TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Dikawal ketat petugas kejaksaan, Sugiarto Wiharjo alias Alay bungkam saat ditanyakan penangkapan dirinya setelah empat tahun buron, Kamis (7/2/2019).
Sembari berjalan menuruni tangga dari lantai II Gedung Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali hingga masuk ke mobil, terpidana 18 tahun ini terus memalingkan wajahnya.
Setelah ditangkap tim Kejati Bali di Hotel Novotel, Tanjung Benoa, Kuta Selatan, Badung, Rabu (6/2/2019), Alay dijemput oleh tim eksekutor Kejati Lampung, Kamis kemarin.
Namun terlebih dahulu, tim eksekutor Kejati Lampung akan membawa bos Tripanca Group ini ke Kejaksaan Agung (Kejagung) RI.
"Ini mau dirilis dulu di Kejaksaan Agung. Nanti (kemarin) berangkat pukul 14.30 Wita. Tiba di Kejagung pukul 16.00 waktu setempat (Jakarta)," ujar Aspidsus Kejati Lampung Andi Suharlis yang memimpin penjemputan terpidana Sugiarto Wiharjo di Kejati Bali, kemarin.
Baca: 23 Tahun Transformasi Jeremy Teti, dari Pembaca Berita hingga Presenter Acara Gosip
Baca: Bakal Cepat Basi dan Rusak, 5 Makanan Ini Pantang Dimasukkan Lagi ke Freezer Setelah Dikeluarkan
Alay buron sejak 2014 setelah Mahkamah Agung (MA) menjatuhkan vonis pidana 18 tahun penjara terkait kasus korupsi APBD Lampung Timur dan Lampung Tengah, dengan kerugian negara sebesar Rp 119 miliar.
Sesuai putusan MA No: 501/K/Pid.Sus/2014 tanggal 21 Mei 2014, Alay divonis pidana penjara selama 18 tahun.
Selain itu, ia dikenakan hukuman tambahan berupa denda Rp 500 juta, subsider enam bulan kurungan.
Pula, dikenakan pidana tambahan membayar uang pengganti Rp 106.861.624.800.
Selama empat tahun Alay melarikan diri, Kejati Lampung terus melakukan pengejaran.
Untuk memantau pergerakan buron kelas kakap ini, Kejati Lampung bekerja sama dengan Komisi Pemberatan Korupsi (KPK).
Baca: Komitmen Terapkan E-Tukin, Bupati Suwirta Terus Lakukan Evaluasi
Baca: Polres Buleleng Duduki Peringkat 3 Polres Terbaik Se-Indonesia
"Namanya orang melarikan diri pasti bergerak ke sana ke mari. Kesulitan kami untuk mendeteksi satu titik itu. Kami harus betul-betul mencari titik koordinatnya. Kami kebetulan bekerja sama dengan KPK. KPK bisa melacak posisi koordinatnya dan ketemunya di Bali. Kemudahan ini karena ada sinergitas kejaksaan dan KPK," ucap jaksa jebolan KPK ini.
Bahkan dari hasil pelacakan selama empat tahun, tidak hanya terpantau di Indonesia, posisi Alay sempat terlacak hingga Australia.
"Dari tahun 2014, dia sudah tidak ada di Lampung lagi. Jadi setelah menjalani tindak pidana perbankan, begitu selesai dia langsung kabur. Dia menjalani pidana tindak pidana perbankan diputus 5 tahun. Kemudian tindak pidana korupsinya naik, sampai sekarang baru tertangkap," jelas Andi Suharlis.
"Dalam persidangan tindak pidana korupsi itu, posisinya Alay sudah kabur. Jadi belum ditahan," lanjutnya.
Ditanya apakah tidak ada pencekalan sebelum Alay kabur ke luar negeri, Suharlis mengaku belum tahu.
“Makanya kami bilang dari awal kami kesulitan, karena dia bergerak terus. Dulu ada pencekalan. Tapi pada akhirnya pencekalan itu habis masanya, kemudian dia bisa lari lagi," jawabnya.
Baca: Viral Pria Rusak Motor Sendiri karena Tak Terima Ditilang, Ini Penjelasan Polisi
Baca: RESMI DIBUKA Pendaftaran PPPK 2019 di sscasn.bkn.go.id, Cek Formasi dan Panduannya di Sini
Dikonfirmasi terkait adanya aset milik Alay di Bali, pihaknya belum bisa memastikan, dan tengah melacaknya.
"Itu kami sedang lacak. Jadi kami akan bekerja sama dengan Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejagung. Kemudian dari tim KPK juga akan melacak aset terpidana. Indikasi kemungkinan ada, tapi belum bisa dipastikan. Kami masih lacak," terang Andi Suharlis.
Terkait dugaan pemalsuan identitas, Andi Suharlis mengatakan, merupakan bagian dari rangkaian upaya terpidana melarikan diri.
Saat ditangkap tim Kejati Bali, dan diminta identitas, Alay menunjukkan E-KTP yang diduga palsu.
Tertera dalam E-KTP, ia memakai nama Oei Hok Gie, kelahiran Malang, Jawa Timur, 19 Desember 1953.
Beralamat di Jalan Yulius Usman II/319-A, Desa Kasin, Kecamatan Klojen. KTP tersebut dikeluarkan di Malang, Jawa Timur, tahun 2017
"Di Lampung namanya Sugiarto alias Alay. Terakhir ia pakai nama Oei Hok Gie. Itu di KTP yang bersangkutan. Kalau pemalsuan identitas itu adalah satu rangkaian perbuatan untuk melarikan diri. Itu tidak dijadikan pidana, dia kan sudah diputus. Tinggal eksekusi," paparnya.
Selain Alay, Kejati Lampung juga terus mengejar mantan Bupati Lampung Timur, Sartono.
Sartono telah ditetapkan sebagai buron kasus korupsi APBD Lampung Timur 2008-2009, sedang mantan Bupati Lampung Tengah Suharto yang terlibat kasus korupsi APBD Lampung Tengah 2008-2009 sudah ditangkap. (*)