bisnis
Penyerapan Beras Dalam Negeri Capai 1,7 Juta Ton, 57 Persen dari Target yang Ditetapkan Pemerintah
Perum Bulog ditugaskan untuk menyerap produksi dalam negeri sebayak 3 juta ton setara beras di tahun 2025.
TRIBUN-BALI.COM - Direktur Utama Perum Bulog Novi Helmy Prasetya melaporkan hingga Selasa (29/4) realisasi serapan beras dalam negeri mencapai 1,7 juta ton atau 57 persen dari terget yang ditetapkan oleh pemerintah sebesar 3 juta ton.
Novi mengatakan dari jumlah tersebut sebanyak 2 juta lebih dalam bentuk gabah kering panen (GKP) dari petani dan sisanya merupakan penyerapan berupa beras.
“Artinya serapan kita berpihak kepada petani dan realisasi serapan gabah capai 82,67% an beras 33,83%,” ujarnya dalam Raker Bersama Komisi VI DPR RI, Selasa (29/4).
Perum Bulog ditugaskan untuk menyerap produksi dalam negeri sebayak 3 juta ton setara beras di tahun 2025.
Novi mengklaim dari jumlah tersebut sebanyak 2,5 juta ton akan diserap dalam bentuk gabah kering panen (GKP) dan sisanya merupakan penyerapan dalam bentuk beras.
Alasan penyerapan GKP lebih banyak karena pemerintah ingin memastikan kesejahteraan petani dengan mendapatkan harga pembelian pemerintah (HPP) gabah Rp 6.500/kg.
Baca juga: Fleksibilitas & Kemandirian Jadi Prioritas, Grab Indonesia Dukung Pemberdayaan Mitra Pengemudi
Baca juga: Sinergi Badan Gizi Nasional & BPJS Ketenagakerjaan, Cep: Ini Bisa Lindungi Pekerja di Ekosistem MBG

“Karena sesuai dengan instruksi Pak Presiden Prabowo Subianto bahwa petani harus disejahterakan di musim panen raya ini,” pungkasnya.
Sekadar informasi, keputusan pemerintah untuk menyesuaikan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah untuk Perum Bulog dari Rp 6.000 per kilogram (kg) menjadi Rp 6.500 per kg mulai diberlakukan mulai 15 Januari 2025 lalu.
Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi mengatakan, pemberlakuan penyesuaian HPP gabah untuk memberikan keleluasaan kepada Bulog dalam mengoptimalkan serapan hasil produksi petani pada masa panen raya di tahun ini.
Menurut Arief, HPP Rp 6.500 per kg merupakan harga yang wajar di tingkat petani dengan memperhitungkan struktur ongkos usaha tani, serta masukan dari berbagai unsur, termasuk dari organisasi petani itu sendiri.
“Jadi kita tidak melihat satu sisi saja, bahwa kepentingan di hulu, para sedulur petani kita ini harus diperhitungkan dan tentunya mempertimbangkan masukan dari semua stakeholder, sehingga mendapat harga yang wajar untuk usaha produksinya. Di sisi lain juga, kepentingan di hilir juga kita harus lihat, bahwa harga di tingkat konsumen juga harus wajar,” terang Arief. (kontan)
Hadirkan Band Juicy Luicy, PLN Dukung Penyelenggaraan Bali EV Festival 2025 |
![]() |
---|
SIAPKAN Proyek Baru PLTS 9-10 MW di Badung, Kapasitas PLTS di Bali Saat Ini Capai 50 MW |
![]() |
---|
TAX Ratio Diprediksi Hanya 15,01 Persen dari PDB, Target Tax Ratio Masih Jauh dari Harapan |
![]() |
---|
POTENSI Transaksi Produk Makanan Olahan Rp221 Miliar di India |
![]() |
---|
Penggerak Ekosistem Digital, 1 Dekade Batic 2025, Jawab Tantangan Transformasi Digital dan AI |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.