Banyak pesatua atau pendongeng yang menyisipkan gendingan-gendingan berupa lagu-lagu Bali atau syair yang dinadakan.
Keterampilan ini menjadi faktor penentu pembawaan dongeng yang akan diceritakan.
“Pembawa cerita yang bisa saja memiliki kemampuan tambahan untuk bercerita, misalnya dengan melantunkan lagu.
Ditambah dengan gerak-geriknya yang cocok dengan isi cerita tentu adalah nilai lebih dari satua Bali.
Nah ini semua bisa dipelajari dan dilatih. Kalau bakat tak dilatih juga kan sama saja,” tambahnya.
Keberadaan Masatua Bali ini akan menghadapi berbagai tantangan, yang pertama adalah Bahasa Bali.
Krisis bahasa yang hanya dipelajari di sekolah membuat Tu Ajik Rai khawatir dengan keberadaan budaya Bali ini.
Padahal, dasar dari masatua Bali adalah bahasa Bali itu sendiri, mulai dari kosa kata, literasi, dan chemistry.
Selain turun temurun, dongeng yang akan diceritakan saat masatua Bali berasal dari literasi atau wacana berbahasa Bali.
Jika seseorang tidak paham dengan literasi atau wacana tersebut, tentu akan menyulitkan ia dalam masatua Bali.
Kosa kata sendiri juga sangat penting karena penuturan dalam bahasa Bali akan sulit apabila tidak memiliki kosa kata yang cukup.
Dengan minimnya kemampuan berbahasa Bali tentunya akan membuat seseorang kurang percaya diri dan sulit menemukan chemistry dalam menyampaikan cerita.
Oleh karena itu, ia berharap para orang tua bisa mulai membiasakan berbahasa Bali dengan anaknya di rumah.
Tidak hanya berhenti sampai di situ, masatua Bali masih mendapati tantangan lain, yaitu kemajuan teknologi.
Namun, hal ini masih bisa ditoleransi dan menjadi peluang untuk keberadaan masatua Bali.
Perkembangan teknologi yang terjadi saat ini juga selalu yogyanya dimanfaatkan untuk meningkatkan kapasitas atau kemampuan anak anak.
Khususnya dalam belajar berbahasa Bali dan belajar masatua Bali.
Melalui teknologi yang dapat menjangkau banyak orang juga menjadi kesempatan untuk mengenalkan budaya ini, tidak hanya domestik, namun juga ke mancanegara.
“Sepanjang kita bisa eksis dengan lingkungan dan pengetahuan sepanjang itupun masatua Bali akan dilstarikan.
Berbagai macam teknologi yang ada sepatutnya digunakan untuk menjadi media dalam melakukan promosi satu Bali ini.
Misalnya melalui saluran YouTube, tik tok, dan media sosial lainnya,” jelasnya.
Hal senada juga dikatakan saat mengetahui adanya seni modern dengan pola yang sama seperti masatua Bali.
Menurutnya, jika dilihat dari sisi positif, kondisi merupakan peluang bagi masyarakat Bali untuk menyisipkan satua Bali dalam kemajuan atau dalam moderenisasi.
“Satua Bali yang mungkin berasal dari lontar dan tutur turun-temurun m bisa saja menjadi materi untuk cerita modern.
Itu kita sebut dengan learning to blended dan bersifat hybriding, artinya materinya tradisional namun wahananya modern.
Kemudian itu dikemas dengan sedemikian rupa tentu hal ini akan menarik dan orang-orang akan melek dengan keberadaan satua Bali,” ungkapnya.
Sebagai seorang akademisi, Tu Ajik Rai berencana melakukan penelitian-penelitian tentang satua Bali, tentunya dengan ruang yang sudah disediakan.
Penelitian itu diharapkan dapat diakses oleh masyarakat, khususnya para mahasiswa sebagai bentuk pembinaan.
Ia berharap seluruh pihak dapat ikut serta untuk melestarikan masatua Bali dengan saling belajar dan mengajari.
Pelestariannya pun bisa dilakukan dari top to down dan bottom to up, mulai dari pemerintah sebagai pemegang kebijakan dan masyarakat sebagai implementasinya.
Dengan adanya Lomba Masatua Bali dalam acara Pesta Kesenian Bali (PKB) tahun 2022 turut mendukung pelestarian budaya.
Diharapkan, lomba ini dapat diikuti oleh peserta dengan baik dan tentunya masyarakat juga antusias untuk menyaksikan para peserta. (yun)