Berita Badung
Pasar Hewan Beringkit Belum Maksimal, Perumda Pasar Minta Pasar Liar di Sejumlah Daerah Ditertibkan
Transaksi Sapi di Pasar Hewan Beringkit Belum Maksimal, Perumda Pasar Minta Pasar Liar di Sejumlah Daerah Ditertibkan
Penulis: I Komang Agus Aryanta | Editor: Harun Ar Rasyid
TRIBUN-BALI.COM, MANGUPURA - Transaksi sapi di Pasar Hewan Beringkit sampai saat ini belum maksimal.
Pasar hewan terbesar di Bali itu pun menilai jumlah transaksi masih dibawah 50 persen dari sebelum adanya Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).
Kendati demikian, transaksi sudah menunjukan tren peningkatan.

Hanya saja pihak Perumda Pasar Mangu Giri Sedana meminta pasar liar di sejumlah daerah ditertibkan.
Pasalnya diduga banyak pasar yang tidak terpantau melakukan penimbangan sapi diluar pasar hewan beringkit.
Dari informasi yang didapat, Perumda berhasil mencatat transaksi sebanyak 380 ekor sapi pada Minggu 26 Oktober 2022 lalu.
Hanya saja, pihak Perumda Pasar mengakui jumlah transaksi ini masih jauh dari jumlah yang biasa dibukukan kisaran 800 sampai 1000 ekor sapi tiap kali pasar dibuka.
Direktur Operasional Perumda Pasar Mangu Giri Sedana I Wayan Astika menyatakan hampir empat kali hari pasaran sudah ada trend peningkatan jual beli sapi di Pasar Sapi Beringkit.
Hanya saja untuk menembus angka transaksi sebelum PMK masih sangat jauh.
"Iya, dua minggu dibuka, transaksi perlahan sudah ada kenaikan. Tapi, masih jauh dari angka sebelum PMK, bahkan masih dibawah 50 persen," ujarnya Rabu 19 Oktober 2022.
Diakui, sapi yang diperjualbelikan sebagian besar berasal dari daerah Kabupaten Negara, Tabanan dan Buleleng.
Astika menduga belum ramainya penjualan sapi lantaran ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi agar bisa masuk ke Pasar Sapi Beringkit.
Semua itu, meliputi surat keterang asal sapi, kartu vaksin dan surat keterangan sehat hewan. Tanpa tiga dokumen ini maka sapi tidak bisa masuk Pasar Sapi Beringkit.
"Untuk mencegah penyebaran PMK kita di Pasar Sapi Beringkit memang ketat.
Sapi yang masuk harus ada surat keterangan asal, divaksin dan ada surat sehatnya. Kalau tanpa itu kita tolak," kata Astika.
Pria asal Bongkasa, Abiansemal ini juga berharap instansi terkait bisa menertibkan pasar sapi liar yang belakangan mulai marak.
Pasalnya, pasar liar yang memperjualbelikan sapi ini selain menjebol transaksi di Pasar Hewan Beringkit juga berimbas pada populasi sapi Bali.
Sebab, pasar liar yang dicurigai muncul di sejumlah daerah di Bali turut menjual sapi betina produktif untuk dipotong.
Menurut informasi pasar liar itu terdapat di wilayah Kabupaten Karangasem, sehingga instansi terkait harua melakukan peninjauan. "Jangan sampai kita di Beringkit yang memperketat, di pasar liar itu bebas. Sehingga sapi mudah lalulalang," tegasnya.
"Jadi, kami menduga ada pasar liar di sejumlah kabupaten. Adanya pasar liar ini tentu menurunkan pendapatan kami sampai 50 persen. Selain itu kami khawatir disana sapi produktif juga dijual untuk dipotong," sambungnya.
Namun dirinya juga tidak menampik, jika saat ini banyak sapi belum bisa masuk ke Pasar Sapi Beringkit lantaran belum disuntik vaksin.
"Dugaan kami petani sulit jual sapi karena belum divaksin. Mungkin di Badung saja vaksin sudah banyak, tapi kalau di daerah lain vaksinnya belum merata, sehingga petani ada kendala saat mau jual," terangnya.
Terkait hal ini, pihaknya pun berharap pos Kesehatan Hewan (Keswan) yang dibangun Pemerintah Provinsi dan Pemkab Badung di Pasar Hewan Beringkit bisa difungsikan untuk membantu petani yang belum mengantongi sertifikat vaksin dan surat keterangan kesehatan hewan.
"Pos Keswan di pasar sudah ada, tapi belum melayani itu. Harapan kami kedepan itu dimaksimalkan sehingga memudahkan petani. Bagi yang belum vaksin bisa langsung vaksin disini," imbuhnya. (*)