Laporan Jurnalis Tribun Bali, I Wayan Sui Suadnyana
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Perusahaan kepariwisataan di Bali wajib melakukan tes cepat (rapid test) kepada karyawannya dengan biaya mandiri.
Kewajiban melakukan rapid test tersebut sebagai salah satu syarat bagi perusahaan pariwisata agar mendapatkan sertifikasi penerapan protokol kesehatan.
Apabila perusahaan pariwisata berhasil lolos sertifikasi maka akan diijinkan untuk beroperasi saat penerapan tatanan kehidupan era baru atau new normal.
Wakil Gubernur (Wagub) Bali, Tjok Oka Artha Ardana Sukawati, Senin (29/6/2020) mengatakan, sertifikasi dilakukan guna memastikan perusahaan yang bersangkutan siap menerapkan protokol kesehatan di tengah pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).
“Sertifikasi ini dilakukan dalam rangka penerapan Standard Operational Prosedure (SOP) protokol kesehatan yang telah dibuat oleh Pemerintah Provinsi,” kata Wagub Cok Ace saat ditemui usai rapat dengan para Dinas Pariwisata se-Bali dan pemangku kepentingan pariwisata lainnya di Kantor Gubernur Bali.
Sertifikasi ini dilakukan karena pihaknya melihat bahwa penerapan SOP protokol kesehatan sangat penting untuk dilaksanakan.
Selain itu, penerapan protokol kesehatan ini juga sebagai upaya pihaknya dalam menjaga kesehatan masyarakat di tengah tatanan kehidupan era baru.
“Bahkan karyawannya ada syarat-syarat yang dia harus penuhi, misalnya minimal dia harus rapid test,” kata Wagub Cok Ace yang juga sebagai Ketua Badan Pimpinan Daerah (BPD) Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali itu.
Menurutnya, rapid test terhadap karyawan pariwisata tersebut jelas harus dilakukan oleh perusahaannya sendiri.
Namun saat dirinya mengikuti webinar dengan pemerintah kabupaten/kota, Pemkab Badung akan menangani rapid test terhadap karyawan perusahaan yang ada di kabupaten tersebut.
“Tapi ini masih kita lihat, apakah seperti itu nanti, tapi yang jelas di pihak perusahaan sebagai salah satu syarat bahwa karyawannya itu sudah harus melakukan rapid test,” jelas Panglingsir Puri Ubud itu.
Ditolak Asosiasi
Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Perhimpunan Usaha Taman Rekreasi Indonesia (PUTRI) Bali, I Gusti Ayu Agung Inda Trimafo Yudha (Gung Inda) menilai, pelaksanaan rapid test kepada pekerja pariwisata bisa saja dilakukan, asal biayanya ditanggung oleh pihak pemerintah.
Terlebih masa berlaku rapid test cukup singkat dan harus diperbaharui dua minggu sekali.
“Kami kan sudah empat bulan tidak diizinkan beroperasi, kami beroperasi kali ini pun sebenarnya dengan amat susah, apalagi kalau dibebankan dengan pembiayaan rapid test yang tidak kecil,” jelasnya.
Gung Inda menuturkan, perusahaan taman rekreasi yang tergabung di asosisasinya mempunyai karyawan antara ratusan hingga ribuan.
“Bayangkan kalau itu harus diwajibkan rapid test Jadi kalau rapid test ini diharuskan (biaya mandiri), terus terang pengusaha hampir tidak mungkin bisa menjalankan karena itu terbentur biaya,” jelas Gung Inda.
Bagi Gung Inda, penerapan protokol kesehatan bagi karyawan sudah cukup dilaksanakan dengan pengecekan suhu tubuh.
Selain itu, pengusaha juga bakal terus memantau karyawannya yang bekerja harus selalu dalam keadaan sehat.
Apabila ada karyawan yang sudah tidak fit, maka pengusaha harus menyadarkan agar karyawan tersebut tidak bekerja untuk sementara.
“Ya lebih baik seperti itu, karena kalau rapid test kita sehat-sehat pun terus di-rapid test kan pas lagi enggak enak badan padahal dia tidak sakit, bayangkan biayanya dan itu membuat kita tidak mungkin untuk menjalankan operational. Yang kita butuhkan sekarang adalah justru keringanan, bantuan baik itu stimulus, bukan pemberatan,” imbuhnya.
Meski menolak untuk melakukan rapid test secara mandiri, Gung Inda mengapresiasi Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali yang memutuskan membuka Pulau Dewata untuk lokal pada 9 Juli mendatang.
Menurutnya, pekerja dan seluruh komponen kepariwisataan sangat merasakan dampak dari ditutupnya pariwisata Bali selama empat bulan terakhir.
Dalam menyambut dibukanya lokal Bali, pihaknya di DPD PUTRI Bali mengaku sudah menyiapkan protokol kesehatan.
Hanya saja protokol tersebut masih membutuhkan legitimasi dari pihak yang berwenang, baik dari Pemprov Bali atau kabupaten/kota.
Dirinya berkeyakinan bahwa seluruh komponen yang bergerak di bidang kepariwisataan sudah tahu apa yang harus diterapkan dalam menyambut tatanan kehidupan era baru.
Hanya saja protokol kesehatan yang sudah disiapkan tersebut harus mendapatkan legitimasi dari pihak yang berwenang.
“Bahwa memang inilah yang kita terapkan di Provinsi Bali. Karena apa, untuk kepentingan kita sendiri, pengamanan kita sendiri. Yang kedua untuk secara market di luar negeri, nasional, lokal bahwa denghan stempel itu dia merasa berwisata itu aman,” tegasnya.
Masih Dikomunikasikan
Menanggapi keluhan asosiasi kepariwisataan terkait rapid test tersebut, Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali, Putu Astawa mengaku bakal melakukan komunikasi dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi Bali.
“Nanti tyang komunikasikan sareng tim Gugus Tugas nanti,” kata Astawa saat dihubungi Tribun Bali melalui sambungan telepon, Selasa (30/6/2020).
Astawa menuturkan, diambilnya kebijakan rapid test bagi karyawan perusahaan pariwisata karena tidak ingin ada terjadi penularan Covid-19.
“Artinya maknanya kan ingin menyelamatkan semua nika, sehingga kalau memang dirasa memberatkan tityang komunikasikan dengan Gugus Tugas,” jelas mantan Kepala Dinas Peridustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Bali itu.
Saat ditanya apakah memungkinkan biaya rapid test ditanggung oleh Pemprov Bali, Astawa mengaku masih belum bisa menjawab.
Sebab kondisi anggaran Pemprov Bali lebih banyak diketahui oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda).
“Tyang enggak tahu masalah keuangan nika, nanti tyang cobak komunikasikan nggih,” pungkas Astawa. (*).