Erupsi Gunung Semeru
Pakar ITS: Erupsi Semeru Mustahil Picu Tsunami di Jepang
Erupsi Gunung Semeru di Lumajang, Jawa Timur, dikatakan peneliti bencana Institut Teknologi 10 November (ITS) tidak akan sampai ke Lautan.
TRIBUN-BALI.COM, JAKARTA - Erupsi Gunung Semeru di Lumajang, Jawa Timur, dikatakan peneliti bencana Institut Teknologi 10 November (ITS), DR Ir Amien Widodo MSi tidak akan sampai ke lautan.
Hal ini menepis pemberitaan akan kewaspadaan Jepang akan munculnya gelombang tsunami akibat erupsi Gunung Semeru di Jawa Timur yang terjadi pada Minggu (4/12) pagi.
"Tidak ada kemungkinan sampai tsunami ataupun letusan yang sampai lautan," ujar Amien.
Dikatakan Amien, gunung berapi di darat seperti Semeru laharnya tidak akan sampai bibir pantai.
"Sudutnya sudah datar sehingga tidak akan mungkin meletus sampai bibir pantai juga nggak mungkin. karena energinya berkurang," tegasnya.
Pemicu gelombang tsunami, menurutnya, akan terjadi jika gunung yang meletus berada di lautan seperti Krakatau dan gunung api dasar laut di Pasifik.
"Jepang memang mewaspadai karena khawatir akan ada Tsunami karena ada gunung berapi di Pasifik yang bersebelahan dengan Jepang, yakni gunung Hunga di pulau Tonga," lanjutnya.
Untuk saat ini status gunung Semeru paling akurat hanya bisa diberikan pos pantau.
Sementara itu, Badan Meteorologi Jepang menyerukan status siaga akan ancaman tsunami, menyusul erupsi gunung Semeru.
Baca juga: Usai Erupsi Gunung Semeru, Jepang Pasang Status Siaga Tsunami, Ada Apa?
Badan cuaca Jepang memperingatkan bahwa tsunami dapat menerjang dua wilayahnya yakni pulau Miyako dan Yaeyama di prefektur selatan Okinawa pada Minggu siang pukul sekitar pukul 14.30 waktu setempat, apabila guguran lava dan guncangan gempa terus terjadi.
Badan Meteorologi Jepang saat ini terus melakukan investigasi mengenai apakah erupsi Semeru menimbulkan tsunami di wilayahnya.
Menurut BMKG Jepang seperti dikutip Japan Times, potensi munculnya gelombang tsunami di wilayahnya ada.
Namun, berapa ketinggian gelombang tsunami yang akan muncul, belum dapat diketahui.
Aktivitas gunung tertinggi di Pulau Jawa, yakni Gunung Semeru, meningkat seiring terjadinya erupsi yang disertai awan panas guguran pada Minggu (4/12) pukul 02.46 WIB, dengan tinggi kolom erupsi mencapai 1.500 meter di atas puncak.
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMG) pun menyatakan status gunung berapi di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, itu telah dinaikkan dari Level 3 atau “Siaga” menjadi Level 4 atau “Awas”. Itu terhitung mulai pukul 12.00 WIB atau 13.00 WITA, Minggu (4/12).
Dampak dari erupsi tersebut mengakibatkan status Volcano Observatory Notice for Aviation atau VONA di sekitar Gunung Semeru menjadi merah.
Status warna merah tersebut berarti berbahaya dilintasi oleh pesawat di sekitar Gunung Semeru.
Namun VONA merah Gunung Semeru tersebut tidak berdampak terhadap penerbangan rute dari dan menuju Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali.
Baca juga: Gunung Semeru Kembali Erupsi, Kondisi Umat Hindu di Lumajang Aman dan Tidak Ada yang Terdampak
“Berdasarkan pantauan operasional Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali sampai dengan saat ini, operasional tetap berjalan dengan normal,” ujar General Manager Angkasa Pura I Bandara I Gusti Ngurah Rai, Bali, Handy Heryudhitiawan, Minggu (4/12).
“Kami juga sudah berkoordinasi dengan Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia atau AirNav Indonesia, bahwa penerbangan berjalan dengan normal. Sampai dengan saat ini, tidak ada dampak erupsi Gunung Semeru terhadap penerbangan dan operasional di Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali,” lanjut Handy.
Namun demikian, untuk Bandara Juanda di Surabaya dan Bandara Abdurahman Saleh di Malang, AirNav Indonesia menerbitkan peringatan Ashtam.
Itu sejenis Notam (Notice to Airmen) atau pemberitahuan untuk kalangan penerbangan, yang menginformasikan perubahan aktifitas gunung berapi, erupsi dan awan debu gunung berapi yang dapat berpengaruh terhadap pengoperasian pesawat udara.(tribun network/sof/wly)