Kalender Bali

KALENDER BALI: Jadwal Hari Raya Hindu Sepanjang Mei 2024 Lengkap Dengan Penjelasan Rerahinannya

KALENDER BALI: Jadwal Hari Raya Hindu Sepanjang Mei 2024 Lengkap Dengan Penjelasan Rerahinannya

Editor: Putu Kartika Viktriani
Tribun Bali/Putu Kartika
Kalender Bali Mei 2024. 

TRIBUN-BALI.COM - Inilah rangkuman informasi terkait Jadwal Hari Raya Hindu atau jadwal rerahinan sepanjang bulan April 2024.

Berbagai hari raya atau rerainan telah menanti umat Hindu di bulan Mei 2024 mendatang.

Pada bulan Mei 2024 mendatang ada Hari Raya Tumpek Kandang.

Serta ada beberapa rerainan lainnya.

 

Jadwal Hari Raya Hindu Mei 2024

  1. Tanggal 8 Mei 2024 ada rerahinan Tilem
  2. Tanggal 8 Mei 2024 ada rerahinan Buda Kliwon Matal
  3. Tanggal18 Mei 2024 ada rerahinan  Tumpek Kandang
  4. Tanggal 22 Mei 2024 ada rerahinan Buda Wage Menail
  5. Tanggal 22 Mei 2024 ada rerahinan Purnama
  6. Tanggal 23 Mei 2024 ada rerahinan Kajeng Kliwon Uwudan
  7. Tanggal 24 Mei 2024 ada rerahinan Hari Bhatara Sri
  8. Baca juga: Ramalan Kelahiran Otonan Rabu Pon Sungsang Menurut Kalender Bali: Umur 30 Tahun Hidupnya Baik Sekali

Untuk lebih jelasnya, simak penjelasan terkaitb rerainan atau Hari Raya Hindu berikut ini.

1. Tilem

Hari Tilem adalah merupakan Prabhawa dari Sang Hyang Rudra sebagai perwujudan Sang Hyang Yamadipati (Deva kematian) yang memiliki kekuatan pralina (Pamuliha maring sangkan Paran). 

Umat Hindu secara tekun melaksanakan persembahan dan pemujaan kehadapan Sang Hyang Widhi.

Persembahan hari Tilem dimaksudkan agar umat Hindu yang tekun melaksanakan persembahan dan pemujaan pada hari Tilem, ketika meninggal rohnya tidak diberikan jalan yang sesat (neraka), namun sebaliknya agar diberikan jalan ke swarga loka oleh Sang Hyang Yamadipati (lontar Purwana Tattwa Wariga). 

Menurut petunjuk sastra Agama Hindu ”Lontar Purwa Gama” menuntun umat Hindu agar selalu ingat melaksanakan suci laksana, khususnya pada hari Purnama dan hari Tilem, untuk mempertahankan serta meningkatkan kesucian diri, terutama para Wiku, untuk mensejahterakan alam beserta isinya karena semua mahluk akan kembali ke hadapan yang Maha Suci, tergantung dari tingkat kesucian masing-masing.

Proses penyucian diri, menurut petunjuk Sastra Agama yang penekannya pada, ”Suci Laksana”, karena pada pelaksanaannya mengandung makna yang sangat tinggi, dalam arti pada penekanan tersebut sudah terjadi penyatuan dari pelaksanaan Catur Yoga, sehingga atas kekuatan dari Catur Yoga tersebut dapat menyucikan Stula Sarira (badan Kasar), dan Suksma Sarira (badan halus) dan Antahkarana Sarira (Atma), yang ada pada diri manusia khususnya umat Hindu.

Berikut hari Tilem yg mempunyai makna khusus bagi Umat Hindu :

  • Sasih Kepitu

Pada purwaning Tilem sasih Kepitu Umat Hindu merayakan hari raya Suci Siwa Ratri.

Pada malam ini Sang Hyang Siwa beryoga, malam ini juga biasa disebut malam peleburan dosa.

  • Sasih Kesanga

Tilem sasih Kesanga adalah penyucian para Dewata, dalam hal ini pelaksanaan ajaran Bhuta Yadnya yg disimbulkan Tawur Agung Kesanga.

2. Buda Kliwon Matal

Buda Kliwon Matal merupakan hari suci umat Hindu yang dirayakan dan jatuhnya setiap 6 bulan sekali untuk memuja Sang Hyang Ayu atau Sang Hyang Nirmala Jati guna memohon keselamatan serta anugrah rejeki yang melimpah.

Buda Kliwon Matal merupakan pertemuan antara Sapta wara Buda yang berstana dibarat dengan lambang warna kuning, panca wara Kliwon yang berstana ditengah dengan lambang warna panca warna danwuku matal.

Dan pada saat hari Buda Kliwon Natal yang bertepatan juga dengan jatuhnya hari kajeng Kliwon.

Kajeng Kliwon merupakan hari suci bagi umat Hindu yang jatuhnya pada setiap15 hari sekali, Kajeng Kliwon merupakan pertemuan dari dua unsur triwara dengan unsur pancawara.

Kajeng merupakan bagian dari unsur triwara sedangkan Kliwon merupakan bagian dari unsur pancawara.

Kajeng merupakan hari prabhawanya dari Sang Hyang Durga Dewi yang merupakan perwujudan dari Ahamkara yang merupakan manifestasi dari kekuatan Bhuta, Kala dan Durga yang ada di muka bumi.

SedangkanKliwon merupakan hari prabawa Danpada saat hari Kajeng Kliwon sering dikaitkan dengahal - hal yang berbau mistis dan diyakini oleh umat Hindu sebagai harinya Sang Hyang Siwa untuk melaksanakan yoga semadinya untuk keselamatan dunia.

Maka dari  itu setiap umat diharapkan pada saat Kajeng Kliwon untuk melakukan penyucian diri dan bersikap lebih berhati - hati karena kekuatan negatif cenderung lebih besar dari pada kekuatan yang positif, dan itu semua dapat mempengaruhi kehidupan manusiadimuka bumi ini.

Karena pada saat hari Kajeng Kliwon umat meyakini bahwa Sang Tiga Bhucari memohon restu dari Sang Durga Dewi untuk menggoda manusia yang melanggar atau berbuat kesalahan juga membuat mara bahaya, mengundang semua desti, teluh, terang jana guna menggoda orang yang tidak menjalan ajaran dharma ataupunorang yang tidak berbuat baik.

Dengan demikian sudah sepatutnya dan sudah menjadi kewajiban kita sebagai umat Hindu untuk menghaturkan persembahan dimerajan, pura dan tempat suci lainnya kehadapan Sang Hyang Siwa dan Sang Hyang Durga Dewi berupa canang sari, canang raka, puspa harum, tipat dampulan, segehan kepelan, segehan cacahan, segehan putih kuning, segehan pancawarna.

Karena itu semua itu hendaknya disesuaikan dengan tempat atau keadaan dan kemampuan dari masing - masingnya.

Sang Hyang Siwa sebagai kekuatan dharma yang merupakan manifestasi dari kekuatan Deumat.

Dengan kita menghaturkan semua persembahan dan segehan itu diharapkan agar bisa mewujudkan keseimbangan alam niskala dari alam Bhuta menjadi alam Dewa.

Jenis Banten atau upekara adalah merupakan simbol diri kita, lambang kemahakuasaan Hyang Widhi dan sebagai lambang Bhuana Agung.

Banten untuk menjadi sarana upacara buda Kliwon matal ini adalah segehan ini isinya didominasi oleh nasi dalam berbagai bentuknya, lengkap beserta lauk pauknya bawang merah, jahe, garam dan juga dipergunakan api takep dari dua buah sabut kelapa yang dicakupkan menyilang, sehingga membentuk tanda (+) atau swastika disertai beras dan tetabuhan berupa air, arak serta berem.

Segehan ini dihaturkan kepada para Bhutakala agar tidak mengganggu, dinatar merajan dihaturkan segehan panca warna ditujukan pada Sang Bhuta Bhucari, dinatar pekarangan rumah dihaturkan pada Sang Kala Bhucari, didepan pintu pekarangan rumah atau angkul - angkul dihaturkan pada Sang Durga Bhucari dan juga ditempat lainya, yang tak lain adalah akumulasi dari limbah atau kotoran yang dihasilkan oleh pikiran, perkataan dan perbuatan manusia dalam kurun waktu tertentu.

Dan dengan sarana segehan ini diharapkan nantinya dapat untuk menetralisir dan dapat untuk menghilangkan pengaruh negatip dari limbah tersebut.

Segehan juga dapat dikatakan sebagai lambang harmonisnya hubungan manusia dengan semua ciptaan Tuhan (palemahan).

Segehan ini biasanya dihaturkan setiap hari atau pada saat rahinan dan hari - hari tertentu.

3. Tumpek Kandang/Tumpek uye

Tumpek Uye, merupakan salah satu hari raya dipercaya umat Hindu Bali berdasarkan perhitungan pawukon (wuku) untuk memuliakan Tuhan yang dipuja adalah Ida Sang Hyang Widhi, bukan memuja binatang, demikian pula terhadap tumbuh-tumbuhan, senjata-senjata, gamelan dan sebagainya.

Adapun sarana upakara yang penting untuk diketahui dalam peringatan Tumpek Uye ini untuk sarana bebantenan bagi pemilik hewan kuda, sapi atau kerbau.

Bantennya terdiri dari tumpeng Tumpek Kandang diartikan,adalah sebagai upacara untuk  selamatan binatang-binatang seperti binatang yang disembelih dan binatang peliharaan.

Hakekatnya pada rahina ini untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi, Sang Hyang Siwa Pasupati yang disebut Rare Angon, penggembala makhluk.

Berdasarkan kutipan ini, tegas bahwa yang dipuja adalah Ida Sang Hyang Widhi, bukan memuja binatang, demikian pula terhadap tumbuh-tumbuhan, senjata-senjata, gamelan dan sebagainya.

Adapun tujuan dari Tumpek Kandang dalam agama Hindu yaitu mengajarkan cinta kasih yang besar kepada seluruh ciptaan Tuhan.

Lalu, Kenapa harus ada upacara untuk para binatang? 

Sesungguhnya hal ini bertujuan mengajarkan sifat untuk menghargai tak hanya kepada sesama manusia tapi juga kepada binatang ,tumbuhan dan seluruh ciptaan Tuhan.

Karena dalam hindu terdapat amanat untuk menjaga keharmonisan hidup dengan semua mahluk dan alam semesta.

Selain itu dalam ajaran Hindu, meyakini bahwa semua makhluk memiliki jiwa yang berasal dari Ida Sang Hyang Widhi.

4. Buda Wage Menail

Buda Wage atau Buda Cemeng Menail yang jatuh pada hari Rabu, merupakan salah satu hari suci bagi umat Hindu.

Buda Wage sendiri  merupakan payogaan Sang Hyang Manik Galih yang menurunkan Sang Hyang Ongkara Merta untuk menciptakan kesuburan.

Hari ini dirayakan sebagai wujud syukur atas anugerah kesuburan di bumi.

Saat Buda Wage atau Buda Cemeng Menail, umat Hindu di Bali menghaturkan banten dan melakukan persembahyangan di pura maupun merajan.

Beberapa umat juga ada yang melaksanakan odalan saat Buda Cemeng tiba.

Hal itu sebagai wujud syukur dan bhakti atas anugerah kesuburan yang diterima.

Selain itu, beberapa kelompok tani tradisional biasanya menggelar paruman (musyawarah) saat Buda Wage.

Setelah paruman, barulah dilanjutkan dengan melakukan persembahyangan.

Kesuburan dapat dimaknai lebih luas dan tak hanya berkaitan dengan hasil bumi.

Dengan kesuburan, kata Badra, manusia akan memperoleh kedamaian dan kebahagiaan dalam hidup.

Kesuburan dalam hal ini bukan berarti hanya dari hasil bumi saja, tapi juga bisa dari segi keuangan dan yang lainnya.

5. Purnama

Pada umumnya di kalangan umat Hindu, sangat meyakini mengenai rasa kesucian yang tinggi pada hari Purnama, sehingga hari itu disebutkan dengan kata ”Devasa Ayu”.

Oleh karena itu, setiap datangnya hari-hari suci yang bertepatan dengan hari Purnama maka pelaksanaan upacaranya disebut, ”Nadi”.

Tetapi sesungguhnya tidak setiap hari Purnama disebut ayu tergantung juga dari Patemon dina dalam perhitungan wariga.

Contoh :

• Hari Kajeng Keliwon, jatuh pada hari Sabtu, nemu (bertemu) Purnama, disebut hari itu, ”Hari Berek Tawukan”. Dilarang oleh sastra agama melaksanakan upacara apapun, dan Sang Wiku tidak boleh melaksanakan pujanya pada hari itu (Lontar Purwana Tatwa Wariga).

• Bila Purnama jatuh pada hari Kala Paksa, tidak boleh melaksanakan upacara agama karena hari itu disebut, ”Hari gamia” (jagat letuh). Sang Wiku tidak boleh memuja.

Di dalam Lontar ”Purwana Tattwa Wariga” diungkapkan antara lain : ”Risada Kala patemon Sang Hyang Gumawang Kelawan Sang Hyang Maceling, mijil ikang prewatekening  Dewata muang apsari, saking swargo loko, purna masa ngaran”.

Maksud Lontar di atas, bahwa Sang Hyang Siva Nirmala (Sang Hyang Gumawang) yang beryoga pada hari purnama, untuk menganugrahkan kesucian dan kerahayuan (Sang Hyang Maceling) terhadap seisi alam dan Hyang Siva mengutus para Deva beserta para Apsari turun ke dunia untuk menyaksikan persembahan umat manusia khusunya umat Hindu kehadapan Sang Hyang Siva.

Oleh karena itulah disebut Piodalan nadi, Galungan nadi, sehingga ada penambahan terhadap volume upakaranya.

Disamping itu karena Hyang Siva merupakan Devanya Sorga, maka umat Hindu selalu tekun menghaturkan persembahan serta memujanya kehadapan Hyang Siva setiap datangnya hari Purnama dengan harapan bagi umat Hindu agar nantinya setelah ia meninggal, rohnya bisa diberikan tempat di Sorga, atau kembali ke alam mokshah.

Berikut hari Purnama Tilem yg mempunyai makna khusus bagi Umat Hindu :

  • Sasih Kapat

Purnama Kapat beryoga Bhatara Parameswara sebagai Sang Hyang Purusangkara,diiringi para Dewa,Widyadara-Widyadari dan para Rsi gana.

Dan pada Tilem Kapat dilakukan penyucian batin persembahan kepada Widyadara-Widyadari.

  • Sasih Kepitu

Pada purwaning Tilem sasih Kepitu Umat Hindu merayakan hari raya Suci Siwa Ratri.

Pada malam ini Sang Hyang Siwa beryoga, malam ini juga biasa disebut malam peleburan dosa.

  • Sasih Kesanga

Tilem sasih Kesanga adalah penyucian para Dewata, dalam hal ini pelaksanaan ajaran Bhuta Yadnya yg disimbulkan Tawur Agung Kesanga.

  • Sasih Kedasa

Purnama sasih Kedasa dilakukan pemujaan terhadap Sang Hyang Sunya Amerta pada Sad Kahyangan Wisesa.

Piodalan Bhatara Turun Kabeh di Pura Besakih dilakasanakan setiap Purnama sasih Kedasa.

  • Sasih Sadha

Pada Purnama Sadha Umat Hindu memuja Bhatara Kawitan di Sanggah Kemulan.

6. Kajeng Kliwon Uwudan

Kajeng Kliwon Uwudan dimaknai sebagai hari untuk melakukan kegiatan ritual agama, dengan tujuan untuk mencapai keseimbangan, keselarasan, dan keserasian antara bhuana agung dan bhuana alit.

Ajaran percaya bahwa kehidupan ada dua alam yaitu niskala kadewataan (alam luhur) atau alam para dewa serta alam kabhutanan (alam bawah) yaitu alamnya para bhuta kala.

Kajeng Kliwon  Juga diartikan sebagai  hari pemujaan terhadap Sanghyang Siwa, karena diyakini pada hari itu Sanghyang Siwa sedang bersemedi.

Upacara Kajeng Kliwon termasuk dalam upacara Dewa Yadnya.

Masyarakat Hindu di Bali percaya bahwa upacara Kajeng Kliwon begitu suci sehingga dianggap keramat.

7. Hari Bhatara Sri

Rerainan Bhatara Sri merupakan hri pemujaan terhadap Bhatara Sri Rambut Sedana.

Hari Bhatara Sri merupakan Hari Raya yang jatuh berdasarkan wuku Merakih bertemu Sapta Wara Sukra (Jumat) dan Pancawara Umanis.

Dikutip dari laman Kabardewata, hari raya ini jatuh setiap 210 hari sekali atau setiap enam bulan sekali dan merupakan hari raya Hindu di Bali berdasarkan wuku yaitu Merakih yang bertemu dengan Saptawara Sukra (Jumat) dan Pancawara Umanis.

Demikianlah hari Rerainan Hindu selama Bulan April 2024 sesuai dengan kalender Bali.

Semoga Senantiasa mengingatkan kita terhadap kewajiban sebagi umat Hindu khususnya di Bali, dan memaknai  esensi hari –hari tersebut dengan baik dan benar. (Ni Wayan Buda Utari)   

(*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved