Ngaben Massal di Sukawati Upacarai 79 Sawa

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Upacara Ngaben Massal Desa Adat Pekraman Sukawati, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar, Minggu (2/8/2015)

Laporan Wartawan Tribun Bali, Luh De Dwi Jayanthi

TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR – Panas matahari menyengat kulit, lalu lintas di sepanjang Jalan Raya Sukawati padat merayap mulai pukul 12.00 Wita.

Sebagian jalan ditutup untuk persiapan ngaben massal yang diadakan di Desa Adat Pekraman Sukawati.

Sekitar pukul 12.30 Wita, kuburan di Pura Dalem Gede Sukawati sudah diramaikan oleh warga, turis, dan pedagang.

Dari 12 banjar adat di Desa Pakraman Sukawati, ada delapan banjar yang ikut dalam pengabenan massal ini dengan total 79 sawa (kerangka jenazah)

Banjar yang memiliki sawa paling banyak yaitu Banjar Gelumpang.

Banjar yang terdiri dari 280 KK (kepala keluarga) tersebut memiliki mengikutkan 31 sawa.

Kelian Banjar Gelumpang, I Wayan Metra menuturkan ngaben massal atau ngaben kerta masa ini dilakukan secara kolektif dan dilakukan setiap tiga tahun sekali.

“Kalau ngaben massal ini, setiap warga dikenakan patus setiap kepala keluarga sebesar beras 2 kg, bambu 1 buah, dan klangsah,” ungkap Metra saat ditemui Tribun Bali.

Metra mengatakan, apabila patus dihitung secara nominal, jumlah bantuan itu sebesar Rp 20 juta.

Bantuan itu digunakan untuk keperluan setiap pengamong (penanggungjawab) sawa.

“Jumlah patus ini disesuaikan dengan hasil keputusan banjar, mungkin saja berbeda di setiap banjar,” imbuh Metra.

Bendesa Desa Adat Sukawati, Nyoman Pujha Antara mengatakan, upacara ngaben massal ini pelaksanaannya disesuaikan dengan surat edaran Parisadha, sangkepan desa dan keputusan sulinggih.

“Melalui diskusi tersebut kami dari Desa Adat Sukawati memilih untuk mengadakan ngaben massal sasih karo yang saat ini jatuh bulan Agustus,” tuturnya.

Ia juga mengatakan pada ngaben massal ini, seluruh biaya dan kegiatannya dilakukan oleh masing-masing banjar.

“Desa hanya sebagai fasilitator, tidak ada sumbangan dana. Kami cuma menyediakan satu unit mobil pemadam kebakaran, beberapa banten kecil dan konsumsi pecalang,” terang Bendesa yang berasal dari Banjar Dlodtangluk ini.

Ngaben massal secara kolektif ini hanya dilakukan dua banjar yaitu Banjar Gelumpang dan Banjar Tebuana.

“Sisanya ada yang baru meninggal atau memilih ngaben secara pribadi tapi mengikuti rentetan upacara ngaben massal di desa,” jelas Pujha Antara.

Setelah upacara pengutangan (membakar sawa) ini selesai, dilanjutkan dengan upacara ngirim yaitu menghanyutkan abu sisa pembakaran sawa ke laut, Senin (3/7/2015).

“Ya menghanyutkan abu ke pantai itu berselang satu hari setelah pembakaran sawa karena mencari hari baik,” tambahnya. (*)

Berita Terkini