Berita Denpasar
40 Karya Rare dari Batuan Dipamerkan di Art Center Denpasar, Angkat Tema Pewayangan hingga Doraemon
Warih Wisatsana menambahkan, karya-karya para seniman cilik ini menghadirkan berbagai ekspresi kebersamaan, keragaman imajinasi, juga interpretasi
Penulis: Putu Supartika | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Bekerja sama dengan Perkumpulan Pelukis Baturulangun Batuan, Gianyar, Bentara Budaya Bali menggelar pameran seni rupa oleh seniman anak dan remaja (rare) yang menekuni seni lukis gaya Batuan.
Ada sebanyak 40 karya lukisan hitam putih dihadirkan dalam pameran yang digelar di Art Center Denpasar.
Pameran ini dibuka secara resmi pada Minggu 25 Agustus 2024, pukul 17.00 WITA, oleh Rektor Institut Seni (ISI) Denpasar, Prof. Dr. Wayan ‘Kun’ Adnyana dan berlangsung hingga 2 September 2024.
Pameran ini mengangkat tema Kawitan Masa Depan, bukan saja sebagai cerminan keberlanjutan kreativitas, tetapi juga pengharapan bahwa anak-anak dari Batuan ini senantiasa menjunjung keluhuran Kawitan mereka, berikut warisan karya yang adiluhung dari para pendahulu.
Baca juga: Karya 24 Perupa dengan Tema Karma Wong Kawya di Taman Budaya Bali Denpasar
Kepala Bentara Budaya Bali, AA Gede Rai Sahadewa mengatakan, Kawitan berasal dari kata sanskerta Wit, yang berarti mula asal atau leluhur, merujuk titi waktu atau sesuatu yang lampau.
Sedangkan Masa Depan seketika memberikan gambaran tentang pengharapan akan esok atau mendatang yang lebih cemerlang.
“Dengan kata lain, eksibisi yang menampilkan karya generasi terkini Perkumpulan Pelukis Baturulangun Batuan, membuktikan terjaganya elan kreatif masyarakat Desa Batuan sedini diwariskan para leluhur lebih dari satu milenium itu,” katanya.
Adapun Padanan, kata Rare, dalam pengertian Bahasa Indonesia adalah anak yang membawa asosiasi kita pada kepolosan dan keluguan, serta sebuah dunia murni yang penuh dengan keriangan.
Rare juga mengingatkan kita pada mitologi yang mewarnai kehidupan sosial kultural masyarakat Bali hingga kini, yakni Rare Angon, harfiah maknawiyah adalah anak gembala, dipercaya merupakan manifestasi Dewa Siwa.
Berbagai lontar dengan varian kisahan Rare Angon ini, masing-masing mengedepankan ajaran filsafat (tattwa) itihasa lokal Bali berikut tata titi turunannya yang dapat menjadi pedoman perilaku keseharian.
“Daya kreatif yang mengundang kekaguman lintas bangsa ini mengemuka seturut suratan prasasti berangka tahun 944 Caka (1022 M), yang menorehkan sabda Raja Marakata dari Wangsa Warmadewa,” imbuhnya.
Kurator pameran, Warih Wisatsana menambahkan, karya-karya para seniman cilik ini menghadirkan berbagai ekspresi kebersamaan, keragaman imajinasi, juga interpretasi tentang nilai-nilai kepahlawanan, sosok panutan atau sumber inspirasi.
Ini tertaut pula pameran besar tiga generasi perupa Batuan bertajuk “A Tribute to I Nyoman Ngendon” yang akan diselenggarakan pada 3-22 September 2024 di Museum ARMA, Ubud.
Melalui karya-karya pameran hitam putih para rare ini, segera mengemuka semangat untuk melacak jejak estetik-stilistik warisan pendahulu.
Walau tidak sepenuhnya merunut teknik seni lukis Batuan secara ketat, para pelukis kanak kali ini, berdasarkan tampilan karya juga pengakuan mereka, telah berusaha memenuhi tahapan penciptaan, mulai dari ngorten (membuat sketsa dengan pensil), lalu nyawi (menegaskan garis dengan tinta cina), selanjutnya ngucak (memberi efek jauh-dekat dan terang gelap), menyunin (memberi kesan berisi), serta secara tekun memberi ornamen pilihan yang mempribadi sejalan luapan imajinasi masing-masing.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.