bisnis

PERKETAT Pencairan Dana Pensiun, OJK Terapkan Kebijakan Baru, Begini Sistemnya!

Apabila saldo manfaat pensiun peserta di atas Rp 500 juta, maka 20 persen akan dibayarkan sekaligus, sedangkan sisanya yang sebesar 80 persen.

Tribunnews/Jeprima
Ilustrasi Uang - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan menerapkan kebijakan baru terkait dana pensiun. Adapun regulator bakal memperketat pencairan manfaat pensiun, khususnya untuk peserta yang memiliki saldo manfaat pensiun minimal Rp 500 juta setelah dikurangi PPh 21. 

TRIBUN-BALI.COM - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan menerapkan kebijakan baru terkait dana pensiun. Adapun regulator bakal memperketat pencairan manfaat pensiun, khususnya untuk peserta yang memiliki saldo manfaat pensiun minimal Rp 500 juta setelah dikurangi PPh 21.

Dalam Pasal 56 POJK Nomor 27 Tahun 2023 disebutkan bahwa pembayaran manfaat dana pensiun bagi peserta hingga anak peserta harus dilakukan secara berkala, baik lewat dana pensiun maupun pembelian anuitas dari perusahaan asuransi jiwa.

Sebagai informasi, anuitas dana pensiun adalah produk asuransi jiwa yang memberikan pembayaran secara berkala kepada peserta yang telah mencapai usia pensiun, janda/duda, atau anak. Pembayaran itu dilakukan untuk jangka waktu tertentu atau seumur hidup.

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono menyebutkan, mulai bulan depan atau Oktober 2024, manfaat pensiun di atas Rp 500 juta harus dibayarkan secara berkala selama minimal 10 tahun setelah peserta mencapai usia pensiun.

Baca juga: Harga Minyakita Naik Lampaui HET! GIMNI Sebut Kemungkinan Ada Kebocoran di Lapangan

Baca juga: LUHUT Sentil Soal Sampah di Bali, Pj Gubernur Rencana Pakai Incinerator

Apabila saldo manfaat pensiun peserta di atas Rp 500 juta, maka 20 persen akan dibayarkan sekaligus, sedangkan sisanya yang sebesar 80 persen dibayarkan berkala.

Menanggapi hal itu, Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) menyampaikan, sebetulnya aturan tersebut sudah tertera dalam Undang-undang dana pensiun Nomor 11 Tahun 1992, bahkan mewajibkan anuitas seumur hidup.

"Namun, praktiknya, para peserta berkolaborasi dengan pihak asuransi jiwa hanya menempatkan ke asuransi selama 1 atau 3 bulan, lalu diambil sekaligus dengan potongan sekian persen nego," ujar Staf Ahli ADPI, Bambang Sri Mulyadi kepada Kontan, Rabu (4/9).

Bambang menerangkan, pada undang-undang P2SK, dana pensiun tetap mewajibkan pembayaran manfaat pensiun secara berkala. Untuk menjaga agar tidak terulang pengambilan sekaligus, maka OJK akan mengeluarkan aturan bahwa manfaat pensiun harus dibayar berkala minimal 10 tahun.

"Hal tersebut juga harus dibarengi dengan pengawasan pada asuransinya. Kalau dibayar sendiri oleh dana pensiun, sebetulnya lebih baik bagi peserta pensiunan maupun bagi dana pensiunnya," kata Bambang.

Sementara itu, Dana Pensiun BCA (DPBCA) menyampaikan berdasarkan aturan di undang-undang yang lama maupun yang baru di Undang-undang Nomor 4 Tahun 2023, pengertian dana pensiun adalah dana yang dihimpun oleh pekerja sampai usia pensiun yang digunakan untuk keperluan peserta setelah pensiun. Adapun kalau undang-undang lama sampai meninggal atau anuitas seumur hidup.

"Dalam UU baru direlaksasi, tidak mesti seumur hidup, tetapi bisa minimal 10 tahun setelah usia pensiun normal (55 tahun) atau bisa juga sampai seumur hidup," ucap Direktur Utama Dana Pensiun BCA Budi Sutrisno kepada Kontan, Rabu (4/9).

Budi mengatakan, dana pensiun bukan seperti pesangon yang membuat pekerja pensiun langsung dapat uang pesangonnya secara langsung. Untuk itu ke depannya, dia bilang para pekerja yang pensiun dapat membeli anuitas dengan jangka waktu 10 tahun atau seumur hidup di perusahaan asuransi.

"Selain itu, bisa juga Dana Pensiun Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP) dapat membuat produk pembayaran berkala minimal 10 tahun. Dengan demikian, peserta tidak perlu membeli anuitas di perusahaan asuransi, tetapi bisa tetap di dana pensiun yang membuat produk pembayaran berkala," tuturnya.

Dalam sistem pembayaran berkala, Budi mengatakan dana yang dibayarkan adalah pokok dan pengembangan, yang sebesar 80 persen dibayarkan oleh dana pensiun kepada peserta selama 10 tahun setiap bulannya. Dia bilang pokok secara pro rata ditambah pengembangannya.

Ke depan, Budi menyebut peserta pensiun bisa punya opsi, yaitu anuitas minimal 10 tahun ke perusahaan asuransi atau tetap di dana pensiunnya dengan skema pembayaran berkala minimal 10 tahun juga. (kontan)

Bisa Dapat Penghasilan Bulanan

PERENCANA Keuangan Ahmad Gozali berpendapat aturan dalam Peraturan OJK Nomor 27 Tahun 2023 ini ingin mengembalikan proses pensiun anuitas sesuai dengan skema aslinya, yaitu para peserta bisa mendapatkan penghasilan pensiun secara bulanan seperti halnya pensiun PNS.

"Selama ini kan diatur agar hanya 20 persen bisa diambil sekaligus, dan sisanya 80 persen harus masuk program anuitas. Tapi nyatanya banyak yang 'ambil paksa' program anuitasnya, walaupun terkena penalti. Akibatnya mereka tidak menikmati penghasilan bulanan pensiunan," kata Ahmad Gozali kepada Kontan, Rabu (4/9).

Produk anuitas ini adalah produk asuransi jiwa yang memberikan pembayaran secara bulanan kepada peserta yang telah mencapai usia pensiun, serta kepada janda/duda atau anak, untuk jangka waktu tertentu atau secara berkala.

Produk Anuitas tersebut nantinya akan menjadi sumber pendapatan utama bagi penerima dana pensiun di masa depan. OJK menyebut, bahwa peserta PPIP yang pensiun harus mengalihkan 80 persen dari saldo manfaatnya ke program anuitas. Namun, jika pendapatan berada di bawah pertumbuhan yang ditentukan, dana tersebut dapat diambil secara tunai.

Adapun mulai Oktober 2024, pencairan atau surrender anuitas tidak boleh dilakukan sebelum usia kepesertaan mencapai 10 tahun. Pencairan anuitas yang sering dilakukan sebelum waktunya menjadi salah satu alasan mengapa Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) tidak mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan 80 persen dari dana yang ada harus digunakan untuk membeli produk anuitas.

Ahmad Gozali mengatakan, terdapat hal positif terhadap kebijakan baru dana pensiun ini yaitu nasabah bisa tetap berpenghasilan rutin di masa pensiun mereka. Kemudian juga mencegah terjerumusnya investasi bodong dengan mewajibkan masuk ke program anuitas yang diresmikan oleh lembaga keuangan.

Namun, tentu saja terdapat sentimen negatif atas kebijakan ini. Ahmad Gozali menilai, sebagian orang yang memiliki jiwa bisnis tidak leluasa untuk menggunakan uangnya sebagai modal usaha untuk masa pensiun. Sementara itu, sebagian nasabah lainnya yang fokus berinvestasi bisa merasa tidak leluasa, karena investasinya menjadi terbatas hanya pada anuitas yang berisiko rendah.

"Tapi saya rasa kebijakan ini tidak akan terlalu berdampak pada banyak orang jika batas minimalnya adalah Rp 500 juta. Karena biasanya selama ini hasil akumulasi dana pensiun itu berkisaran belasan sampai 20-an kali gaji bulanan," kata Ahmad.

Perencana Keuangan Mike Rini menuturkan, hal positif dari kebijakan ini, dengan pembayaran melalui anuitas, peserta bisa mendapatkan aliran pendapatan yang stabil selama periode waktu tertentu, sehingga membantu perencanaan keuangan jangka panjang.

Ia bailang pembayaran bertahap juga dapat mencegah peserta menghabiskan seluruh dana pensiun sekaligus, yang sering kali terjadi jika diambil semua di depan. "Pembayaran melalui anuitas dapat dirancang untuk memberikan penyesuaian terhadap inflasi, sehingga menjaga daya beli peserta," kata Mike Rini kepada Kontan, Rabu (4/9).

Sementara dampak negatifnya, peserta tidak dapat menarik seluruh dana sekaligus, hal ini menjadi masalah jika mereka membutuhkan uang tunai untuk keperluan mendesak. Pembayaran yang terikat pada jangka waktu tertentu dapat mengurangi fleksibilitas peserta dalam mengelola keuangannya.

"Ketergantungan pada penyedia anuitas, stabilitas, dan kinerjanya yang bisa menjadi risiko jika penyedia mengalami masalah keuangan. Belum lagi, adanya potensi kemungkinan terjadinya perubahan di masa depan yang dapat mempengaruhi manfaat anuitas dana pensiun itu sendiri," tuturnya.

Untuk memastikan tujuan dan manfaat dari program pensiun tercapai, OJK akan menerapkan aturan bahwa pencairan dana pensiun tidak dapat dilakukan sebelum usia kepesertaan mencapai 10 tahun. (kontan)

 

Sumber: Kontan
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved