Tewasnya Janda di Surabaya

RESMI Ditetapkan Tersangka, Psikolog Forensik Ungkap Tindakan GRT Penuhi Pasal Pembunuhan Berencana

Polrestabes Surabaya telah resmi menetapkan Gregorius Ronald Tannur sebagai tersangka atas kasus penganiayaan yang dilakukan pada kekasihnya, DSA (29)

Editor: Mei Yuniken
Kolase TribunSumsel
RESMI Ditetapkan Tersangka, Psikolog Forensik Ungkap Tindakan GRT Penuhi Pasal Pembunuhan Berencana 

TRIBUN-BALI.COMRESMI Ditetapkan Tersangka, Psikolog Forensik Ungkap Tindakan GRT Penuhi Pasal Pembunuhan Berencana

Polrestabes Surabaya telah resmi menetapkan Gregorius Ronald Tannur sebagai tersangka atas kasus penganiayaan yang dilakukan pada kekasihnya, DSA (29), Jumat 6 Oktober 2023.

Hal itu diungkapkan langsung oleh Kapolrestabes Surabaya Kombes Pasma Royce pada konverensi pers dengan mengadirkan tersangka Gregorius Ronald Tannur.

"Atas fakta yang disesuaikan maka kami telah menetapkan status saksi GR (31) tinggal di Surabaya dari saksi kami tingkatkan sebagai tersangka dengan sangkaan pasal 351 ayat 3 KUHP dan atau 359 KUHP," ujar Pasma dikutip dari Instagram Humas Polrestabes Surabaya.

Anak dari anggota DPR RI fraksi PKB Edward Tannur itu ditetapkan sebagai tersangka setelah melakukan pra rekonstruksi.

Menyoroti sangkaan pasal polisi terhadap tersangka Gregorius Ronald Tannur ini, Psikolog Forensik Reza Indragiri Amriel turut memberikan pendapat.

Reza menilai perbuatan yang dilakukan Gregorius Ronald Tannur terhadap DSA telah memenuhi unsur pasal 338 KUHP.

Baca juga: Kasus Penganiayaan oleh Anak Oknum Anggota DPR RI: Hotman Paris Siap Kawal Cari Keadilan untuk DSA

Adapun ancaman hukuman pada pasal 338 KUHP ialah pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun.

Ia pun meminta penyidik Polrestabes Surabaya patut mendalami kemungkinan penerapan pasal tersebut.

Reza mengatakan, jika melihat urutan kronologi, terindikasi perilaku kekerasan Gregorius Ronald Tannur bereskalasi.

Artinya ia menyasar organ tubuh bagian bawah (kaki) ke organ tubuh bagian atas (kepala) korban Dini Sera Afrianti (GSA).

"Dari sebatas tangan kosong ke penggunaan alat yang tidak perlu dimanipulasi (botol), dan berlanjut ke penggunaan alat yang perlu dimanipulasi (mobil)," kata Reza Indragiri dalam keterangannya, Jumat (6/10).

Dikatakannya, eskalasi kekerasan sedemikian rupa, tambahan lagi karena tidak ada yang meleset dari organ vital korban serta terdapat jeda antara menabrak dan episode kekerasan sebelumnya, mengindikasikan GRT sebenarnya berada dalam tingkat kesadaran yang memadai baginya untuk meredam atau bahkan menghentikan perbuatannya.

Namun, alih-alih menyetop, dalam kondisi kesadaran tersebut GRT justru menaikkan intensitas kekerasan terhadap sasaran.

"Itu menjadi penanda bahwa GRT sengaja tidak memfungsikan kontrol dirinya untuk menahan atau bahkan menghentikan serangan tapi justru memfungsikan kontrol dirinya untuk meneruskan bahkan memperberat perilaku kekerasannya," katanya.

Sumber: Tribun Sumsel
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved