Ni Komang Sariadi, Pendiri PKP Women's Centre yang Ditempa Pahit Hidup Hutan Sulawesi

Penulis: Noviana Windri
Editor: Widyartha Suryawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Aktivis perempuan Ni Komang Sariadi (kiri depan) bersama pendiri PKP Women's Centre di Ubud.

TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR - Setiap orang memiliki cerita hidup yang kelak membentuknya menjadi pribadi yang lebih baik.

Begitupun Ni Komang Sariadi, aktivis perempuan dan pendiri PKP Women's Centre di Banjar Gentong, Tegallalang, Ubud, Gianyar.

Wanita itu bertubuh mungil, berkulit sawo matang dengan rambut panjang terawat dengan sangat baik, dan selalu tersenyum ramah kepada semua orang yang ia temui.

Kisah hidup yang penuh cobaan berawal dari pedalaman Hutan Sulawesi.

Sari, sapaan akrabnya, lahir dari keluarga transmigrasi yang saat kecil sering dititipkan ke teman orangtuanya, sanak saudara, atau tetangga saat kedua orang tuanya mencari nafkah.

"Saat kecil saya lahir di pedalaman Hutan Sulawesi. Tentu tidak seperti kebanyakan anak Bali pada umumnya. Mendapatkan kasih sayang dan dimanja oleh orangtua. Karena masih berjuang dan berusaha mencari makan jadi orangtua menitipkan saya di tempat temannya, saudara, dan tetangga," ceritanya.

Bahkan, saat ia dan orangtua kembali ke Bali, ia harus menikah di usia yang terbilang masih belia.

"Pengalaman tidak menyenangkan pada saat beranjak remaja tiba-tiba harus menikah. Itu sesuatu yang sangat mengagetkan semua orang. Dan harus menerima kenyataan bahwa menikah di usia yang sangat muda, tanpa ada kematangan mental, finansial, pengalaman," ungkapnya.

Pernikahan yang baru dibangun selama 2 tahun tak berjalan harmonis, berbagai masalah menghampiri pernikahannya yang menyebabkan akhirnya ia dan suami harus bercerai saat ia berusia 20 tahun.

Pil pahit ia rasakan karena tidak mendapatkan hak asuh anaknya.

Kehilangan berat badan dari 53 kilogram menjadi 35 kilogram dan meluapkan emosi dengan memotong rambut panjangnya.

Bahkan, keputusasaan menjalani hidup ia lakukan dengan beberapa kali melakukan percobaan bunuh diri.

"Setiap kali masalah datang, saya tidak bisa mengendalikan dan mengelola diri untuk berdamai dengan masalah. Saya mulai stress dan melakukan percobaan bunuh diri beberapa kali. Namun alam tahu bahwa bahwa saya punya energi yang besar untuk melakukan sesuatu yang besar. Jadi upaya bunuh diri tidak pernah berhasil," ungkapnya.

Tak hanya itu, ia menjadi cemooh, direndahkan dan mendapat gunjingan ketika menyandang status sebagai seorang janda di usia belia.

Sari kemudian mencoba bangkit dan melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi.

Namun saat itu ia niatkan hanya sebagai pelarian untuk menyibukkan diri dengan kegiatan di kampus agar tidak mengingat hal-hal yang menyakitkan.

Kepahitan yang ia alami terus-menerus membuatnya mendedikasikan hidup untuk mengasuh, membantu, mendidik, dan berbagi dengan anak-anak berkebutuhan khusus dan para perempuan yang sedang berjual atau berjuang dalam berbagai macam isu.

Perjuangannya itu dibuktikan dengan bergabung dengan Kisah Inspirasi Mandiri (KIM) Foundation di Jalan Raya Tebongkang, Singakerta, Ubud, Gianyar. Bahkan ia menjadi Ketua Yayasan Sari Hati pada tahun 2003, sebuah yayasan untuk anak berkebutuhan khusus.

"Setelah beberapa bulan, saya bertemu dengan banyak perempuan yang mengalami berbagai permasalahan. Mulai dari perempuan janda, perempuan mandul, single mother tetapi tidak menikah, transgender, pengidap HIV, dan banyak sekali," ungkapnya.

Ajarkan Konsep 3 E
Bertemu para perempuan dengan berbagai latar belakang, membuatnya bangkit dan keluar dari kenyataan pahit yang kemudian membuatnya melakukan sesuatu yang lebih berguna untuk orang lain. Ia bahkan tergerak untuk mendirikan yayasan khusus perempuan yakni PKP Women's Centre pada tahun 2008.

"Ide untuk mempertemukan perempuan ini datang dibenak saya untuk memikirkan bagaimana cara perempuan-perempuan ini bisa bertemu dengan satu sama lain dan saling bercerita serta merasakan. Dengan begitu itu bisa menjadi natural healing," tambahnya.

Di dua yayasan miliknya, ia mengajarkan tentang konsep 3E yakni everbody is a teacher, every place is a school, dan every moment is a lesson.

"Sayangnya dan bagusnya itu kita bisa belajar dari orang-orang, tempat dan situasi yang paling tidak menyenangkan. Kita memberikan kesempatan kepada semua orang untuk 2B yakni Belajar dan Berbagi untuk mendapatkan 2P yakni Pengetahuan dan Penghasilan dan untuk mendapatkan 3K yakni Kesehatan, Kebahagiaan dan Kesejahteraan," pungkasnya.

Selain itu, Sari sering menjadi pembicara di acara-acara terkait perempuan di Bali. (*)

Berita Terkini