Berita Bali

PBB P2 di Gianyar Naik 700 Persen, Buleleng Beri Diskon 90 Persen, Klungkung Bali Tak Ada Kenaikan

Mahayastra mengatakan, target Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari PBB ini mengalami kenaikan

Pixabay
Ilustrasi pajak - PBB P2 di Gianyar Naik 700 Persen, Buleleng Beri Diskon 90 Persen, Klungkung Bali Tak Ada Kenaikan 

TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Gianyar telah menetapkan nilai Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB - P2) naik menjadi sebesar 700 persen. 

Namun, kenaikan tersebut hanya ditujukan pada sektor usaha. Sementara untuk tanah pertanian tetap gratis. 

Tahun 2025 ini, Pemkab Gianyar juga tengah merancang agar tanah atau rumah masyarakat tidak kena pajak di tahun 2026 nanti.

“Nilai pajak PBB naik berdasarkan NJOP (Nilai Jual Objek Pajak), dulu hotel bintang lima yang sebelumnya bayar Rp 7 juta dia bisa bayar Rp 700 juta. Coba hitung berapa persen itu. Tapi untuk masyarakat tidak naik, pengalinya 20 persen, dan tahun 2026 gratis. Rancangannya sedang dibuat. Intinya, Gianyar adalah satu-satunya daerah yang kenaikan Pajak PBB-nya berpihak pada rakyat,” ujar Bupati Gianyar, I Made Mahayastra, Minggu 17 Agustus 2025.

Baca juga: Tarif PBB P2 di Badung untuk Lahan Non Komersil Dinolkan, Pajak Komersil Dikurangi 50 Persen

Bupati dari PDI Perjuangan (PDIP) asal Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar itu menegaskan bahwa kenaikan PBB ini hanya berlaku untuk pengusaha. 

“PBB naik hanya kepada usaha. Untuk lahan pertanian gratis dan untuk perumahan kita akan gratiskan. Langkahnya sudah dimulai tahun ini, sehingga terbit SPT 2026, tanah rumah rakyat sudah gratis, tidak perlu bayar pajak lagi,” ujarnya.

Mahayastra mengatakan, target Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari PBB ini mengalami kenaikan, dari yang awalnya Rp 18 miliar, menjadi Rp 30 miliar, dan ke depannya Rp 80 miliar. 

Mahayastra menegaskan, pihaknya optimistis meskipun tidak mengenakan pajak PBB untuk rumah rakyat, ia yakin target pendapatan tersebut akan tercapai melalui PBB yang dibayarkan para pengusaha. 

“Kenaikan nilai pajak unit usaha itu akan menutup subsidi silang,” ujarnya.

Sekretaris Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Buleleng, Ida Bagus Perang Wibawa, Minggu 17 Agustus 2025. 

Dikatakan jika Pemkab Buleleng pada tahun 2025, tidak ada menaikkan NJOP Bumi. Sebab penyesuaian terakhir sudah dilakukan pada tahun 2019 lalu. 

Justru, di tahun 2025 ini Pemkab Buleleng membuat kebijakan-kebijakan strategis. 

Seperti memberikan insentif pengurangan atau diskon pada Lahan Produksi Pangan Berkelanjutan (LP2B).

Secara konkret, masyarakat yang memiliki sawah ataupun lahan produksi pangan/ternak diberikan tarif khusus, yakni 0,02 persen. 

Tak hanya itu, pemilik lahan pertanian juga diberikan diskon PBB 90 persen. 

“Misalnya, masyarakat dulu bayar katakanlah Rp 100 ribu, di tahun 2025 ini masyarakat hanya perlu membayar Rp 9.800. Jadi sangat besar sekali diskon 90 persen ini,” ujarnya. 

Menurut Perang Wibawa, kebijakan ini diambil untuk melindungi para pemilik lahan produktif, terutama dari ancaman alih fungsi lahan menjadi perumahan.  

Tak hanya itu, Pemkab Buleleng juga memberikan insentif lain bertepatan dengan HUT RI ke-80. 

Di mana wajib pajak yang memiliki tunggakan 10 tahun, cukup membayar lima tahun saja. Sedangkan sisanya diputihkan. 

“Contoh masyarakat ada tunggakan pajak dari 2015, maka di tahun 2025 ini cukup membayar dari 2020-2025 saja. Inilah kebijakan-kebijakan yang pro rakyat, yang dilakukan pimpinan kami,” ungkapnya. 

Promo merdeka ini rencananya akan dilaunching pada 18 Agustus 2025 hingga 30 September 2025. 

Pihaknya berharap kebijakan ini dapat memberikan dampak positif terhadap penerimaan daerah di sektor PBB-P2. 

Sementara itu, Kabupaten Karangasem dan Kabupaten Klungkung pada tahun ini sama-sama tidak ada kenaikan tarif PBB-P2. 

Bahkan di Kabupaten Karangasem, sudah 15 tahun tidak ada penyesuaian tarif.

Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten (BPKAD) Karangasem I Wayan Ardika mengatakan, sebenarnya di Karangasem ada rencana untuk naikkan NJOP PBB-P2. 

Hanya saja belum disetujui Bupati Gusti Putu Parwata. Mengingat ada dampak secara politis yang kemungkinan muncul jika ada kenaikan NJOP PBB P2. 

“Padahal hasil audit BPK tahun 2023, agar NJOP PBB P2 dinaikkan karena sudah 15 tahun lebih belum pernah naik,” ungkap Ardika.

Dengan bertahun-tahun tidak ada kenaikan NJOP PBB P2, pendapatan asli daerah dari sektor ini juga stagnan. 

“Dari tahun ke tahun tidak ada peningkatan yang signifikan (PBB-P2), masih di angka sekitar Rp 6,3 miliar per tahun,” ungkap Ardika, Jumat 15 Agustus 2025.

Hal serupa dikatakan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Kabupaten Klungkung, I Dewa Putu Griawan juga menegaskan tidak ada kenaikan PBB-P2 di Klungkung

“Acuannya masih Perda 8 Tahun 2024, tidak ada penyesuaian tarif (PBB-P2) tahun ini,” ujar Dewa Griawan, Minggu 17 Agustus 2025.

Menurutnya di Klungkung angka pembayaran PBB-P2 relatif kecil, dibandingkan pendapatan sektor Pajak Hotel dan Restaurant atau BPHTB. 

Menurutnya masyarakat cenderung membayar PBB-P2 baru jika ada keperluan, seperti saat ada transaksi jual atau beli tanah. 

“Apalagi PBB-P2 di Klungkung kebanyakan sawah di pedesaan,” jelasnya.

Berbeda dengan Kabupaten Badung, yang sudah membuat kebijakan PBB P2 gratis dari tahun 2017. 

Hal itu pun sesuai dengan Peraturan Bupati Nomor 29 Tahun 2024. 

Hanya saja PBB P2 tersebut gratis hanya untuk lahan kosong rumah tinggal atau lahan yang tidak di komersilkan. 

“Iya PBB P2 di Badung di Nol-kan dari tahun 2017 sesuai dengan Perbup,” ujar Kepala Badan Pendapatan (Bapenda) Badung, Ni Putu Sukarini.

Disinggung mengenai pengenaan PBB P2 pada lahan yang dikomersilkan, Sukarini mengatakan semua itu sesuai dengan perhitungan ketetapan nantinya. 

Namun untuk Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) sebesar 20 persen – 100 persen dari Nilai Jual objek Pajak (NJOP) setelah dikurangi nilai tidak kena pajak sesuai UU HKPD pasal 40 ayat 5 dan 6.

“Kebetulan di Badung sesuai amanat undang-undang harus melakukan penyesuaian NJOP di tiga kecamatan karena NJOP sebelumnya tahun 2020. Jika ketetapan sangat tinggi itu sebenarnya karena Undang-undang, mengingat sebelumnya dapat diberikan stimulus sampai dengan 100 persen dan dalam UU HKPD tidak ada lagi pemberian stimulus,” bebernya.

Kendati demikian katanya, semua itu hanya bisa diberikan pengurangan. Bahkan di Badung sudah membantu dengan memberikan pengurangan.

“Namun bisa diberikan pengurangan dan saat ini Badung sudah memberikan pengurangan sampai dengan 50 persen,” imbuhnya.

Di tempat berbeda Wakil Gubernur Bali, I Nyoman Giri Prasta mengatakan saat ini sudah ada regulasi yakni UU Nomor 28 tentang pajak dan retribusi. Dalam UU tersebut termuat tentang PBB-P2 dan atau tanpa kena pajak. 

“Saat saya menjadi bupati (Badung) dulu, milik masyarakat yang tidak dikomersialkan itu bebas pajak. Itu contohnya. Jalur hijau, pertanian, rumah penduduk tidak kena pajak,” paparnya usai upacara HUT ke-80 RI, Minggu, 17 Agustus 2025.

Dirinya mengatakan memang terjadi penyesuaian, namun semua harus sesuai regulasi. 

“Ini penyesuaian, yang penting taat regulasi,” katanya. (weg/mer/mit/gus/sup)

Dikhawatirkan Alih Fungsi Lahan Marak

Masyarakat yang miliki lahan dan bangunan di Bali terkejut dengan kenaikan PBB P2. 

Permasalahan kenaikan PBB P2 juga harus diperhatikan karena ada kesimpangsiuran. 

Bahkan peruntukan tempat tinggal juga dikenakan. 

Hal tersebut diungkapkan Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Provinsi Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati. 

Tidak hanya itu, lahan kosong yang tidak produktif juga dikenakan kenaikan pajak PBB P2. 

Ini akan menjadi ancaman, berpotensi banyak menjual lahan karena mahalnya PBB P2. 

“Iya, mulai ada pertanyaan? Mengapa signifikan cepat sekali. Ada yang 150 bahkan 150 persen. Jadi, kalau sekarang misalnya Rp 4.000.000 menjadi Rp 10.000.000, ada kan 150 persen,” jelasnya saat ditemui di Art Center Denpasar, Jumat 15 Agustus 2025. 

Mantan Wakil Gubernur Bali ini menyarankan pemerintah kabupaten/kota meninjau kembali perihal kenaikan PBB P2. 

Lahan atau bangunan apa saja yang dikenakan kenaikan PBB P2 atau yang dibebaskan. 

Tujuannya supaya tidak memberatkan masyarakat dan mempertahankan lahan yang dimiliki warga.

“Kalau tanahnya produktif tidak apa-apa. Ya, kalau tanahnya tidak produktif kan juga susah juga. Ini juga tidak, belum clear sekali. Saya menangkap apa yang bebas, apa yang tidak dinaikkan dan lain sebagainya. Ya, rumah tinggal dibilang tidak, tapi ada rumah tinggal yang kayak homestay,” kata dia. 

Dengan adanya kenaikan pajak ini dikhawatirkan, makin marak terjadi penjualan lahan dan alih fungsi lahan. 

Seperti petani yang lebih memilih menjual lahan karena beban pembayaran PBB P2 yang tinggi. Sementara, hasil dari bertani tidak seberapa. 

“Mohon maaf. Jadi, ini sebenarnya juga satu hal yang mendorong para petani menjual tanahnya. Ketika dia tidak menghasilkan, tapi pajaknya tinggi, ini khan dari pada dia merawat pajak tanah yang tidak menghasilkan, lebih bagus dia lepas saja. Ini juga salah satu saya lihat berdampak nanti kepada alih fungsi lahan,” tutupnya. (sar)

NEWS ANALYSIS: Masyarakat Jadi Jual Aset, Pengamat Ekonomi Bali Prof. Dr. Ida Bagus Raka Suardana, S.E., M.M

Penyesuaian Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) berdampak pada kenaikan PBB-P2 di Kabupaten/Kota khususnya di Bali

Bahkan dari kajian yang dilakukan, kenaikan PBB dapat mencapai 10 kali lipat. 

Pengamat Ekonomi Bali Prof. Dr. Ida Bagus Raka Suardana, S.E., M.M, membeberkan apa saja dampak dari keberlanjutan kebijakan kenaikan PBB hingga 10 kali lipat tersebut khususnya untuk Bali.

Menurutnya, dampak dari keberlanjutan kebijakkan kenaikan PBB yang mencapai hingga 10x akan sangat terasa bagi masyarakat. 

“Beban pengeluaran rumah tangga meningkat, juga potensi tunggakan pajak bertambah, serta dapat mengakibatkan daya beli melemah. Meski PAD bisa naik, kebijakan itu berpotensi memicu keresahan sosial. Pada jangka panjang, bisa mendorong pergeseran kepemilikan lahan, terutama jika masyarakat menjual aset karena tidak mampu membayar pajak tinggi,” ucap Prof Raka, Sabtu 16 Agustus 2025. 

Lebih lanjutnya ia mengatakan, langkah kenaikan PBB dalam kondisi ekonomi masyarakat Bali saat ini saya nilai kurang tepat. 

Data BPS menunjukkan pertumbuhan ekonomi Bali tahun 2024 sebesar 5,9 persen, namun belum sepenuhnya pulih dari dampak pandemi yang lalu. 

Daya beli masyarakat masih rapuh, terutama sektor informal dan pariwisata yang baru satu tahun bangkit. 

“Peningkatan pajak justru berisiko menekan konsumsi rumah tangga dan memperlambat pemulihan ekonomi. Kebijakan itu perlu dievaluasi dengan mempertimbangkan kemampuan riil masyarakat,”  sambungnya. 

Sementara jika dilihat dari sisi perhitungan, kenaikan PBB hingga 10 kali lipat jelas tidak proporsional. 

Inflasi nasional tahun 2024 hanya 2,8 persen, sementara kenaikan NJOP di Bali rata-2 berkisar 10–20 persen per tahun. 

Perbedaan tajam antara dasar penetapan NJOP dengan kenaikan tarif PBB menunjukkan adanya ketidakseimbangan. 

Beban fiskal masyarakat menjadi jauh lebih besar dibanding pertumbuhan pendapatan maupun pertumbuhan ekonomi. 

Hal ini menimbulkan ketidakadilan fiskal yang berpotensi atau dapat memicu resistensi warga.

“Standar ideal kenaikan PBB sebaiknya mempertimbangkan inflasi, perkembangan NJOP, dan kemampuan ekonomi masyarakat,” ujarnya. 

Kenaikan yang wajar berkisar 10–20 persen per tahun, sehingga masih sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan tidak menimbulkan gejolak. 

Beberapa daerah di Indonesia menerapkan kenaikan bertahap agar masyarakat mampu beradaptasi. 

“Jika kenaikan dilakukan di atas angka tersebut, perlu diberikan skema keringanan, misalnya pengurangan atau penundaan pajak untuk kelompok masyarakat rentan,” kata dia. (sar)

Kumpulan Artikel Bali

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved