Breaking News

Pemilu Turkiye

Hasil Sementara Pemilu Turkiye 2023: Erdogan Unggul, Berikut Jejaknya Pimpin Turkiye Selama 20 Tahun

Update Pemilu Turkiye, Presiden Recep Tayyip Erdogan dan koalisi People's Alliance unggul sangat tipis dari pesaingnya, Kemal K l çdaro lu

|
Editor: Ni Luh Putu Rastiti Era Agustini
UMIT BEKTAS/POOL/AFP
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan memberikan suaranya di tempat pemungutan suara untuk memilih dalam pemilihan presiden dan parlemen, di Istanbul, Turki, pada 14 Mei 2023. Presiden Turki berusia 69 tahun, yang mencalonkan diri kembali, menghadapi pemilihan terberat tantangan dari pemerintahannya selama dua dasawarsa karena ia perlahan-lahan kehilangan dukungan dari segmen utama populasi yang mendukungnya selama dekade yang lebih makmur setelah kebangkitannya pada tahun 2003. UMIT BEKTAS/POOL/AFP 

TRIBUN-BALI.COM – Update Pemilu Turkiye, Presiden Recep Tayyip Erdogan dan koalisi People's Alliance unggul sangat tipis dari pesaingnya, Kemal K l çdaro lu, dalam pemilu parlemen dan presiden Turkiye pada hari Minggu (14/5/2023).

Sebelumnya, Erdogan memimpin Turkiye selama 20 tahun seperti dilansir dari Kontan.co.id.

Erdogan memimpin perolehan suara dengan 49,94 persen atau 24,3 juta suara dengan 89,2 persen suara yang dihitung seperti diberitakan Kompas.tv, data per Pukul 03.00 WIB yang dilansir Daily Sabah, Senin (15/5/2023).

Kemal Kilicdaroglu dari Aliansi Bangsa dan Partai Rakyat Republik (CHP) yang merupakan pesainganya memperoleh 44,3 persen atau 21,6 juta suara, atau selisih hampir 3 juta suara pemilih.

Tingkat partisipasi untuk pemilihan ini adalah 88,3 persen dari pemilih yang pergi ke bilik suara untuk memilih kandidat mereka.

Calon dari Aliansi Rakyat atau People's Alliance, Presiden Erdogan, memperoleh 49,94 persen dari total suara yang masuk dengan 89,2 persen suara dihitung.

Menurut hasil awal pada hari Minggu, Erdogan dan Aliansi Rakyat yang dipimpin oleh Partai Keadilan dan Pembangunan (AK Party) memimpin dalam pemilihan presiden dan parlemen di wilayah selatan Türkiye yang dilanda gempa bumi pada 6 Februari.

Hasil awal menempatkan Erdogan unggul di sembilan dari 11 provinsi di wilayah gempa, termasuk Ad yaman, Gaziantep, Hatay, Kahramanmara , Kilis, Malatya, Osmaniye, anl urfa, dan Elaz dengan 89,2 persen dari suara yang dihitung.

Kandidat oposisi Kemal K l çador lu unggul di Provinsi Adana dan Diyarbak r sebagai perbandingan.

Hasil awal menempatkan Aliansi Rakyat unggul di semua provinsi kecuali Diyarbak r, yang dikuasai oleh Partai Kiri Hijau (YSP), dengan sekitar 75 persen kotak suara yang dihitung untuk pemilihan parlemen.

Aliansi Rakyat Erdogan mendapatkan 50,49 persen atau 22,2 juta suara, sedangkan pesaingnya dari Aliansi Bangsa memperoleh 34,55 persen atau 15,2 juta suara dalam pemilihan parlemen dengan 82,7 persen suara yang dihitung per pukul 04.00 WITA, Senin (15/4/2023).

3,4 juta pemilih di luar negeri yang termasuk dalam memiliki hak pilih.

Tahun ini juga menandakan 100 tahun sejak berdirinya Türkiye sebagai sebuah republik.

Baca juga: Saksi Mata Lihat Politisi Golkar dan Istri Lakukan ini di Mobil Sebelum Bunuh Diri di Sungai Kapuas

Menjadi Perdana Menteri Turkiye

Erdogan menjadi perdana menteri selama tiga periode, pada era pertumbuhan ekonomi yang stabil sehingga Erdogan mendapat pujian internasional sebagai seorang reformis sejak tahun 2003.

Ia memprioritaskan proyek-proyek infrastruktur raksasa untuk memodernisasi Turkiye yang membuat kelompok kelas menengah di Turkiye berkembang, dan jutaan orang keluar dari kemiskinan.

Erdogan berhasil meyakinkan pemilih dari kelompok minoritas Kurdi di Turkiye selama tahun-tahun awal dia berkuasa.

Hak-hak orang Kurdi dipulihkan dan setelah tiga dekade berkonflik, proses perdamaian baru diluncurkan pada Maret 2013.

Ini membuat kelompok militan Partai Pekerja Kurdistan (PKK) mengumumkan gencatan senjata.

siklus kekerasan yang berkepanjangan itu kembali terjadi dan kesepakatan itu hanya bertahan dua tahun.

Para kritikus mulai memperingatkan bahwa Erdogan menjadi semakin otokratis pada 2013.

Pengunjuk rasa turun ke jalan, sebagian dipicu rencana pemerintahan Erdogan mengubah taman yang sangat disukai orang-orang di pusat Kota Istanbul pada musim panas 2013.

Mereka juga menantang pemerintahannya yang semakin otoriter.

Erdogan memerintahkan penggusuran paksa pengunjuk rasa dari Taman Gezi.

Penggunaan kekuatan polisi yang berlebihan memicu demonstrasi massa yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Itu menandai titik balik dalam pemerintahannya.

Baca juga: Sebelum Lepaskan Tawanan, KKB Papua Minta Tebusan Rp500 Juta, Pendeta Berhasil Lakukan Kompromi

Dianggap Sultan dari Kesultanan Ustmaniyah

Erdogan bertindak lebih seperti seorang sultan dari Kesultanan Ustmaniyah dibandingkan seorang demokrat  di mata orang-orang yang mengkritiknya.

Kebangkitan umat Muslim Partai yang dipimpin Erdogan juga mencabut larangan perempuan mengenakan jilbab di kampus-kampus dan tempat pelayanan publik yang berlaku setelah kudeta militer pada tahun 1990.

Larangan tersebut juga akhirnya dicabut untuk para perempuan di institusi kepolisian, militer, dan peradilan.

Penggunaan jilbab sebelumnya dilarang di sejumlah universitas dan tempat-tempat pelayanan publik di Turkiye.

Kritikus mengeluhkan bahwa Erdogan telah merusak pilar-pilar republik sekuler yang dibangun Mustafa Kemal Ataturk.

Erdogan selalu membantah bahwa dia ingin memaksakan nilai-nilai Islam meski religius.

Ia bersikeras hanya mendukung hak-hak orang Turkiye untuk mengekspresikan keyakinan mereka secara lebih terbuka.

Namun, dia berulang kali mengatakan bahwa peran perempuan di dalam masyarakat harus “memenuhi peran gender tradisional” dan bagi perempuan peran yang dimaksud itu adalah “menjadi ibu dan istri yang ideal”, di atas segalanya.

 

Erdogan Mengutuk Feminis

Erdogan mengungkapkan para laki-laki dan perempuan tidak bisa diperlakukan secara sama dan mengutuk feminis.

Ia telah lama memperjuangkan perjuangan Islam dan Islam politik, kelompok-kelompok yang secara ideologis dekat dengan Ikhwanul Muslimin yang tertindas di Mesir.

Dia terkadang menggunakan salam empat jari khas kelompok itu—rabaa.

Erdogan mengonversi Hagia Sophia yang bersejarah di Istanbul menjadi masjid, membuat marah banyak orang Kristen dan Muslim sekuler di Turkiye pada Juli 2020.

Hagia Sophia dibangun 1.500 tahun yang lalu sebagai katedral, dan dijadikan masjid oleh rezim Ottoman.

Namun Ataturk mengubahnya menjadi museum, simbol dari negara sekuler baru.

 

Dilarang Mencalonkan Diri

Erdogan dilarang mencalonkan diri kembali sebagai perdana menteri pada 2014 karena telah mencapai batas tiga kali masa jabatan.

Dia kemudian mencalonkan diri untuk peran seremonial sebagai presiden dalam pemilihan langsung yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Erdogan berencana mereformasi jabatan tersebut melalui konstitusi yang baru, yang oleh para kritikus diyakini akan menantang pendirian sekuler negara itu.

Dia menghadapi dua ujian atas kekuasaannya pada masa-masa awal kepresidenannya.

Partainya kehilangan suara mayoritas di parlemen selama beberapa bulan pada 2015.

upaya kudeta terjadi untuk pertama kalinya dalam beberapa dekade di Turkiye dua tahun berikutnya, tepatnya pada 15 Juli 2016.

Hampir 300 warga sipil tewas saat orang-orang tersebut berupaya memblokir pergerakan maju komplotan kudeta.

Plot kudeta itu dituduhkan pada kelompok Gulen, yang dipimpin oleh seorang cendekiawan Islam yang berbasis di AS bernama Fethullah Gulen.

Gerakan sosial dan budaya dari kelompok Gulen telah membantu Erdogan meraih kemenangan dalam tiga pemilihan berturut-turut.

Namun demikian, timbul dampak yang dramatis bagi masyarakat Turkiye ketika kedua sekutu itu bercerai.

sekitar 150.000 pegawai negeri dipecat dan lebih dari 50.000 orang ditahan termasuk tentara, jurnalis, pengacara, polisi, akademisi, hingga politisi Kurdi saat upaya kudeta pada 2016.

Aksi represif terhadap kritik ini memicu kekhawatiran internasional, dan berkontribusi pada mendinginnya hubungan Turkiye dengan Uni Eropa: pengajuan Turkiye untuk bisa bergabung dengan Uni Eropa tidak berprogres selama bertahun-tahun.

Argumen Turkiye soal masuknya imigran ke Yunani memperburuk situasi itu.

Erdogan menang tipis dalam referendum 2017 yang memberinya kekuasaan kepresidenan, termasuk hak untuk memberlakukan status keadaan darurat dan menunjuk pejabat tinggi publik, serta untuk campur tangan dalam sistem hukum.

Ia juga tumbuh sebagai tokoh penting dalam politik internasional sepanjang masa kepemimpinannya.

Erdogan menunjukkan Turkiye sebagai kekuatan regional dan gaya diplomasinya yang agresif membuat marah para sekutunya di Eropa dan sekitarnya.

 

Dekat dengan Vladimir Putin

Ia berhubungan dekat dengan Vladimir Putin dari Rusia dan memposisikan dirinya sebagai penengah dalam perang Rusia di Ukraina meskipun dia adalah pemimpin dari negara anggota NATO.

Erdogan membantu menengahi kesepakatan yang membuka koridor aman untuk ekspor biji-bijian melalui Laut Hitam, dan mencegah penghentiannya saat Rusia berencana mengakhiri perjanjian tersebut.

Dia juga membuat Swedia dan Finlandia menunggu pengajuan mereka untuk bergabung dengan aliansi NATO.

Erdogan akhirnya menyetujui Finlandia untuk bergabung, tapi menahan Swedia dan menuduh negara itu menyembunyikan separatis Kurdi dan pembangkang lainnya yang dia anggap sebagai “teroris”.

Keadaan berbalik Banyak kritikus memandang pemilihan lokal 2019 sebagai “pukulan pertama” bagi pemerintahan panjang Erdogan karena partainya kalah di tiga kota terbesar: Istanbul, Ankara, dan Izmir.

Kekalahan wali kota Istanbul kepada Ekrem Imamoglu yang merupakan oposisi utama dari Partai Rakyat Republik (CHP) merupakan pukulan telak bagi Erdogan, yang pernah menjadi wali kota Istanbul pada 1990-an.

Saat ini, Imamoglu berupaya memperluas kesuksesannya pada level nasional.

Dia berkampanye bersama calon presiden dari kubu oposisi yang bersatu melawan Erdogan, Kemal Kilicdaroglu.

Kritik atas kurangnya kesiapsiagaan pemerintah dan lambatnya respons terhadap gempa dahsyat yang menewaskan lebih dari 50.000 orang dan membuat jutaan orang kehilangan tempat tinggal adalah satu dari banyak tantangan yang dihadapi kubu Erdogan.

Tantangan lainnya adalah kondisi ekonomi yang memburuk di mana jutaan orang menderita akibat krisis biaya hidup.

Pada 14 Mei, Erdogan mempertaruhkan warisannya selama dua dekade dalam pemungutan suara melawan aliansi oposisi yang kuat.

Artikel ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul Hasil Sementara, Erdogan Unggul Di Pemilu Turkiye 2023, Ini Profil & Jejak Erdogan

Sumber: Kontan
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved