TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR – Suasana ceria tak lagi tampak di rumah makam Taliwang, Kelurahan Sampolangan, Gianyar, Rabu (27/2/2019).
Hal tersebut terjadi, gadis ceria dan cerdas, Ismi Nursaubah (10), yang merupakan anak pertama pemilik warung, tewas tergigit ular misterius.
Ular yang merenggut siswi kelas V SD Negeri 7 Gianyar ini memiliki ciri-ciri fisik, tubuhnya sebesar jari telunjuk, panjang sekitar 50 centimeter (cm) dan berwarna hitam.
Baca: Pelajar SMK Ditemukan Tewas Membusuk di Tebing Karang Nusa Penida, Evakuasi Sangat Dramatis
Saat Tribun Bali mendatangi tempat tinggal korban, situasinya sepi.
Tempat tidur korban berada di samping dapur yang penuh arang, toilet yang kondisinya becek, serta terdapat semak belukar di belakangnya.
Disana hanya ada paman korban, Ibrahim (25).
Baca: Ditangkap di Buleleng, Sang Adik Ngaku Tergiur Lihat Kakaknya Kerap Lakukan ini di Rumah
Menurut Ibrahim, korban telah dipulangkan ke kampung halaman ayahnya di Jembrana, untuk dimakamkan dsekitar pukul 09.00 Wita.
Dengan sorot mata berkaca-kaca, kasus gigitan ular yang menghilangkan nyawa keponakannya tersebut, terjadi Rabu (27/2) sekitar pukul 03.00 Wita.
Saat itu, korban dan orangtuanya serta adiknya tengah tidur di kamarnya, yang berada di pojok belakang warung.
Ular beracun tersebut diduga datang dari semak-semak yang berada di belakang kamar korban.
“Pagi sekitar jam 3, keponakan saya bangun karena digigit ular. Dia tidak nangis sama sekali. Bahkan sempat bermain dengan anaknya,” ujar Ibrahim.
Mengetahui di kawasan sana terdapat ular, Ibrahim pun mencari keberadaannya.
“Setelah ditangkap, saya tanya ke ibu keponakan saya, ular ini mau diapakan. Katanya, jangan dibunuh, biarin saja hidup. lalu saya masukkan ke dalam botol, lalu dibuang ke Tukad Pakerisan,” ujarnya.
Ibrahim dan keluarga awalnya menyangka itu hanya gigitan ular biasa.
Namun sekitar pukul 08.00 Wita, kondisi keponakannya mengatakan tidak enak badan.
Setelah itu, mereka pun membawa kobran ke rumah sakit swasta terdekat.
Ibrahim mengaku menyesal membawa keponakannya ke rumah sakit tersebut, lantaran kurang sigap dalam memberikan pertolongan.
“Saat di rumah sakit, tidak langsung ditangani. Padahal keponakan saya sudah bilang sakit. Baru, setelah keponakan saya sesak nafas, baru dokternya sibuk, akhirnya keponakan saya meninggal,” sesal Ibrahim.
Ibrahim mengimbau pada setiap rumah sakit, supaya memperbaiki kepekaannya terhadap pasien, supaya tak ada lagi Ismi lainnya.
“Dokternya, sibuk ngobrol, ada juga yang sibuk main handpone. Seharusnya kalau tidak bisa menangani, segera dong dirujuk ke rumah sakit lain. Kalau saja penanganannya tidak seperti ini, mungkin keponakan saya masih bisa diselamatkan,” ujarnya.
Ibrahim mengatakan, dirinya sangat kehilangan sosok keponakan yang ceria dan cerdas.
“Keponakan saya ini cerdas, dia paling cerdas di antara keluarga. Dia juga aktif, segala jenis ekstrakulikuler di sekiolah dia ikuti, termasuk panjat tebing,” ujarnya, lalu menitikkan air mata. (*)