Berita Denpasar
Sempat Jatuh Saat Pandemi, Ini Empat Pilar Bangun Pariwisata Berkelanjutan di Bali dalam New Normal
Sempat Jatuh Saat Pandemi, Ini Empat Pilar Bangun Pariwisata Berkelanjutan di Bali dalam New Normal
Penulis: Putu Yunia Andriyani | Editor: Fenty Lilian Ariani
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Sudah lumrah, Bali menjadi destinasi wisata yang paling dikagumi masyarakat di dunia.
Selain alamnya, keunikan berbagai macam budaya Bali menjadi magnet kuat dalam menarik wisatawan baik domestik maupun mancanegara.
Sempat jatuh saat pandemi, kini pariwisata Bali mulai bangkit dan pulih secara bertahap.
Berbagai destinasi dan dukungan infrastruktur terus dikembangkan di Bali guna mendukung berjalannya pariwisata.
Amol Titus selaku CEO IndonesiaWISE pariwisata Bali perlu memperhatikan hal-hal penting dalam pengembangan pariwisata.
Menurutnya, sangat penting bagi Bali untuk mengadopsi praktik pengembangan pariwisata berkelanjutan yang menjadi relevan di era new normal.
“Dalam framework IndonesiaWISE untuk pariwisata berkelanjutan ada empat dimensi yang perlu diperhatika.
Empat dimensi itu adalah ekonomi, budaya, lingkungan, dan sosial,” kata Amol Titus.
Amol Titus menjelaskan keempat dimensi tersebut selaras dengan prinsip pariwisata berkelanjutan dari United Nation juga pemerintah Indonesia.
Belakangan ini pula, keempat pilar tersebut sudah sangat relevan untuk Bali yang mengedepankan budaya.
Dimensi pertama yang dijelaskan adalah budaya untuk pariwisata berkelanjutan.
Amol mengatakan budaya merupakan aspek unik untuk menarik wisatawan datang ke sebuah daerah.
Budaya memberikan kesempatan untuk para wisatawan bisa mengeksplorasi lebih dalam tentang suatu daerah.
Di dalam budaya memuat berbagai aspek lainnya seperti kuliner, cenderamata, musik, dan agama yang masing-masing mempunyai keunikan.
“Budaya merupakan salah satu magnet yang sangat kuat dan sebenarnya bisa berdiri sendiri tanpa ada dukungan.
Tapi kalau ada dukungan jelas akan lebih maksimal,” tambah Amol.
Berbeda dengan sosial yang memerlukan dukungan aspek lainnya.
Seperti perhotelan yang tidak cukup dengan menerapkan best practice dalam menjaga lingkungan.
Perhotelan bisa mendukung implementasi pariwisata dengan menyediakan cinderamata dan perabotan yang alami dan asli Bali.
Contoh lain bisa diterapkan pada UMKM dan koperasi yang tidak cukup dengan dukungan pemesanan barang, tetapi juga dengan edukasi.
Mereka membutuhkan dukungan dengan edukasi sehingga bisa mengembangkan produk untuk meningkatkan standardisasi implementasi.
“Kita ga cukup memesan barang saja, tetapi perlu edukasi terkait dengan produk ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Tidak sekedar memberikan informasi persyaratan ramah lingkungan seperti apa, tapi kita bimbing mereka, beri tahu trend saat ini,” tambahnya.
Pada dimensi lingkungan, CEO IndonesiaWISE ini menegaskan untuk tidak fokus pada keindahannya saja, namun juga pada permasalahannya.
Banyak destinasi unik di Bali seperti di pantai dan hutan, namun terkadang permasalahannya seperti degradasi dan sampah kerap dilupakan.
Bali perlu menentukan tujuan lingkungan murni sebagai bagian dari kehidupan pariwisata.
“Kalau tujuannya sudah lingkungan murni maka ini akan menjadi magnet kuat untuk pariwisata dan bermanfaat untuk masyarakat Bali dan juga wisatawan,” imbuhnya.
Untuk pengembangannya sendiri tidak semata-mata hanya membutuhkan peran satu pihak namun juga memerlukan partisipasi seluruh stakeholder.
Contoh kecil adalah merubah mindaey dan kebisaan dengan membawa botol minum sendiri dan mengurangi penggunaan kantong plastik.
Bisa juga menggunakan air yang diisi ulang, tidak hanya di kantor tetapi juga di restoran-restoran.
Untuk pengembangan dimensi ekonomi, Bali memerlukan program kerjanya yang berkelanjutan.
Seperti yang terjadi pada G20 sebelumnya, Amol menceritakan Bali mendapatkan dukungan dari luar negeri untuk mengembangkan pengelolaan sampah secara berkelanjutan.
Akses untuk keuangan juga bisa didapatkan apabila Bali bisa menerapkan energi terbarukan, serta menggunakan angkutan umum dan listrik.
Pengembangan pariwisata berkelanjutan inj seharusnya dilaksanakan di seluruh Bali dan tidak dijadikan sebagai sebuah trend belaka.
IndonesiaWISE telah meneliti dan berbagi bersama 100 stakeholder dari pihak perhotelan, museum, dan destinasi wisata lainnya.
IndonesiaWISE juga telah melihat kondisi 40 destinasi iconic yang ada di seluruh Bali untuk berbagi best practice dalam mengembangkan budaya.
Pada awal 2023, Amol Titus menuturkan pihaknya akan mengadakan workshop bersama dengan karyawan dan karyawati dari seluruh stakeholder.
Tujuannya sendiri adalah untuk memfokuskan dan menginformasikan secara detail dimensi-dimensi yang telah disebutkan, meningkatkan dan mengembangkan kompetensi mereka dalam mengembangkan pariwisata berkelanjutan.
Dengan demikian, kompetensinya dapat ditingkatkan dan dikembangkan untuk memaksimalkan pariwisata berkelanjutan di Bali. (*)