Berita Bali

Mendagri Izinkan Pemda Rapat di Hotel dan Restoran, Kepala Dispar Sebut MICE di Bali Hidup Kembali

Tito mengatakan, pemotongan anggaran di daerah untuk penghematan sekitar Rp 50 triliun bagi 552 daerah. 

Pixabay
Ilustrasi hotel - Mendagri Izinkan Pemda Rapat di Hotel dan Restoran, Kepala Dispar Sebut MICE di Bali Hidup Kembali 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Kegiatan Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE) instansi pemerintah tidak diperbolehkan digelar di hotel dan restoran dalam rangka kebijakan efisiensi anggaran. Hal ini berdampak langsung terhadap industri pariwisata. 

Bahkan pekerja pariwisata yang bekerja di sektor akomodasi penginapan terancam pemutusan hubungan kerja (PHK). 

Kebijakan ini juga berdampak langsung untuk membantu pemulihan sektor pariwisata dan ekonomi pasca Covid-19 di Bali.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian akhirnya memberikan izin kepada pemerintah daerah (Pemda) untuk kembali mengadakan rapat di hotel. 

Baca juga: Pinjam Modal Rp50 Juta dengan KUR BRI 2025, Solusi Cepat dan Mudah Dana Mendadak untuk UMKM Anda

Tito menyatakan, pemerintah daerah boleh melaksanakan kegiatan di hotel dan restoran asal tidak berlebihan. 

Hal tersebut dikatakan Tito saat menghadiri acara Musrenbang provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) di Kota Mataram, Rabu 4 Juni 2025.  

“Daerah boleh melaksanakan kegiatan di hotel dan restoran,” kata Tito, Rabu 4 Juni 2025.  

Tito mengatakan, pemerintah melakukan efisiensi untuk kepentingan rakyat, tetapi tidak berarti dilarang untuk kegiatan di hotel dan restoran. 

“Silakan asal jangan berlebihan,” kata Tito.  

Tito mengatakan, pemda harus selektif memilih hotel-hotel yang mengalami penurunan okupansi untuk melaksanakan kegiatan di sana.  

“Kurangi boleh tapi jangan sama sekali enggak ada, tetap laksanakan kegiatan di hotel dan restoran. Target betul hotel dan restoran yang agak kolaps-kolaps buatlah kegiatan di sana, supaya mereka bisa hidup,” kata Tito.  

Terkait hal ini, Tito mengatakan, sudah mendapatkan arahan langsung dari Presiden Prabowo Subianto.  

Tito mengatakan, pemotongan anggaran di daerah untuk penghematan sekitar Rp 50 triliun bagi 552 daerah. 

Menurut Tito, potongan ini tidak terlalu signifikan dan tidak mengganggu program lain di daerah. 

“Jadi daerah biarkan saja pendapat saya, untuk ke hotel restoran perjalanan dinas fine. Tapi tolong juga pakai perasaan kalau seandainya rapatnya 3 kali cukup, 4 kali cukup, jangan dibikin 10 kali lah gitu aja. Tapi bukan berarti tidak boleh, boleh saya tegaskan di sini,” ujar Tito seperti dilansir kompas.com. 

Menurut Kepala Dinas Pariwisata (Dispar) Bali, I Wayan Sumarajaya kebijakan ini akan berdampak langsung untuk membantu pemulihan sektor pariwisata dan ekonomi pasca Covid-19 di Bali

Sebab, kegiatan rapat di hotel dan restoran menghidupkan kembali kegiatan MICE. 

“Apalagi, dikatakan selama ini Bali selalu gencar mempromosikan pariwisata MICE, sebagai salah satu produk  pariwisata yang juga akan mendukung pembangunan  pariwisata Bali menuju pariwisata berkualitas. Kebijakan ini pasti juga akan berdampak terhadap UMKM di Bali,” jelasnya, Senin 9 Juni 2025. 

Sementara itu, Anggota Komisi II DPR RI, Muhammad Khozin menyebut, perlu ada pedoman bagi pemda terkait diperbolehkannya menggelar rapat-rapat di hotel. 

Khozin mengatakan, panduan itu penting agar tidak kebablasan dalam penggunaan anggaran. 

Meskipun, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sudah memperbolehkan pemda menggelar rapat di hotel. 

Apalagi, dia meyakini bahwa relaksasi efisiensi anggaran bagi pemerintah daerah dimaksudkan untuk mendukung keberlangsungan hotel dan restoran. 

“Secara prinsip setuju atas relaksasi efisiensi anggaran tersebut. Industri perhotelan harus didukung oleh pemerintah,” kata Khozin dikutip dari Antaranews dan dilansir kompas.com, Sabtu 7 Juni 2025.

Menurut dia, panduan yang jelas bagi Pemda dalam relaksasi anggaran penting diterbitkan dalam revisi atas surat edaran yang telah diterbitkan Kemendagri. 

Diketahui, pada 23 Februari 2025, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 900/833/SJ sebagai tindak lanjut dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi anggaran. 

“Idealnya, menteri menerbitkan SE baru sebagai perubahan atas SE sebelumnya,” ujar Khozin. 

Keberadaan surat edaran yang baru juga penting untuk menjawab pembatasan penggunaan anggaran yang bersifat seremonial, kajian, hingga seminar dalam Inpres sebelumnya. 

“Harus ada pedoman baru, agar tidak terjadi kebingungan atau kebablasan. Spirit efisiensi dan relaksasi harus terukur,” katanya. 

Untuk itu, dia mengingatkan kepada Kemendagri agar melakukan kajian secara matang sebelum mengeluarkan kebijakan agar hal yang dihasilkan dapat terukur dan memberi manfaat bagi publik. 

“Ke depan dalam setiap menerbitkan kebijakan harus ada kajian yang matang dan terukur. Jangan ada kesan plin-plan,” ujar Khozin.

Ketua Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayuda mengingatkan pemerintah daerah untuk memprioritaskan penggunaan kantor untuk menggelar rapat berskala kecil. 

“Tentu jika rapat-rapatnya tidak terlalu penting dan skalanya kecil, tetap harus memprioritaskan penggunaan kantor,” ujar Rifqi saat dihubungi, Senin 9 Juni 2025.
 
Menurutnya, pemerintah daerah perlu menyusun skala prioritas dalam pelaksanaan rapat yang boleh digelar di hotel atau restoran. 

Hal tersebut menjadi tugas dari kepala daerah sebagai penanggung jawab anggaran di masing-masing pemerintah daerah. 

“Peran kepala daerah, gubernur, bupati, maupun wali kota sebagai penanggung jawab anggaran melalui sekretaris daerah masing-masing adalah memastikan prioritas rapat apa saja yang diperbolehkan. Agenda dengan skala seperti apa yang diperkenankan untuk menggunakan hotel dan restoran,” ujar Rifqi. 

Di samping itu, Komisi II pernah meminta pemerintah pusat untuk menyusun petunjuk teknis dan standar biaya untuk melakukan rapat di hotel atau restoran. 

Hal tersebut dinilainya perlu, mengingat pemerintah tengah melakukan efisiensi anggaran. 

“Di tengah semangat efisiensi dan efektivitas anggaran, memang diperlukan ada petunjuk teknis serta standar biaya penggunaan hotel dan restoran untuk kepentingan rapat-rapat dan pertemuan-pertemuan resmi, baik yang dilakukan oleh kementerian/lembaga maupun pemerintah-pemerintah daerah,” ujar Rifqi. 

Okupansi Naik 10 Persen

Di sisi lain, okupansi atau tingkat hunian kamar hotel saat libur panjang Idul Adha 1446 H/2025 di Bali meningkat. 

Kenaikan okupansi terjadi sekitar 10 persen dibandingkan hari-hari biasa. 

Namun Wakil Ketua Pengusaha Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali I Gusti Ngurah Rai Suryawijaya mengatakan kondisi ini masih lebih rendah dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. 

“Pada momen libur panjang Idul Adha tahun ini terjadi lonjakan kunjungan ke Bali sekitar 10-15 persen. Berbeda dengan pada momen libur panjang tahun-tahun sebelumnya, peningkatan kunjungan bisa mencapai 20 hingga 30 persen,” jelasnya, Senin 9 Juni 2025. 

Di momen libur panjang Idul Adha, cuti bersama dan weekend ini ada peningkatan kunjungan wisatawan khususnya domestik. 

Peningkatan kunjungan ini tentu berpengaruh terhadap okupansi di Bali yang saat ini mencapai rata-rata 70 persen. 

Berbeda dengan hari-hari biasa yang okupansi hanya 60 persen. 

Namun angka ini dikatakannya masih lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya.

Kawasan yang disasar dalam libur panjang Idul Adha ini masih didominasi di Bali Selatan. 

Untuk tamu domestik kalangan menengah ke atas lebih menyasar kawasan Nusa Dua, Jimbaran, Uluwatu dan Kuta. 

Sementara untuk daerah menengah lebih banyak ke Canggu, Legian, Seminyak, Legian dan sebagainya. 

Jelang libur sekolah pihaknya optimistis ada peningkatan okupansi dari tamu domestik ataupun mancanegara. 

Namun dia mengakui kondisi perekonimian secara global yang tengah lesu membuat kunjungan tidak akan begitu signifikan. 

“Global ekonomi tengah mengalami kelesuan saat ini. Mudah-mudahan peningkatan okupansi cukup untuk Bali seperti yang kita targetkan,” terangnya. 

Demikian pemesanan kamar hotel oleh wisman jelang high season (Juli-Agustus) kata dia, sudah mulai ada. 

Terutama untuk wisman asal Australia, India termasuk Tiongkok. 

Meski jumlahnya belum seramai tahun sebelumnya, dia berharap mendekati momen libur nanti pemesanan kamar hotel terus bertambah. 

“Sekarang biasanya banyak yang melakukan pemesanan last minute, mereka booking langsung dapat. Karena kita lihat Bali sudah memiliki 120 ribu kamar hotel, cukup banyak, sehingga mereka yakin pasti akan dapat kamar,” ujarnya. (sar/ali)

Cegah PHK Pekerja Pariwisata 

Sementara itu, Pengamat Pariwisata dari Universitas Warmadewa (Unwar), Dr. I Made Suniastha Amerta, SS.,M.Par.,CPOD., menilai kebijakan Kemendagri yang kembali memperbolehkan lembaga negara terutama pemerintah daerah, menggelar rapat di hotel dan restoran menunjukkan respons terhadap tekanan serius dari industri perhotelan dan pariwisata. 

Sebab, selama larangan rapat di hotel, banyak hotel di Bali mengalami kerugian signifikan. 

Seperti, tingkat hunian kamar menurun drastis yang menyebabkan Pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan, bahkan hingga tutupnya beberapa unit usaha di Bali.

Menurutnya, kebijakan relaksasi Kemendagri ini memberikan angin segar terhadap perekonomian Bali, karena dapat mendongkrak tingkat hunian hotel. 

Sebab, rapat-rapat pemerintahan adalah salah satu dari segmen industri MICE. 

“Dengan dibukanya kembali, hotel Bali yang sebelumnya terpukul kuat kini mendapatkan tambahan kunjungan, meningkatkan okupansi dan cash flow,” ucap Suniastha. 

Selain itu, kebijakan tersebut dapat menahan gelombang PHK dan kesinambungan rantai pasok, yang menjadi solusi bagi ancaman pemutusan hubungan kerja massal karyawan hotel dan restoran. 

Artinya, ribuan pekerja terutama di bidang perhotelan dan F&B berkesempatan kembali diserap. 

Selain itu, suplai makanan, minuman, dan layanan pendukung hotel menjadi hidup kembali.

Tidak hanya itu, lanjut Suniastha kebijakan ini juga berefek multiplier ke sektor lokal. 

Di mana, aktivitas rapat lokal memicu permintaan terhadap jasa transportasi, katering, kebutuhan dokumentasi, dan layanan audio visual.

 Ini berkontribusi langsung pada perekonomian Bali melalui peningkatan pengeluaran lokal. 

Di samping juga berdampak positif untuk meningkatkan stimulus ekonomi daerah melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD). 

Sebab, kegiatan di hotel berpotensi secara tidak langsung meningkatkan penerimaan daerah. 

Namun, kebijakan relaksasi ini harus diimbangi pengawasan ketat agar anggaran publik tetap efisien serta upaya diversifikasi pasar agar Bali tidak hanya bergantung pada belanja pemerintah. (sar)

Kumpulan Artikel Bali

 

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved