Dewan Pakar BPIP: Pancasila Menginspirasi KTT G20
BPIP kembali menggelar Seminar Pancasila 2022 yang menunjukkan diplomasi Pancasila sebagai solusi perdamaian dunia dan kesejahteraan internasional.
Penulis: Fransisca Andeska Gladiaventa | Editor: AMALIA PURNAMA SARI
TRIBUN-BALI.COM – Dewan Pakar Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Bidang Strategi Hubungan Luar Negeri Dr Darmansjah Djumala mengatakan, diplomasi Pancasila terlihat jelas saat pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Group of Twenty (G20) di Bali 15-16 November 2022.
Lalu apakah diplomasi Pancasila di KTT G20 tersebut berhasil? Terkait hal ini, Darmansjah Djumala menyatakan, terdapat tiga dimensi untuk melihat keberhasilan diplomasi suatu ideologi, yaitu tataran kenegaraan, partisipasi negara-negara dalam tataran substansi, dan tataran masyarakat.
“Apabila dilihat dalam tata negara, KTT G20 adalah suatu perhelatan akbar yang mempertemukan dua pihak berseteru, sehingga tidak mudah dilakukan,” ungkap Djumala dalam keterangan pers yang diterima Tribun-Bali.com, Selasa (22/11/2022).
Hal tersebut disampaikan Djumala dalam acara seminar episode kelima “Seminar Pancasila 2022” yang diselenggarakan oleh BPIP dan Kompas TV secara hybrid di Universitas Udayana, Bali, pada Senin (21/11/2022).
Djumala menjelaskan, keberhasilan tidak hanya menghasilkan deklarasi, tetapi juga aksi nyata (tangible result) untuk hal kemanusiaan. Apalagi, saat melakukan musyawarah di G20, nilai Pancasila terlihat begitu jelas terutama dalam substansi membangun ekosistem kesehatan yang menghasilkan pandemic fund.
“Hasil tersebut menunjukkan sosial kemanusiaan yang menekankan pluralitas serta keadilan sosial sebagai nilai-nilai yang dipancarkan Pancasila di dalam G20. Jadi, Pancasila akan terasa di dalam tataran masyarakat,” jelas Djumala.
Ia melihat adanya inspirasi nilai Pancasila yang dihasilkan di G20, yakni pandemic fund yang nantinya akan diarahkan kepada negara-negara yang mengalami keterbatasan dalam mengakses alat-alat kesehatan. Dengan demikian, ada manfaat langsung untuk masyarakat sesuai sosial kemanusiaan dan keadilan sosial yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
“Keberadaan nilai Pancasila dan manfaatnya bagi masyarakat sudah diatur dalam perhelatan G20. Hal ini tidak terlepas dari peran besar Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi. Dalam penyelenggaraan G20, Presiden Jokowi dianggap berhasil dalam upaya mempertemukan pihak yang berseteru,” ujar Djumala.
Selain itu, Djumala mengatakan, Menlu Retno juga berhasil dalam mempertemukan Menlu Amerika dan Menlu Rusia. Di sisi lain, Presiden Jokowi juga berhasil membuat deklarasi yang disetujui oleh semua peserta dan Indonesia berperan sebagai penghubung sejumlah negara melalui jalur kompromi.
“Dari sana terlihat bahwa nilai-nilai Pancasila terutama pesan perdamaian yang diterapkan dalam skala internasional. Diharapkan, untuk ke depannya akan memberikan inspirasi bagi bangsa lain di dunia untuk turut menerapkannya,” kata Djumala.
Pada seminar tersebut, Wakil Komandan Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian (PMPP) Tentara Nasional Indonesia (TNI) Brigjen Heru Langlang Buana mengatakan, pada G20, Presiden Jokowi berkali-kali telah menggaungkan “stop the war”.
Dengan demikian, kata dia, Indonesia dapat berperan besar dalam rangka perdamaian dunia. untuk itu, peran TNI dalam perdamaian skala internasional yang sesungguhnya ada di level operasional.
“Untuk para anggota TNI yang bertugas ke suatu daerah misi tertentu dalam rangka mendukung tercapainya cita-cita perdamaian harus penuh persiapan, termasuk dalam hal politik negara. Kami mendukung dengan menyiapkan dan membantu penyerapan pasukan-pasukan yang akan dikirimkan ke daerah misi, mulai dari mendukung pelaksanaan seleksi, pelatihan dan rotasi, hingga monitoring setiap pelaksanaan kegiatan di lapangan,” ujar Heru.
Menurut Heru, TNI telah menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam rangka mendukung misi perdamaian yang sesuai dengan mandat dari Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB).
Tugas tersebut sudah ditentukan semua, mulai dari perlindungan dan membantu masyarakat sipil, menghindari terjadinya konflik, membangun supremasi hukum, hingga pemberdayaan wanita.