Berita Buleleng

BPN Singaraja Akan Terbitkan SHM Lahan Pekarangan Untuk 72 KK Eks Timtim

BPN Singaraja Akan Terbitkan SHM Lahan Pekarangan Untuk 72 KK Eks Timtim

Penulis: Ratu Ayu Astri Desiani | Editor: Aloisius H Manggol
Tribunnews
Ilustrasi sertifikat tanah. 

BPN Akan Terbitkan SHM Lahan Pekarangan Untuk 72 KK Eks Timtim 


TRIBUN-BALI.COM, SINGARAJA - Badan Pertanahan Negara (BPN) Singaraja akan segera menerbitkan Sertifikat Hak Milik (SHM) lahan pekarangan untuk 72 kepala keluarga warga eks Timtim, yang tinggal di wilayah Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak, Buleleng. SHM tersebut hanya diberikan kepada warga yang setuju.

Hal tersebut disampaikan Direktur Landreform Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Rudi Rubijaya, usai menggelar rapat bersama dengan Gugus Tugas Reforma Agraria Buleleng, Kamis (30/5).

Baca juga: Terungkap, Sebelum Masuki Pura di Buleleng, Empat Pelaku Atur Strategi di Bawah Pohon Beringin

Sejatinya ada 107 warga eks Timtim yang tinggal di Desa Sumberklampok. Mereka bermukim di wilayah tersebut sejak tahun 2000 silam.

Masing-masing KK memiliki lahan pekarangan seluas 4 Are, serta lahan garapan masing-masing 50 Are. 

Warga kemudian menuntut pemerintah agar lahan pekarangan dan garapan  segera diterbitkan SHM melalui program reforma agraria.

Baca juga: Bendesa Adat Berawa Bali Minta Uang Rp 50 Juta untuk Imunisasi Cucu, Galau Tunggu Cair Rp 10 M

Namun saat ini pemerintah baru bisa melepas lahan pekarangan. Sementara lahan garapan masih terkendala, mengingat lokasinya berada di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT). 


Rudi menyebut, saat dari 107 KK eks Timtim yang ada, baru 75 KK yang menyatakan setuju agar penerbitan SHM dilakukan untuk lahan pekarangan terlebih dahulu. Sementara 35 KK lainnya menolak, lantaran berkeinginan agar SHM lahan pekarangan dan lahan garapan diterbitkan secara bersamaan. 


"Memang ada beberapa KK yang tidak setuju, masih kami telusuri keberatannya. Kalau keberatannya sesuai dengan kewenangan kementerian, tentu akan kami koordinasikan dulu. Sementara yang sudah setuju kami apresiasi. Yang sudah setuju akan segera kami terbitkan SHM lahan pekarangannya dan akan diserahkan secepatnya, kalau bisa di bulan Juni ini," terangnya.


Ditambahkan Rudi, meski saat ini SHM lahan garapan belum bisa diterbitkan, masyarakat sejatinya masih bisa memanfaatkan lahan tersebut untuk bertani dan beternak. 

Sementara Pj Bupati Buleleng Ketut Lihadnyana mengatakan, pembebasan lahan garapan untuk warga eks Timtim ini menjadi kewenangan pemerintah pusat, mengingat lahan tersebut masuk dalam kawasan HPT. Namun pihaknya akan memfasilitasi aspirasi masyarakat tersebut, untuk dapat bertemu dengan pemangku kebijakan. 


Lihadnyana memaparkan sejatinya sudah ada solusi yang ditawarkan KLHK, yakni dengan hutan sosial. Masyarakat tetap dapat menggunakan lahan tersebut untuk kegiatan-kegiatan ekonomi. Namun beberapa KK menuntut agar lahan tersebut menjadi hak milik. Atas tuntutan tersebut,  solusinya kata Lihadnyana Pemprov Bali harus mengubah Rencana Tata Ruang terlebih dahulu.  "Sepanjang dalam RT RW itu masih masuk dalam kawasan hutan, susah. Kecuali dalam RT RW itu dikeluarkan dulu. Dibebaskan dari luas garapan yang dimohonkan. Baru bisa," terangnya. 


Mengingat saat ini masih ada 35 KK yang belum setuju, Lihadnyana pun berharap mereka dapat menjaga situasi agar tetap kondusif, sehingga proses penerbitan SHM lahan pekarangan untuk 75 KK yang sudah setuju dapat berjalan lancar. "Jangan ada kerawanan. Pak Kapolres dan Dandim sudah humanis. Mari kita hormati itu. Tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan," tandasnya.


Sebelumnya Perwakilan Warga eks Timtim Nengah Kisid mengatakan, sejauh ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menerbitkan SK pembebasan lahan untuk lahan pekarangan dengan total luas lahan 4,28 hektar untuk 107 warga eks Timtim. Dengan terbitnya SK tersebut, BPN Buleleng akan segera melakukan pemetaan dan pengukuran di lokasi, agar SHM lahan pekarangan dapat segera diterbitkan. 


Sementara untuk lahan garapan dengan total luas 66,3 hektar hingga saat ini tak kunjung dilepaskan, lantaran lahan tersebut berada di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT). Pemprov Bali belum dapat mengeluarkan lahan tersebut dari Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) karena luasan hutan di Bali masih dibawah 30 persen. 

Sumber: Tribun Bali
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved