TRIBUN-BALI.COM - Warung Mak Siti barangkali hanyalah warung biasa nan sederhana, namun banyak peristiwa terjadi di sana. Suatu hari ada anak kecil jahil yang mengisengi penjaga warung. Di lain waktu ada tetangga yang datang berbelanja sambil berbagi gosip.
Ada juga saat di mana penjaga warung melakukan kebaikan-kebaikan kecil membantu pelanggannya. Suasana Warung Mak Siti yang selalu diwarnai dengan kehangatan dan keceriaan inilah yang ingin disampaikan dalam komik “Warung” karya I Gusti Ayu Pitriani, akrab disapa Yupit.
Di tengah banyaknya genre komik yang ada, Yupit memilih untuk menampilkan tema slice of life. Ia ingin memperlihatkan bahwa kejadian sehari-hari dari orang biasa pun menarik untuk dijadikan bahan komik.
“Slice of life adalah tema yang paling dekat dengan keseharian pembaca. Barangkali ada satu-dua kejadian dalam komik ini yang mungkin pembaca pernah alami sendiri. Itulah sisi menariknya,” ucap komikus kelahiran Karangasem, 15 April 1994 ini.
Yupit adalah komikus muda asal Bali. Baru-baru ini karyanya, “Warung” terpilih sebagai komik official di salah satu platform komik web.
Untuk menjadi komikus official bukan perkara mudah. Serangkaian seleksi dilakukan untuk memastikan kelayakan konten dan kualitas.
“Kira-kira setahun lamanya saya menunggu kepastian, apakah komik saya jadi diterbitkan official atau tidak. Penantian yang cukup panjang memang. Tapi saya senang akhirnya harapan itu terkabul,” ungkapya.
Menjadi komikus memang impian Yupit sejak kecil. Dulu ia sering menghabiskan waktu senggang dengan membaca komik.
“Berbeda dengan novel, komik memiliki unsur gambar. Jadi sewaktu membaca, saya tidak hanya menikmati alur ceritanya, namun juga artwork komikusnya,” kata mahasiswi Pascasarjana ISI Denpasar ini.
Berawal dari hobi itulah ia terus berlatih menggambar komik.
Peralatan sederhana berupa pensil, penghapus, dan buku kotak-kotak menjadi temannya berlatih. Ia pun memberanikan diri mengirim beberapa karyanya dalam lomba.
Beberapa karya yang sudah diterbitkan antara lain Made in Indonesia, Nyerod, Mini Komik: The Life of Pi(T), START, dan Warung. Keberhasilannya menerbitkan komik, serta komentar dari pembaca pun menjadi penyemangat dirinya untuk terus berkarya.
Pekerjaan sebagai komikus pun rupanya memiliki tantangan sendiri.
“Yang sulit dari membuat komik adalah harus menghidupkan karakter. Saya juga harus memikirkan bagaimana agar interaksi antar karakter bisa digambarkan dengan baik. Untuk menjadi komikus memang perlu banyak latihan dan komitmen,” tutur Yupit.
Di samping itu, profesi komikus pun belum banyak dipandang oleh masyarakat, sebab dinilai belum mampu memberikan penghasilan layak.
“Padahal zaman sekarang, penghasilan komikus sudah lumayan. Adanya platform komik berbasis digital sangat membantu komikus untuk mempublikasikan karyanya. Berbeda dengan beberapa tahun lalu, menerbitkan karya seolah cuma impian,” katanya.
Ia pun berharap agar komikus Bali semakin maju dan semangat dalam berkarya. (*)