WWF di Bali

Delegasi WWF Soroti Bangunan Dibangun di Sawah DTW Jatiluwih Tabanan

Pekaseh Subak Jatiluwih I Wayan Mustra mengakui, adanya sorotan dari delegasi WWF yang berkunjung ke Subak Jatiluwih.

Penulis: I Made Ardhiangga Ismayana | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
istimewa
Kunjungan delegasi dari berbagai negara ke Subak Jatiluwih, Jumat 24 Mei 2024 - Delegasi WWF Soroti Bangunan Dibangun di Sawah DTW Jatiluwih Tabanan 

TRIBUN-BALI.COM, TABANAN - Subak Jatiluwih mendapat ganjaran sebagai warisan budaya tak benda dari UNESCO, sejak tahun 2012 lalu.

Sayangnya, predikat mempertahankan sistem warisan budaya turun-temurun itu sedikit tercoreng.

Hal itu terkait dengan maraknya pembangunan berupa restoran dan kafe di tengah sawah di Jatiluwih.

Sorotan itu pun tak luput dari pandangan para delegasi yang tiba di Subak Jatiluwih, belakangan ini.

Baca juga: WWF Sukses Terlaksana di Bali, Presiden WWC Layangkan Apresiasi dan Pujian Pada Indonesia

Delegasi menyayangkan, dengan sistem yang cukup unik dari irigasi Subak Jatiluwih, malah banyak bangunan yang berdiri.

Pekaseh Subak Jatiluwih I Wayan Mustra mengakui, adanya sorotan dari delegasi WWF yang berkunjung ke Subak Jatiluwih.

Ia pun menjelaskan, terkait dengan luasan lahan yang mencapai 303 hektare, sekitar 227,41 hektare yang masih aktif untuk ditanami padi.

Kemudian, seluas dua haktare secara sengaja dikeringkan untuk alih fungsi lahan.

Sedangkan sisa lainnya, berkurang karena faktor bencana alam.

“Akan tetapi kami komitmen untuk menjaga sawah dan melestarikan budaya. Kami selalu mengadakan rapat rutin tiap bulan untuk menyerap aspirasi dari masyarakat. Kita sudah sepakat sesuai awig-awig bercocok tanam sesuai yang sudah dilakukan turun-temurun,” katanya, Jumat 24 Mei 2024.

Kata Mustra, masyarakat Jatiluwih terkendala dengan adanya bangunan baru, terutama yang dimiliki masyarakat di luar Desa Jatiluwih.

Bangunan mereka, sudah mengantongi izin pusat dan sudah terintegrasi secara elektornik (OSS).

Pihaknya sudah melaporkan hal tersebut ke Pemerintah Daerah Tabanan.

Sayangnya, pemerintah daerah sendiri tidak berani untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) sebab sudah mengantongi izin.

“Jadi itu yang membuat kami di Subak Jatiluwih menjadi khawatir. Kami yang di bawah sudah sepakat untuk mempertahankan. Kami tidak ingin dampak dari pariwisata akan berdampak ke subak,” tegasnya.

Ditegaskan Mustra, bahwa harapan saat ini ada ketegasan dan solusi dari pemerintah terkait dengan hal ini.

Apalagi, pembangunan dilakukan oleh masyarakat di luar Desa Jatiluwih.

Dia khawatir akan menimbulkan permasalahan baru di masyarakat.

“Memang di awig-awig telah diatur untuk tidak alih fungsi. Namun kita secara hukum tidak kuat. Makanya, kami harap pemda agar membuat regulasi sebagai payung hukum atas permasalahan ini,” ungkapnya.

Menurut Mustra, pemerintah sudah menetapkan peraturan daerah (Perda) terkait sawah abadi.

Di mana dalam aturannya, mengatur pembangunan tidak dilakukan di lahan sawah yang dilindungi (LSD).

Bahkan, Subak Jatiluwih juga telah membuat aturan terkait pembangunan.

“Ada awig-awig, tetapi masih sebatas umum. Sanksinya pun masih berupa upacara, tidak ada sanksi sosial,” bebernya. (ang).

Kumpulan Artikel WWF

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved