Serba Serbi

Meski Artinya Kasih Sayang, Guna Kurang Setuju Jika Tumpek Krulut Dikaitkan Dengan Valentinenya Bali

Penulis: Putu Supartika
Editor: Eviera Paramita Sandi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi - Pertunjukan gamelan di Bentara Budaya Bali, Ketewel, Gianyar, Bali, Minggu (25/10/2015)

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Sabtu (14/7/2018) merupakan hari raya Tumpek Krulut.

Tumpek Krulut jatuh setiap 210 hari atau enam bulan sekali tepatnya Saniscara (Sabtu) Kliwon Wuku Krulut. 

Menurut Staf Pusat Kajian Lontar Universitas Udayana, I Putu Eka Guna Yasa, kata krulut dalam Tumpek Krulut berasal dari kata lulut yang artinya kasih sayang

"Tumpek Krulut ini merupakan hari raya untuk pemujaan gambelan, atau lebih tepatnya memuja Bhatara Iswara," kata Guna yang dihubungi Sabtu (14/7/2018).

Kasih sayang tersebut diwujudkan dalam bentuk keindahan suara gambelan. 

Namun, jika Tumpek Krulut ini dikaitkan dengan hari valentine-nya Bali, Guna kurang setuju. 

Walaupun generasi muda sekarang haus merayakan valentine, tapi menurut Guna, jangan sampai mengaitkan hari suci dengan valentine.

“Valentine ya tetap tanggal 14 Februari, jangan mengaitkan hari suci dengan valentine,” imbuhnya.

Kalau untuk melakukan pemujaan kepada gamelan, tetap itu saja maknanya.

“Jangan sampai nanti merayakan Tumpek Krulut orang Bali malah nukar jaja iwel, seperti menukar coklat saat valentine,” katanya. 

Sedangkan menurut Ida Pandita Mpu Jaya Acharya Nanda, Tumpek merupakan perwujudan dalam menghormati infrastruktur yang menyertai manusia dalam rangka meraih tujuan.

Seperti Tumpek Wariga, di mana umat Hindu di Bali menghaturkan sesajen pada tumbuh-tumbuhan sebagai rasa syukur manusia terhadap kelimpahan makanan dan banyak fungsi dari tumbuhan yang membantu manusia.

Nah, sekarang ada juga Tumpek Krulut.

Kalau berbicara mengenai Tumpek Krulut, berarti kita berbicara masalah lulut atau dalam bahasa umum artinya cinta atau love.

Jadi, Tumpek Krulut ini merupakan hari valentine-nya Bali.

Di mana tumpek ini jatuh setiap enam bulan sekali, yakni Sabtu, Kliwon, Wuku Krulut.

Tumpek Krulut menurut teks Aji Gurnitha, disebutkan bahwa hari yang tepat untuk mengupacarai gambelan.

Lalu bagaimana hari penyucian gambelan ini bisa dikaitkan dengan hari kasih sayang?

Sejatinya hal ini berkaitan dengan pemaknaan.

Gambelan itu terdiri dari banyak instrumen. Meski berbeda-beda suara, namun ketika dipukul bersamaan sesuai fungsinya, maka akan melahirkan satu melodi atau alunan musik yang indah.

Hidup manusia ini sebenarnya tidak ubahnya seperti gambelan dalam pementasan.

Di mana setiap orang memiliki peranannya masing-masing, yang bertujuan untuk melengkapi satu sama lain.

Bukan untuk merusak satu sama lain.

Jadi untuk menjalin hubungan harmonis dengan sesama manusia, maka di situlah kita harus menjadi gambelan.

Kita meski tahu kedudukan kita. Dari kedudukan itu kita akan melaksanakan fungsi kita sehingga dengan demikian kita melengkapi satu sama lainnya untuk mewujudkan satu bunyi yang harmoni.

Titilaras atau nada suara gambelaan Bali adalah ndang, nding, ndung, ndeng, ndong.

Nada suara ini merupakan perwujudan Panca Brahma (Sang, Bang, Tang, Ang, Ing).

Di mana nada-nada tersebut merupakan perwujudan dari Bhatara Iswara, Brahma, Mahadewa, Wisnu, dan Siwa.

Dalam gambelan kita harus mampu memadukan irama kaja-kelod, kangin-kauh, kemudian semuanya bertemu di tengah-tengah dalam bentuk cakra atau swastika (kesatuan yang indah).

Maka dari itu, setiap orang yang akan melakukan aktivitas atau prawerti/mapekerti, yang dalam bahasa Bali disebut nyolahang dewek harus diiringi oleh gambelan (cinta kasih).

Artinya, ketika anda memulai melakukan sesuatu, lakukanlah dengan ikhlas dan penuh cinta kasih.

Karena itu, Tumpek Krulut bukanlah hari untuk gambelan Bali semata.

Tetapi juga semua alat yang menghasilkan bunyi.

Bahkan alat musim modern seperti gitar sekalipun harus diperlakukan sama. (*) 

Berita Terkini