TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR- Kawasan kumuh di Kota Denpasar tahun 2019 ini seluas 82,6706 hektar.
Sebelumnya berdasarkan SK Walikota Denpasar tentang kawasan kumuh 2016 seluas 184,406 hektar dan awal tahun 2019 bisa tertangani dan tersisa seluas 57,467 hektar.
Akan tetapi berdasarkan SK terbaru tahun 2019 ada potensi penambahan akibat pembukaan ecopark di Suwung seluas 25 hektar lebih.
Sehingga kini totalnya menjadi 82,6706 hektar.
Hal tersebut dikatakan oleh Kabid Kawasan Permukiman dan Pertanahan Dinas Perkim Kota Denpasar, Dewa Gd Anom Putra Pradnyana saat diwawancarai ketika Lokakarya Program Kotaku, Selasa (17/9/2019).
Titik kumuh tersebut berada di 4 kecamatan yang meliputi 15 desa atau kelurahan.
"Wilayah kumuh yang paling luas itu ada di Denpasar Selatan," katanya.
Pada tahun 2019 ini pihaknya mengaku telah melakukan penataan di Peguyangan Denpasar Utara berupa pavinisasi dan drainase yang menelan total dana Rp 222.144.508, di Denpasar Timur dilakukan di Denpasar Timur juga melakukan pavinisasi dan drainase menelan dana Rp 341.544.000, tahun 2018 di Tegal Kerta dan Segina Utara serta Pemogan.
Rencananya dengan APBD perubahan tahun 2019 ini pihaknya akan melakukan penataan drainase di wilayah Bung Tomo.
Pradnyana menambahkan kawasan kumuh di Kota Denpasar kebanyakan merupakan lahan pribadi yang dipangaruhi oleh heterogenitas warga.
"Dalam penataan wilayah pribadi ini memang perklu regulasi, dan jelas perlu pendekatan bagaimana merubah mindset masyarakat melalui sosialisasi biar berkelanjutan," katanya.
Pihaknya juga melakukan pendekatan kepada pemilik lahan sewa melalui aparat di bawah seperti kepala lingkungan, perbekel dan camat.
Berdasarkan data, kawasan kumuh ini mengalami lonjakan yang cukup tajam dari tahun 2012 seluas 18,853 hektar menjadi 184,4059 hektar tahun 2016, dan tahun 2019 tersisa 82,6706 hektar.
Sementara itu, Kepala Balai Prasarana Permukiman Wilayah Bali, I Nyoman Sutresna mengatakan saat ini pihaknya mendapingi lima kabupaten kota yang ada di Bali dalam penanganan kawasan kumuh termasuk di Denpasar dengan program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) Provinsi Bali.
Sementara empat kabupaten lainnya yakni Buleleng, Gianyar, Badung, dan Klungkung.
Strategi pencapaian yakni dengan konsep 100 - 0 -100.
Strategi ini bermakna 100% terlayani air bersih, target 0% kumuh dan 100% sanitasi layak.
"Program Kotaku ini bagaimana kita memotivasi Pemkab, Pemkot, maupun Pemprov untuk men-zero-kan kumuh di Bali. Banyak tantangan rintangan memang, namun sudah ada instrumen kewenangan masing-masing pemerintah. Untuk wilayah kumuh yang luasnya di bawah 10 hektar merupakan kewenangan kabupaten kota, jika luasnya 10 - 15 hektar menjadi kewenangan provinsi dan di atas 15 hektar menjadi kewenangan pusat," katanya.
Dari lima kabupaten kota tersebut pihaknya akan melakukan penanganan pada 130 desa/kelurahan.
"Program Kota Tanpa Kumuh bermaksud untuk membangun sistem yang terpadu untuk penanganan kumuh, dimana pemerintah daerah memimpin dan berkolaborasi dengan para pemangku kepentingan dalam perencanaan maupun implementasinya, serta mengedepankan partisipasi masyarakat," imbuhnya.
Dalam hal ini tujuan program Kotaku selain meng-zero-kan kumuh melalui proses baseline 1000-100, juga mengajak masyarakat untuk menyusun perencanaan penataan lingkungan mereka melalui failitasi pendampingan dan konsultan Kotaku.
Disertai pula dengan advokasi pemberdayaan masyarakat dalam hal mengenali masalah kumuh dan mencari solusi pemecahannya.
"Saat ini sepanjang perjalanan program Kotaku telah terjadi kolaborasi nyata dalam hal pendanaan untuk penanganan masalah kumuh di desa/kelurahan melalui peremnaan dan penganggaran dari Dana Desa, Dana Kelurahan maupun dati APBD II," katanya.
Sejak 2016 hingga kini luas kawasan kumuh pada lima kabupaten kota dampingan Kotaku yang telah tertangani yakni seluas 198,679 Hektar dan yang belum tertangani seluas 67,177 hektar.
Menurutnya dari SK kabupaten kota tentang luas wilayah kumuh di Bali tahun 2016 mencapai 465.870 hektar.
Sementara wilayah yang tidak didampingi Kotaku di sesuaikan pada luas kawasan kumuh.
"Kalau itu kewenangan pemkab ya, biar tidak tumpang tindih. Kalau misalnya lebih dari 15 persen dan perlu didampingui siap kita dampingi," katanya.
Pihaknya mengatakan tak ada target riil penuntasannya melainkan berusaha melakukan sinergi dengan semua pihak termasuk masyarakat.
"Ya kalau targetkan terlalu mimpi, yang peting berusaha bersinergi dengan teman-teman Pemkab, Pemprov, Pusat dan masyarakat,' katanya.
Ia menambahkan dalam penuntasan kawasan kumuh di Bali menggunakan pendekatan local genius. (*)