Tips Aman Berolahraga Saat Puasa, Perhatikan Beberapa Hal Ini

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Foto ilustrasi wanita yang sedang berolahraga sambil membawa bola

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Ibadah puasa sudah dimulai sejak 23 April 2020 lalu.

Saat puasa tentu tubuh akan terasa lemas dari biasanya.

Hal tersebut terjadi karena kita harus menahan lapar maupun haus kurang lebih 12 jam lamanya.

Namun puasa bukan alasan bagi kita untuk berhenti berolahraga.

Kita tetap dianjurkan berolahraga, dengan memerhatikan beberapa hal.

Amerika Serikat Izikan Obat Remdesivir Untuk Pasien Virus Corona, Ini Keunggulan & Perbandingannya

Jahe Merah, Jambu Biji, hingga Minyak Kelapa Sedang Diuji Kemenristek sebagai Obat Covid-19,

Update Covid-19: Kasus Positif di Indonesia Mencapai 11.192 Orang, Pasien Sembuh di Bali 151 Orang

Ahli Ilmu Faal Olahraga Klinis Departemen Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Deta Tanuwidjaja memberikan penjelasan.

Menurut dia, ada tiga efek dari olahraga ketika berpuasa, yakni ancaman hipoglikemia, ancaman dehidrasi, dan ambang laktat yang mudah tercapai.

“Hipoglikemia adalah penurunan kadar gula darah dalam tubuh."

"Penurunan gula darah ini menyebabkan tubuh mudah lemas, gemetar, hingga berkeringat dingin,” ujar Deta dikutip dari laman Unpad, Sabtu (2/5/2020).

Sementara, ancaman dehidrasi merupakan kondisi tubuh yang mulai kekurangan cairan.

Kondisi dehidrasi, masih bisa ditoleransi asalkan dipertahankan di bawah kebutuhan hidrasi, yaitu di bawah tiga persen dari total cairan tubuh, serta mendekati waktu hidrasi.

Adapun ambang laktat merupakan kondisi peredaran darah mulai jenuh, sehingga otot tubuh akan menjadi lelah.

Pada saat puasa, ambang laktat akan lebih mudah tercapai.

Nah, untuk mengantisipasi tiga efek tersebut, ada sejumlah waktu yang disarankan untuk berolahraga saat berpuasa.

“Waktu ideal adalah dekat dengan waktu loading (waktu tubuh mendapat asupan karbohidrat) serta waktu hidrasi, antara lain setelah subuh, sebelum magrib, serta antara setelah shalat tarawih dan sebelum tidur,” tutur Deta.

Waktu subuh, menurut Deta, merupakan kondisi ketika tubuh sudah menerima asupan nutrisi dan hidrasi dari makan sahur.

Rasa haus yang timbul di waktu ini masih dapat dikompensasi oleh tubuh dengan adanya respons renin-angiotensin-aldosteron, yang mampu menahan air di dalam tubuh.

Sementara, waktu sebelum magrib merupakan kondisi ketika tubuh akan menerima asupan makanan dan hidrasi saat berbuka puasa.

“Namun berolahraga pada waktu ini memiliki risiko dehidrasi dan hipoglikemia apabila tidak terkontrol,” imbuhnya.

Lebih lanjut Deta menjelaskan, jenis olahraga kebugaran yang baik dilakukan di bulan puasa adalah jogging dan cardio calisthenic.

“Lakukan olahraga dengan intensitas ringan, yaitu minimal 20 menit per sesi. Namun, dilakukan dengan frekuensi rutin, yaitu antara 4 – 5 sesi per pekan,” ucap dia.

Meski demikian, olahraga yang dilakukan juga tetap harus menaati kebijakan pembatasan fisik dan sosial yang diterapkan pemerintah saat ini.

Jika lingkungan sekitar cenderung ramai, hindari berolahraga di luar rumah.

Deta mengatakan, kurangnya aktivitas olahraga selama Ramadhan ditambah adanya masa pandemi Covid-19, akan berisiko terkena infeksi sedang hingga tinggi.

Hal ini didasarkan pada hasil studi bahwa orang yang tidak berolahraga, risiko infeksinya sedang hingga tinggi.

Ketika seseorang berolahraga dengan intensitas ringan atau sedang, maka risiko infeksinya berkurang.

Tingkat imunitas tubuh pun akan meningkat.

“Itulah kenapa olahraga dibutuhkan. Olahraga mengintervensi berupa overload terhadap fisiologi tubuh manusia, sehingga terjadi peningkatan fungsi,” cetus dia.(*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Penting Dipahami, Tips Aman Berolahraga saat Puasa", https://lifestyle.kompas.com/read/2020/05/03/150345320/penting-dipahami-tips-aman-berolahraga-saat-puasa?page=all#page2.

Berita Terkini