UMKM Bali
UMKM Gipang Mutiara Indah: Jajanan Tradisional Bali yang Tetap Bertahan di Tengah Zaman
I Wayan Suka, seorang pria berusia 70 tahun, adalah pendiri dari Gipang Mutiara Indah di Bali
Penulis: I Made Wira Adnyana Prasetya | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, MANGUPURA - Gipang Mutiara Indah merupakan sebuah usaha UMKM yang bergerak di bidang produksi jajanan tradisional khas Bali, yaitu jaje Gipang.
Terletak di Gg. Dukuh Keling, Desa Sading, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, Bali, UMKM ini menjadi salah satu pelopor pengrajin jaje Gipang di daerahnya.
Beroperasi dari jam 9 pagi hingga 5 sore, Gipang Mutiara Indah telah menjadi bagian penting dari tradisi kuliner lokal yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Baca juga: Dukung Usaha Kecil Menengah, De Gadjah Akan Luncurkan 1.000 Startup Berbasis Pariwisata dan UMKM
Perjalanan Panjang Sejak 1987
UMKM Gipang Mutiara Indah telah berdiri sejak tahun 1987, dan sejak itu telah tumbuh menjadi salah satu penghasil jajanan tradisional yang cukup terkenal di Desa Sading.
Desa ini sendiri memang sudah lama dikenal sebagai pusat pengrajin jajanan tradisional Bali, seperti Gipang, kue bolong, dan jaje potong.
I Wayan Suka, seorang pria berusia 70 tahun, adalah pendiri dari Gipang Mutiara Indah.
Ia memulai usaha ini setelah menikah dan memiliki pengalaman bekerja sebagai buruh di industri jajanan tradisional di desanya.
Setelah bertahun-tahun mempelajari cara produksi dan seluk-beluk usaha, I Wayan Suka akhirnya memutuskan untuk mandiri dan mendirikan usaha jajanan Bali sendiri.
“Pada awalnya memang cukup sepi," ungkap Wayan Suka saat mengenang awal berdirinya usaha ini.
"Tapi lambat laun, orang mulai tahu dari mulut ke mulut, apalagi Desa Sading saat itu sedang terkenal sebagai desa produksi jajanan tradisional.”
Perlahan, usaha yang dimulai dengan penuh tantangan itu mulai berkembang dan dikenal masyarakat sekitar.
Dua Varian Gipang: Beras dan Jagung
Gipang Mutiara Indah memproduksi dua jenis utama jajanan Gipang, yaitu Gipang yang terbuat dari beras dan Gipang dari jagung.
Varian beras berbentuk lingkaran, sementara varian jagung berbentuk persegi panjang.
Meski sederhana, jajanan ini sangat populer, terutama dalam konteks upacara keagamaan umat Hindu di Bali, di mana gipang sering digunakan sebagai pelengkap banten (sesajen).
Namun, selain sebagai bagian dari ritual, jajanan ini juga cocok sebagai camilan sehari-hari dengan rasa yang manis dan tekstur yang renyah, terutama jika dinikmati bersama secangkir kopi.
Regenerasi Bisnis: Estafet ke Generasi Kedua
Saat ini, Gipang Mutiara Indah diteruskan oleh generasi kedua, yaitu Made Adiawan, putra I Wayan Suka yang kini berusia 41 tahun.
Ia mengambil alih kepemimpinan usaha keluarga ini dengan penuh semangat, mempertahankan warisan kuliner yang telah dirintis oleh ayahnya.
“Usaha ini bergerak di bidang makanan tradisional Bali, namanya Gipang. Gipang sendiri merupakan jajanan olahan dari beras atau jagung, rasanya hampir mirip dengan popcorn,” ujar Made Adiawan.
“Usaha ini didirikan oleh ayah saya tahun 1987, dan sekarang saya teruskan hingga sekarang,” lanjutnya.
Made Adiawan tidak hanya menjaga tradisi, tetapi juga melibatkan warga sekitar, terutama ibu-ibu rumah tangga, dalam kegiatan produksi.
Dengan cara ini, UMKM Gipang Mutiara Indah juga berperan dalam memberdayakan masyarakat setempat.
Dalam musim ramai, terutama saat mendekati hari-hari besar keagamaan, permintaan Gipang bisa melonjak tajam.
“Sehari itu bisa menghabiskan 100 kg beras waktu musim ramai, bisa ribuan kita buat Gipang,” kata Made Adiawan.
Proses Produksi Gipang yang Masih Tradisional
Proses pembuatan Gipang di Gipang Mutiara Indah masih dilakukan dengan cara tradisional, meskipun dibantu dengan beberapa mesin sederhana.
Made Adiawan menjelaskan proses pembuatan Gipang yang terbilang cukup sederhana, namun memerlukan ketelatenan.
“Awalnya beras atau jagung itu dipanaskan di sebuah mesin hingga mekar, hasilnya disebut emping. Setelah itu, kita masak campuran gula, air, dan vanili hingga mengental di wajan. Campuran tersebut kemudian dicampurkan dengan emping yang sudah mekar hingga meresap dan agak lengket, baru kita cetak menggunakan cetakan dan digiling supaya Gipang -nya melekat dengan kuat. Tidak perlu menunggu lama, setelah itu dilepas dari cetakan dan dikemas,” jelas Made Adiawan.
Tantangan dan Harapan ke Depan
Seperti banyak usaha tradisional lainnya, Gipang Mutiara Indah juga menghadapi tantangan, terutama dalam mempertahankan relevansi produk mereka di tengah maraknya produk camilan modern.
Namun, dengan upaya yang konsisten dalam menjaga kualitas dan melibatkan teknologi sederhana dalam produksi, Made Adiawan berharap usaha keluarganya ini bisa terus bertahan dan bahkan berkembang lebih luas lagi.
UMKM Gipang Mutiara Indah bukan hanya sekadar usaha keluarga, tetapi juga simbol dari pelestarian warisan kuliner Bali yang tetap lestari di tengah modernisasi.
Jaje Gipang yang renyah dan manis ini terus menjadi bagian dari tradisi masyarakat Bali, sekaligus menjadi bukti bahwa usaha kecil bisa memiliki dampak besar bagi komunitas di sekitarnya.(*)
Kumpulan Artikel Bali
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.