Sponsored Content

Semar Pegulingan Badung Bawakan 3 Tabuh Yang Menceritakan Keharmonisan Alam Semesta Beserta Isinya

Adi Mahendra mengungkapkan, persiapan yang dilakukan untuk bisa tampil dalam PKB ke-47 kurang lebih selama empat bulan. 

istimewa
Penampilan Sanggar Seni Cakup Kaler, Banjar Semanik, Desa Pelaga, Kecamatan Petang dalam Rekasadana Semara Pegulingan PKB ke-47 pada Senin 7 juli 2025. Semar Pegulingan Badung Bawakan 3 Tabuh Yang Menceritakan Keharmonisan Alam Semesta Beserta Isinya 

TRIBUN-BALI.COM, MANGUPURA -  Sanggar Seni Cakup Kaler, Banjar Semanik, Desa Pelaga, Kecamatan Petang mewakili Kabupaten Badung dalam Rekasadana (Pagelaran) Semara Pegulingan Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-47 tahun 2025. 

Para seniman yang tampil di Kalangan Angsoka, Taman Budaya Provinsi Bali (Art Center), Senin 7 juli 2025.

Ketua Sanggar Cakup Kaler, I Gede Adi Mahendra menyatakan, Sanggar Seni Cakup Kaler meupakan wadah berkumpulnya para pelaku seni muda.

"Seniman-seniman yang tergabung yang tampil dalam pagelaran ini semuanya berasal dari Petang," ungkapnya.

Baca juga: LEGONG Kuntul & Pelayon Karya Maestro Wayan Lotring Pikat Penonton di PKB 2025

Adi Mahendra mengungkapkan, persiapan yang dilakukan untuk bisa tampil dalam PKB ke-47 kurang lebih selama empat bulan. 

Ia pun berharap, proses yang telah dilewati selama empat bulan ini bisa ditampilkam secara maksimal. 

"Kami harap para penari dan penabuh bisa tampil maksimal dan bisa menjadi kebanggaan Kabupaten Badung," ujarnya. 

Filosofi yang ingin disampaikan dalam pementasan ini adalah keharmonisan alam semesta beserta isinya di era sekarang. 

“Bagaimana agar alam semesta dan isinya berjalan harmonis sesuai tema PKB tahun ini yakni Jagat Kerthi,” tuturnya. 

Sanggar Seni Cakup Kaler membawakan tiga materi yang terdiri dari Tabuh Klasik Sekar Emas, Legong Kreasi Bhima Sakti dan Tabuh Kreasi Mangu Puja. 

Tabuh Sekar Emas merupakan sebuah tabuh klasik Semara Pegulingan yang lahir pada era tahun 1930/1940an yang diciptakan oleh maestro seniman tabuh I Wayan Lotring. 

“Tabuh ini sebetulnya terinspirasi dari mekarnya bunga yang berkilauan bagaikan emas yang kemudian dituangkan dalam sebuah garapan seni tabuh,” jelas Adi Mahendra.

Selanjunya, Tari Legong Bhima Sakti mengisahkan tentang runtuhnya Kerajaan Mengwi ditangan Kerajaan Badung. Sang Raja, I Gusti Agung Putu terusir nan menyingkir menapaki marga suci spiritual menuju Puncak Mangu. 

Di sanalah beliau melakukan tapabrata untuk mendapatkan pencerahan. 

Dari luka lahir cahaya, kekalahan berbuah kekuatan. Anak jagat Badung memuja sang raja yang akhirnya dianugerahi gelar “Bhima Sakti” sang ksatria unggul, berhati tulus bagai embun pagi, pelita dharma bagi rakyatnya, penjaga seimbangnya buana manusa, palemahan, lan idep suci.

“Melalui kisah Bhima Sakti, makna Jagat Kerthi Lokahita Samudaya menemukan nadinya menjadi nyata, bahwa keseimbangan dunia bukan lahir dari kekuasaan semata, melainkan cinta, pengorbanan, serta kesadaran akan keterhubungan segala unsur kehidupan. Bagai Bhima Sakti yang mampu menyatukan kekuatan dan kasih, budaya pun hidup sebagai kekuatan dinamis yang menyatukan jagat raya dalam satu harmoni suci,” paparnya. 

Sementara, Tabuh Kreasi Mangu Puja lanjut Adi Mahendra merupakan implementasi dari Tema PKB yang ke-47 tahun 2025 yakni adalah "Jagat Kerthi: Lokahita Samudaya, Harmoni Semesta Raya". 

“Kreasi Gegitan Semara Pegulingan Mangu Puja mengartikan Mangu dalam Bahasa Austronesia sebagai wadah atau tempat merenung melainkan waktu yang berharga untuk kembali ke dalam diri, membersihkan hati dalam hinggar binggar. Sedangkan Puja, pujian atau memuliakan kembali kedamaian serta merajut hubungan yang lebih erat dengan alam semesta yang bersifat serasi, selaras dan seimbang,” jelasnya. (Gus)

Kumpulan Artikel Badung

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA
    KOMENTAR

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved