Human Interest
Mandikan dan Kubur 500 Jenazah Sejak Tahun 2018, Ini Kisah Relawan Pengurus Jenazah Telantar di Bali
Kain kafan, jarik dan peti mati sudah menjadi sahabat Siti Alifah seorang relawan pengurusan jenazah telantar di Bali.
Penulis: Ni Luh Putu Wahyuni Sari | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Kain kafan, jarik dan peti mati sudah menjadi sahabat Siti Alifah seorang relawan pengurusan jenazah telantar di Bali.
Selain menjadi pengurus jenazah, Siti juga merupakan pendiri Rumah Peduli An Nisa.
Tak sedikit, sejak terjun mengurusi jenazah telantar ini, setidaknya sudah 500 jenazah muslim yang diurus Siti dan teman-teman relawan lainnya.
Pertama kali memulai ini pada tahun 2018, Siti masih sendiri dan belum memiliki komunitas.
Pada tahun itu ia bertemu dengan seorang mualaf bernama Ketut Sri Rahayu yang sebelumnya mengalami sakit dan sudah dirawat di Rumah Sakit selama 3 bulan hingga meninggal dunia.
“Tagihannya itu Rp426 juta tidak ada yang bertanggung jawab dan keluarga tidak bisa nebus. Otomatis jenazah tidak bisa dikeluarkan. Waktu itu saya tidak tahu dapat keberanian dari mana saya tandatangani hutang di Sanglah (RSUP Prof Ngoerah) dengan total Rp409 juta. Karena keluarganya bisa bayar Rp17 juta,” jelasnya ketika ditemui pada Jumat 7 April 2023.
Dari situ wanita asal Semarang ini mulai dikenal dari informasi mulut ke mulut, sehingga ketika ada jenazah telantar di RSUP Prof Ngoerah yang tidak ada keluarga atau keluarga tidak mampu mereka akan menghubungi Siti waktu itu.
Setelah lama menjadi relawan ia pun dipertemukan dengan orang-orang yang sevisi dengannya yakni mau membantu mengurus. memandikan dan menguburkan jenazah.
“Dan ada yang sampai saat ini masih jadi tim kami. Kurang lebih dari tahun 2018 sudah 500 jenazah dan rata-rata jenazah yang dimandikan dan dikuburkan tidak memiliki biaya. Memandikan gratis, pembiayaan gratis kain kafan pun juga kita tidak pungut biaya sepeserpun. Dan jika ada keluarga mampu yang meminta bantuan untuk memandikan dan menguburkan jenazah kami akan bilang itu gratis,” imbuhnya.
Ia juga menerangkan, dalam Islam jenazah itu sebisa mungkin tidak lama didiamkan. Sehingga ketika sudah selesai dengan urusan rumah sakit, minimal 2 jam jenazah sudah bisa keluar.
Kalau memang tidak ada, keluarga Siti akan selesaikan pemakaman dan nanti surat kematian akan ia pegang sehingga jika ada keluarga yang mencari bisa ia tunjukkan.
Bukan langsung berani, Siti pun mengakui awalnya ada rasa takut ketika melakukan pemandian hingga penguburan jenazah.
“Terus terang pertama kali takut, gemetar. Masuk kamar jenazah pertama kali itu merinding, mau nangis, ya dengan segala rasa. Karena tau sendiri ya biasanya lihat keluarga sendiri meninggal saja takut apalagi kita mandikan dan kuburkan jenazah orang lain,” paparnya.
Jenis jenazah yang ditanganinya pun beragam mulai dari jenazah kecelakaan, bunuh diri, hingga korban pembunuhan yang jasadnya sudah membusuk.
Tak hanya itu, menemukan belatung di jenazah menurutnya merupakan hal yang sudah biasa.
Untuk jenazah yang tidak utuh, biasanya tidak dimandikan karena khawatir nantinya akan ada bagian tubuh yang terputus lagi.
Hal mistis pun pernah Siti dan teman-temannya temui saat mengurusi jenazah.
“Kalau teman-teman yang baru pertama biasanya mereka tidak bisa tidur. Namanya jenazah kan berasal dari berbagai macam latar. Kita tak boleh menceritakan aib dari jenazah. Kadang pernah kain kafan terbang, ada juga jenazah yang seolah-olah matanya melihat kita terus padahal kondisi sudah meninggal,” terangnya.
Adapun berbagai pengeluaran yang harus dibeli Siti saat menjadi pengurus jenazah yakni seperti membeli kain kafan, biaya transportasi ambulans dan pemakaman jadi kurang lebih biaya yang keluarkan Rp3,5 juta untuk 1 jenazah.
Biasanya 1 jenazah membutuhkan 3-4 kain jarik. Saat memandikan jenazah Siti dan teman-temannya juga menggunakan Apron, masker hingga APD.
Tergantung riwayat dari penyakit pasien. APD itu ia beli sendiri dan saat Covid-19 pun ia banyak menangani jenazah dan dimandikan seperti jenazah biasa.
Lokasi mandikan jenazah ini kadang ia lakukan di rumah sakit dan pemakaman.
“Kalau meninggalnya di rumah sakit yang ada tempat mandikan jenazah, kita akan mandikan di sana tapi kalau di rumah sakitnya tidak ada tempat pemandian kita akan mandikan di pemakaman dan pemakaman kami sering di Kampung Jawa, Denpasar,” tutupnya. (*)
Berita lainnya di Human Interest Story
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.