Hari Raya Imlek
Tak Hanya Warga Tionghoa, Restoran dan Hotel di Bali Juga Beli Pernak-Pernik Imlek
Tak hanya warga Tionghoa, beberapa restoran dan hotel di Bali juga turut beli pernak-pernik khas untuk perayaan Hari Raya Imlek.
Penulis: Ni Luh Putu Wahyuni Sari | Editor: Putu Kartika Viktriani
TRIBUN BALI.COM, DENPASAR - Rupanya Hari Raya Imlek tak hanya dirayakan oleh warga Tionghoa saja namun juga semua kalangan.
Terbukti, penjual pernak-pernik Imlek sudah diburu dan rata-rata yang membeli pernak-pernik Imlek dari perusahaan, seperti hotel, restoran maupun bank.
Menyambut tahun Kelinci Air ini, antusias masyarakat lebih tinggi terlebih karena tidak ada lagi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Hal itu diungkap oleh Andi Wijaya, pemilik toko Mutiara Bali di Jalan Sutomo, Denpasar.
Menurutnya, tahun ini akan berbeda dengan dua tahun terakhir ini karena saat kondisi pandemi dilarang menggelar acara menyambut Tahun Baru Imlek karena tidak diizinkan membuat kerumunan.
“Dua tahun Covid-19 perayaan tertunda, PPKM sudah bebas sudah bisa kumpul-kumpul masyarakat lebih antusias jadi lebih meriah. Semua ikut menghias baik di rumah, kantor, perusahaan dimana pun semua ikut saat ini. Ya salah satunya menekan intoleran sekalian," katanya pada, Jumat 13 Januari 2023.
Hiasan yang paling banyak diburu tentunya lampion.
Benda berwarna merah ini biasa digantung sebagai simbol penerangan.
Baca juga: Sambut Imlek Tahun Kelinci Air, Khonhcu Bio Denpasar Bali Bagi-bagi Sembako
Selain itu, yang banyak dicari gantungan yang dipasang di dekat pintu.
Harga relatif dari Rp 5 ribu sampai 200 ribu.
Barang-barang yang dijual adalah impor dari Tiongkok.
Andi tidak menjual barang lokal karena baginya barang yang dibuat lokal jauh kualitasnya dari barang impor.
“Barang lokal tidak ada. Kalau lokal lampionnya kaku karena pakai bambu. Dia punya kain tebal, kalau gantung cepat menyerap debu jadi tidak menarik," tambahnya.
Selain itu, yang paling banyak diburu tentu amplop angpao yang harganya sekitar Rp 6 ribu, sampai Rp 8,5 ribu.
Motif angpao yang dijual tentu berwarna merah dengan gambar kelinci karena tahun ini adalah Shio Kelinci Air.
Juga Cheongsam (Pakaian Khas Warga Tionghoa) yang banyak diburu.
Tahun ini yang membeli Cheongsam kebanyakan dari perusahaan atau kantor yang ikut merayakan Imlek.
“Cheongsam kan biasanya resto-resto supaya serasi dalam menerima tamu. Paling mereka beli sepasang serta aksesori lengkap. Tadi ada orang BPD akan membelikan untuk Ibu Wali Kota Denpasar baju Cheongsam lengkap sepasang," imbuhnya.
Andi mengatakan, penjualan tahun ini belum kelihatan karena terbentur dengan banyak hari raya.
Dari tahun baru, langsung ada Hari Raya Galungan dan Kuningan, dan Tahun Baru Imlek sehingga masyarakat banyak pengeluaran.
“Sebenarnya Covid-19 ini perekonomian lancar saja yang memengaruhi dampak perekonomian adalah konflik Rusia dan Ukraina karena harga BBM jadi naik," tutupnya.
Andi membuka toko pernak-pernik Imlek sudah sejak 20 tahun lalu yaitu sekitar tahun 2003.
Tentunya, saat itu kondisi sudah kondusif untuk masyarakat Tionghoa, setelah jatuhnya era Mantan Presiden RI, Soeharto tahun 1998, serta Mantan Presiden RI Gus Dur menghilangkan diskriminasi terhadap masyarakat Tionghoa pada tahun 17 Januari 2000 dengan mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2000.
(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.