Berita Nasional
Bahaya Jika RKUHP Disahkan, Dewan Pers: Ini Perangkat Pembungkaman Media Massa
Pemerintah dan DPR hanya akan memberikan perangkat untuk pembungkaman media massa jika RKUHP disahkan.
TRIBUN-BALI.COM - Ketua Komisi Hukum Dewan Pers Arif Zulkifli khawatir apabila RKUHP disahkan.
Pemerintah dan DPR hanya akan memberikan perangkat untuk pembungkaman media massa jika RKUHP disahkan.
Perangkat tersebut rawan digunakan para pihak yang terganggu atas kritik yang dilakukan media massa.
Arif Zulkifli menegaskan kebebasan pers harus dipertahankan. Maka kini saatnya mempertahankan kebebasan itu.
"Dengan disahkannya RKUHP pemerintah dan penyelenggara negara karena di dalamnya termasuk DPR memberikan satu perangkat kepada mereka yang terganggu oleh sebuah kritik media massa untuk membungkam kemerdekaan pers, dan membungkam media massa tersebut.
Ini yang menurut saya sangat berbahaya," kata Arif dalam konferensi pers terkait posisi Komite Keselamatan Jurnalis dan Organisasi Masyarakat Sipil terhadap RKUHP di kanal Youtube Amnesty International Indonesia, Senin 18 Juli 2022.
Baca juga: Kontroversi RKUHP, Terancam Penjara Jika Hina Pemerintah, Presiden dan Wapres
Arif menjelaskan, sejumlah pasal dalam RKUHP mengancam pers nasional. Meskipun, pasal-pasal yang dipersoalkan adalah pasal lama dan sejauh ini belum ada presedennya.
Namun, kata dia, tidak bisa dikatakan sebuah pasal tidak membahayakan hanya karena presedennya belum ada. Arif menilai, pandangan tersebut adalah sesat berpikir.
Dengan kontroversi RKUHP ini, setiap kemungkinan perlu diantisipasi agar kebebasan pers bisa dijaga dan dipelihara terus.
"Jadi tidak dengan mengatakan belum ada korbannya. Korban tentu saja sudah ada. Tadi sudah disampaikan tentang Rakyat Merdeka beberapa tahun lalu.
Belum lagi kalah kita bicara tentang UU ITE. Saya kira tiga atau dua jurnalis pernah juga dijatuhi hukuman dengan menggunakan UU ITE," kata Arif.
Arif melanjutkan apabila RKUHP disahkan dan menjadi sikap umum dari masyarakat maka yang terjadi adalah muncul kecemasan di kalangan media massa.
Kecemasan di kalangan media massa, kata dia, akan membuat mereka melakukan self censorship.
Apabila media melakukan self censorship, lanjut dia, maka yang dirugikan adalah masyarakat secara luas.
Hal tersebut, kata dia, karena tugas atau peran dari kebebasan pers adalah memastikan bahwa segala sesuatu yang menyangkut kepentingan masyarakat atau publik harus diketahui oleh publik.
Kebebasan informasi publik, kata dia, telah diatur dalam UUD 1945, UU Pers, dan UU tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Aturan tersebut, kata dia, intinya publik berhak tahu apapun yang menyangkut kepentingan mereka sebagai publik.
Karena publik tidak punya alat atau tangan untuk itu, lanjut dia, "wewenang tersebut dipinjamkan" kepada pers.
Dengan demikian, kata dia, pers diberi wewenang untuk menjalankan hak publik untuk tahu.
Oleh karena itu, prinsip dasar dari kerja jurnalistik adalah hak publik untuk tahu.
Meskipun pers diberi wewenang yang demikian besar, lanjut dia, pers tidak boleh sewenang-wenang.
Oleh karena itu, di dalam kerja pers diatur kode etik jurnalistik yang mesti dijalankan dan di sisi lain pers diberi wewenang yang sangat besar oleh konstitusi untuk menyampaikan informasi publik.
Penyalahgunaan atau sikap cedera atas kode etik jurnalistik itu, kata dia, dijalankan dan dimediasikan oleh Dewan Pers.
Oleh karena itu, kata dia, kalau ada masyarakat yang keberatan terhadap suatu peliputan pers dan mengadu kepada Dewan Pers, maka dilakukan mediasi dan kepada media massa kemudian diberi ganjaran berupa ganjaran etik.
"Meminta maaf, merevisi berita, menulis ulang sebuah berita dan seterusnya. Jadi kesalahan kata-kata dibalas dengan perbaikan kata-kata, bukan dengan hukuman badan seperti yang kita cemaskan kalau RUU KUHP ini disahkan," kata Arif.
"Saya kira bangunan inilah yang mesti kita sadari bersama-sama, kawan-kawan pers, teman-teman semua, bahwa komunitas pers terancam sangat serius dengan RKUHP ini," lanjut dia.
Komite Keselamatan Jurnalis Bersurat ke DPR
Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) akan segera melayangkan surat ke DPR untuk meminta draf RKUHP yang telah dikirimkan pemerintah ke DPR dibuka kepada publik secara resmi.
Zaky Yamani dari Amnesty International Indonesia yang juga merupakan bagian dari KKJ mengatakan masyarakat telah berupaya untuk meminta draf RKUHP kepada pemerintah sebelum draf tersebut diserahkan kepada DPR.
Namun demikian, kata dia, pemerintah dalam pernyataannya mengatakan tidak akan membuka draf KUHP tersebut sebelum diserahkan kepada DPR.
Kata dia hal tersebut menimbulkan pertanyaan bagi publik mengingat RKUHP ramai dibincangkan publik.
Hal tersebut disampaikannya dalam konferensi pers terkait posisi Komite Keselamatan Jurnalis dan Organisasi Masyarakat Sipil terhadap RKUHP di kanal Youtube Amnesty International Indonesia, Senin 18 Juli 2022.
"Kami dari Komite Keselamatan Jurnalis akan segera melayangkan surat permohonan keterbukaan informasi publik terkait dengan draf final yang sudah diserahkan oleh pemerintah kepada DPR di awal bulan ini," kata Zaky.
Zaky mengatakan masyarakat gelisah terhadap isi RKUHP. Ia pun mengingatkan bahwa RKUHP telah memicu aksi unjuk rasa penentangan yang telah menimbulkan korban pada 2019 lalu.
"Rupanya kejadian 2019 ini tidak cukup menjadi contoh bagi pemerintah bahwa keterlibatan bermakna bagi publik itu sangat penting dalam menyusun sebuah peraturan UU yang akan berdampak luas kepada publik sampai kepada level personal sebetulnya," kata dia.
Ia menjelaskan, draf RKUHP yang sudah final perlu dibuka ke publik agar publik punya kesempatan untuk melakukan kritik, dan memberikan masukan.
Namun demikian, kata dia, partisipasi yang bermakna oleh publik telah ditutup pemerintah.
"Pemerintah waktu itu kan hanya melakukan semacam rangkaian diskusi yang itu dianggap sebagai partisipasi yang bermakna buat publik dari sisi pemerintah. Tapi dari sisi kami sebagai masyarakat sipil, terutama dari kami Komite Keselamatan Jurnalis, itu saja tidak cukup," kata dia.
"Karena walaupun pemerintah sudah keliling untuk melakukan diskusi toh drafnya sendiri tidak dibagikan kepada masyarakat. Sehingga masyarakat tidak punya kesempatan sama sekali untuk membaca apa saja aturan-aturan yang ada di dalam RKUHP yang akan berdampak pada kehidupan mereka, kehidupan masyarakat, termasuk di dalamnya kami, dari komunitas pers," lanjut dia.
Persoalan lain menurutnya adalah meski draf RKUHP yang disebut sebagai versi final telah beredar di publik belakangan ini, namun baik pemerintah maupun DPR tidak ada yang menyatakan bahwa draf tersebut merupakan draf resmi yang diberikan pemerintah kepada DPR.
Pihaknya khawatir draf tersebut di kemudian hari dinyatakan bukan merupakan draf final yang dimaksud.
"Itu pernah kejadian ketika kami mencoba memberikan masukan dan kritik terhadap revisi UU ITE. Masyarakat sipil sudah melakukan kajian panjang lebar, memberikan DIM kepada DPR, tapi ternyata draf yang diberikan kepada DPR itu berbeda dengan apa yang sudah beredar di masyarakat sipil. Kami tidak ingin itu terulang lagi," kata dia.
Ia pun heran mengapa pemerintah terkesan bermain kucing-kucingan atau petak umpet dengan masyarakat terkait urusan yang sangat berkaitan dengan kepentingan publik.
Oleh karena itu, kata dia, pihaknya mengajukan permohonan keterbukaan informasi terkait draf RKUHP yang telah diterima DPR dari pemerintah.
"Kami mengajukan permohonan keterbukaan informasi publik kepada DPR agar DPR memang memberikan secara resmi draf itu. Sehingga kami bisa lihat apakah memang draf yang dipegang DPR sama dengan draf yang dipegang oleh publik," kata dia.
Ia berharap DPR mau menjawab dan merespons permohonan tersebut sehingga masyarakat sipil bisa ikut berpartisipasi dalam memberikan kritik dan masukan terhadap RKUHP.
"Kami memohon kepada DPR untuk merespon surat permohonan KIP kami. Dan tolong bukalah partisipasi yang bermakna itu," kata dia.
"Jangan lagi mengeluarkan statement-statement yang seakan-akan draf itu sudah final, sudah tidak bisa diapa-apain lagi. Padahal kan kenyataannya masyarakat sipil punya banyak sekali daftar pasal-pasal bermasalah," lanjut Zaky. (*)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Dewan Pers: Pemerintah dan DPR Beri Perangkat Untuk Bungkam Media Massa Bila RKUHP Disahkan.