Serba Serbi
Buda Kliwon Gumbreg Bertepatan dengan Kajeng Kliwon, Apa Makna dan Bagaimana Pelaksanaannya?
Buda Kliwon Gumbreg, Kajeng Kliwon Uwudan merupakan hari baik untuk menghidupkan ilmu hitam atau pengiwa.
Penulis: Putu Supartika | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Rabu 30 November 2022, merupakan Buda Kliwon Gumbreg.
Selain itu, juga bertepatan dengan Kajeng Kliwon.
Kajeng Kliwon ini dirayakan setiap 15 hari sekali.
Berdasarkan pertemuan antara Tri Wara terakhir yakni Kajeng dengan Pancawara terakhir yakni Kliwon.
Baca juga: Kajeng Kliwon Pamelas Tali, Ini Kisah Watugunung dan Kaitan Dengan Piodalan Saraswati
Sedangkan Buda Kliwon Gumbreg dirayakan setiap enam bulan sekali yang merupakan pertemuan antara Saptawara Buda (Rabu), Pancawara Kliwon, dan Wuku Gumbreg.
Hari raya Kajeng Kliwon ini dianggap keramat di Bali.
Dalam buku Pokok-pokok Wariga karya I. B. Suparta Ardhana disebutkan Kajeng Kliwon Uwudan merupakan hari baik untuk menghidupkan ilmu hitam atau pengiwa.
Terkait Pancawara Kliwon, dalam Lontar Sundarigama disebutkan
Nihan taya amanah, kunang ring panca terane, semadi Bhatara Siwa, sayogia wong anadaha tirtha gocara, ngaturaken wangi ring sanggar, muang luwuring paturon maneher menganing akna cita.
Wehana sasuguh ring natar umah, sanggar, ring dengen, dening sega kepel duang kepel dadi atanding, wehakna ada telung tanding, iwaknia bawang jae.
Kang sinambat ring natar, Sang Kala Bucari.
Ring sanggar Bhuta Bucari.
Ne ring dengen, Sang Durga Bucari
Ika pada wehana labaan, nangken kaliyon, kinon rumaksa umah, nimitania. Pada anemu sadia rahayu. Kunang yan kala biyantara keliyon, pakerti tunggal kayeng lagi.
Ini berarti saat Pancawara Kliwon, merupakan payogan atau beryoganya Bhatara Siwa.
Pada saat ini sepatutnya melakukan penyucian dengan mempersembahkan wangi-wangian bertempat di merajan, dan diatas tempat tidur.
Sedangkan di halaman rumah, halaman merajan dan pintu keluar masuk pekarangan rumah, patut juga mempersembahkan segehan kepel dua kepel menjadi satu tanding, dan setiap tempat tersebut, disuguhkan tiga tanding yaitu:
Di halaman merajan, kepada Sang Bhuta Bhucari.
Di pintu keluar masuk, kepada Sang Durgha Bhucari.
Dan untuk di halaman rumah, kepada Sang Kala Bhucari.
Maksud persembahan berupa labaan setiap Kliwon ini untuk menjaga agar pekarangan serta keluarga semuanya mendapat perlindungan dan menjadi sempurna.
Sementara untuk Kajeng Kliwon juga disebutkan:
Kadi ring keliyon nemu atutan kewala tambahane sega warna limang warna, dadi awadah, ring dengen juga genahing caru ika, ika sanding lawang ring luur, aturane canang lenga wangi burat wangi, canang gantal, astawakna ring Durga Dewem, ne ring sor, ring Durga Bucari, Kala Bucari buta Bucari, palania ayu paripurna sira aumah, yania tan asiti mangkana I Buta Bucari, aminta nugeraha ring Bhatari Durga Dewem, mangerubadin sang maumah, angadakakan desti, aneluh anaranjana, mangawe gering sasab merana, apasang pengalah, pamunah ring sang maumah, muang sarwa Dewa kabeh, wineh kinia katadah da waduanira Sang Hyang Kala, nguniweh sewaduanire Dewi Durga, tuhunia mangkana, ayua sira alpa ring wuwus manai.
Sementara itu pada hari raya Kajeng Kliwon, untuk upakaranya sama seperti pada hari Kliwon, hanya tambahannnya yaitu segehan lima warna lima tanding.
Pada samping kori sebelah atasnya dipersembahkan canang wangi-wangi, burat wangi, canang yasa, dan yang dipuja ialah Hyang Durga Dewi.
Yang disuguhkan di bawahnya untuk Sang Durga Bhucari, Kala Bhucari, Bhuta Bhucari, dengan tujuan agar berkenan memberikan keselamatan kepada penghuni rumah.
Jika tidak melakukan hal itu, maka Sang Kala Tiga Bhucari akan memohon penugrahan kepada Bhatara Durga Dewi, untuk mengganggu penghuni rumah, dengan jalan mengadakan gering atau penyakit dan mengundang kekuatan black magic, segala merana, mengadakan pemalsuan, yang merajalela di rumah, yang mana mengakibatkan perginya para Dewata semuanya, dan akan memberi kesempatan para penghuni rumah disantap oleh Sang Hyang Kala bersama-sama dengan abdi Bhatara Durgha.
Dalam buku Pokok-pokok Wariga karya I. B. Suparta Ardhana disebutkan ada jenis Kajeng Kliwon Uwudan dan Kajeng Kliwon Enyitan.
Kajeng Kliwon Uwudan merupakan hari baik untuk menghidupkan ilmu hitam atau pengiwa.
Dan untuk Kajeng Kliwon Enyitan merupakan hari baik untuk membuat sasikepan (jimat) atau sesuatu yang berkekuatan gaib.
Kajeng Kliwon Uwudan ini adalah Kajeng Kliwon yang diperingati setelah Purnama, sedangkan Kajeng Kliwon Enyitan dilaksanakan setelah Tilem.
Selain itu adapula Kajeng Kliwon Pamelastali atau Kajeng Kliwon yang dilaksanakan saat hari Minggu wuku Watugunung.
Sedangkan Buda Kliwon ini merupakan hari saat pesucian Sang Hyang Ayu.
Dalam lontar Sundarigama disebutkan sebagai berikut.
Buda Kliwon pasucian Sang Hyang Ayu, kalingania astiti Hyang Mami Nirmala, prakertinia canang yasa wangi-wangi, kembang payas, ring luuring aturu, muang ring sanggar.
Buda Kliwon merupakan hari pesucian Sang Hyang Ayu, yakni ngastuti Hyang Nirmala Jati.
Adapun bantennya yakni canang yasa, dan wanagi-wangi.
Juga menghaturkan kembang payas di atas tempat tidur, dan di sanggah.
Lalu apa yang mesti dilaksanakan saat Buda Kliwon?
Laksanania angesti kayowananing tri mandala pakenan ia tunggal ayuning sarira kapertama, kaping ruania ayuning sang sanak sarwaning numadi, katigania ayuning praja mandala.
Artinya pada saat ini dilaksanakan pemujaan untuk keselamatan di Tri Mandala.
Tujuannya yaikni yang pertamanya ialah keselamatan untuk diri sendiri.
Yang kedua ialah keselamatan sanak keluarga seketurunan.
Serta yang ketiga, ialah keselamatan negara. (*).
Kumpulan Artikel Bali