Human Interest Story

Tantangan Menjadi Pemangku Perempuan, Hingga Tak Diperbolehkan Menikah

Tantangan Menjadi Pemangku Perempuan, Hingga Tak Diperbolehkan Menikah

Penulis: Ni Luh Putu Wahyuni Sari | Editor: Fenty Lilian Ariani
Tribun Bali/ Ni luh Putu Wahyuni Sari
Jero Mangku Muriati asal Klungkung selaku Tokoh Adat Perempuan di Bali. 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Apakah perempuan Bali diperbolehkan menjadi seorang pemangku di agama Hindu?

Jero Mangku Muriati asal Klungkung selaku Tokoh Adat Perempuan di Bali menjawab pertanyaan tersebut. 

“Apakah perempuan boleh menjadi pemangku dalam hindu? Orang tua saya menjawab tentu boleh. Karena salah satu contoh ada seorang Ida Peranda Istri Kania, jadi kriteria untuk seorang perempuan menjadi pemangku itu syaratnya tidak menikah atau harus lajang,” jelas, Muriati pada dialog multipihak yang diadakan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) WCC Bali, Rabu 6 Desember 2023. 

Karena, Lanjut Muriati seperti yang di ketahui bersama hukum adat di Bali ketika seorang perempuan yang menikah tentunya akan mengikuti suami.

Sedangkan ketika akan menjadi seorang perempuan yang spiritual maka menikah merupakan hal yang tidak di perbolehkan. 

“Jadi orangtua saya sudah menjawab bagaimana kesamaan gender itu sudah ada sejak dulu. Secara kenyataan memang teorinya ada namun kenyataan dan praktek tidak diadakan karena pemahaman selama ini di Bali yang berkuasa pasti purusa karena sistem di Bali purusa pradana,” imbuh perempuan berusia 57 tahun tersebut. 

Saat menjadi pemangku Muriati juga didampingi kakak laki-laki nya yang membantu hal-hal yang tidak mungkin bisa ia laksanakan.

Sebagai seorang perempuan memiliki fase menstruasi yang tentunya saat datang bulan tiba, posisinya menjadi pemangku akan di gantikan sementara oleh kakak laki-lakinya.

Oleh karena itu orangtua Muriati menitipkan hal tersebut kepada Muriati untuk menjadi pemangku utama dan kakak laki-lakinya bisa membantu. 

Baca juga: Jangan Diklik! Scammer Manfaatkan Tahun Politik jadi Modus Penipuan Online Lewat APK Pemilu 2024

“Dengan ini saya berpikir berarti orangtua saya jauh maju ketimbang mungkin pemahaman orang-orang itu kenapa orang perempuan dijadikan pemangku hal ini mungkin sudah dipikirkan matang-matang karena saya bapak saya ingin membuat contoh bahwa perempuan bisa menjadi pemangku asal tidak menikah,” bebernya. 

Dengan demikian Muriati berharap generasi muda atau ibu-ibu jangan menanggap bahwa kita sebagai perempuan tidak bisa melakukan apa-apa.

Ketika wanita berjuang mungkin akan diikat adat, dan ketika menduduki posisi yang penting mungkin tidak dibolehkan pemahaman ini memang begitu adanya.

Asal sebagai perempuan ketika ditunjuk harus buktikan kemampuan perempuan harus menunjukan. 

“Kita tidak bisa bilang kita sedang repot atau tidak bisa, kalau seperti itu bagaimana posisi kita sebagai perempuan dan karir. Meskipun tidak menikah tugas sebagai pemangku juga berat karena saya melayani umat setiap saat sementara itu bagaimana sebagai karir setelah melaksanakan tugas adat kembali mengambil karir itu,” tutupnya.(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved