TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Seperti yang diperkirakan semula, ekonomi Bali pada triwulan II-2020 kembali mengalami kontraksi yang lebih dalam dibanding triwulan sebelumnya.
Menurut perhitungan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali, dampak Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) terhadap perekonomian Bali pada triwulan II-2020 sangat besar, yaitu minus 10,98 persen (yoy).
Jauh lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh minus 1,14 persen (yoy).
Sedangkan ekonomi nasional pada triwulan II 2020 mengalami kontraksi negatif 5,32 persen (yoy).
Menurut data BPS, terendah sejak 1999 yang mengalami kontraksi minus 6,13 persen.
"Kontraksi ekonomi di Bali ini paling dalam, jika dibandingkan dengan seluruh provinsi di Indonesia dan jauh lebih rendah dibandingkan pertumbuhan nasional, yaitu minus 5,32 persen (yoy)," sebut Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Trisno Nugroho, Kamis (6/8).
Dari sisi lapangan usaha, sebagian besar lapangan usaha utama tumbuh negatif, hanya 3 lapangan usaha yang tumbuh positif, yaitu informasi/komunikasi, jasa kesehatan, dan real estate.
Sektor transportasi dan penyediaan akomodasi makan dan minum mengalami kontraksi sebesar minus 39,48 persen dan minus 33,10 persen.
Kedua sektor ini sangat erat hubungannya dengan pariwisata, yang menjadi tulang punggung perekonomian Bali.
"Sebab sekitar 58 persen ekonomi Bali tergantung pada pariwisata," tegasnya.
Kebutuhan listrik, terutama di hotel-hotel, di masa pandemi ini juga menurun yang menyebabkan sektor listrik, gas, dan air tumbuh minus 21,04 persen.
Hal ini disebabkan oleh kunjungan wisatawan mancanegara yang tumbuh negatif (minus 99,97 persen) yoy, pada triwulan laporan.
Hal ini sejalan dengan penutupan penerbangan internasional dari dan ke Bali dalam antisipasi penyebaran Covid-19.
"Kinerja lapangan usaha tersebut juga dipengaruhi kebijakan antisipasi dan protokol kesehatan pencegahan penyebaran Covid-19," imbuhnya.
Dari sisi permintaan, semua komponen pengeluaran tumbuh negatif dengan kontraksi terdalam pada komponen ekspor luar negeri (minus 93,02 persen) yoy.
"Kinerja ekspor luar negeri yang kontraksi, disebabkan penurunan kunjungan wisatawan mancanegara. Selain itu, kinerja konsumsi rumah tangga dan investasi juga tercatat kontraksi. Masing-masing minus 3,57 persen dan minus 15,48 persen,” katanya.
Kinerja impor juga terkontraksi sebesar minus 89,68 persen, seiring tertahannya kinerja pariwisata sehingga menurunkan permintaan bahan makanan impor serta adanya tekanan pelemahan nilai tukar rupiah.
Strategi Pemulihan
KPwBI Provinsi Bali, kata dia, memperkirakan kondisi ekonomi pada triwulan III-2020 akan membaik seiring strategi pemulihan tatanan ekonomi Bali melalui penerapan tatanan kehidupan baru pada sektor pariwisata (program Clean Healthy Safety and Environment Sustainability).
Pemulihan wisatawan domestik diperkirakan akan berjalan lebih awal, dibandingkan pemulihan wisatawan mancanegara.
Hal ini terkonfirmasi dari leading indicator jumlah kedatangan penumpang domestik di bandara internasional I Gusti Ngurah Rai, yang tercatat sebesar 35.934 orang pada Juli 2020, atau tumbuh 468,94 persen (mtm).
Optimisme pemulihan ini juga terkonfirmasi dari pengolahan big data google trends, yang mencerminkan bahwa minat wisdom dan wisman ke Bali sangat besar, dimana pencarian travel di Bali tercatat lebih tinggi dibandingkan provinsi lainnya di Indonesia maupun destinasi wisata lainnya di kawasan Asia.
"Peluang ini harus dioptimalkan, dengan tetap menjalankan protokol kesehatan yang ketat, sehingga pemulihan aspek ekonomi dan kesehatan dapat berjalan secara pararel," tegasnya.
VP of Market Management Accomodation Indonesia Traveloka, John Safenson, mengatakan memang terjadi penurunan akibat banyak yang tidak bisa bepergian. Tingkat cancel pun mengalami peningkatan.
Namun pada April dan Mei, terutama Mei transaksi sudah mulai naik. "Harapan kami di Agustus ke depan, akan ada peningkatan dengan dibukanya lokal dan domestik market akhir Juli kemarin," jelasnya.
Sektor Pariwisata
Kegiatan pariwisata dan ekonomi kreatif dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat di berbagai daerah di tanah air diharapkan dapat mendorong kembali geliat ekonomi nasional yang terdampak besar akibat pandemi Covid-19.
Hal itu disampaikan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama Kusubandio dalam keterangannya, Kamis (6/8).
Ia mengatakan, sejak kebijakan pelonggaran PSBB diberlakukan oleh beberapa pemerintah daerah, perlahan geliat ekonomi nasional mulai bergerak.
Terakhir, Pemerintah Provinsi Bali yang membuka kembali sektor pariwisata untuk wisatawan nusantara.
Untuk itu Wishnutama berharap kegiatan pariwisata dapat kembali mendorong perekonomian nasional.
Namun ia mengingatkan penerapan protokol kesehatan menjadi syarat mutlak yang harus diperhatikan dalam hal tersebut.
Tidak hanya bagi masyarakat, tapi juga para pelaku usaha di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.
"Kami telah menginisiasi kampanye InDOnesia CARE, yaitu strategi komunikasi untuk membangun kepercayaan publik dan membuktikan bahwa semua tempat usaha sektor parekraf telah mengutamakan prinsip-prinsip kebersihan, kesehatan, keselamatan, dan lingkungan lestari bagi konsumennya," imbuh Menparekraf.
Sementara bagi sektor industri, pemerintah menggulirkan berbagai kebijakan dan fasilitasi stimulus fiskal dan nonfiskal pelaku usaha parekraf dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Di antaranya mendorong pelaku parekraf untuk memanfaatkan dana talangan yang disalurkan melalui Himpunan Bank-bank Milik Negara (Himbara).
Serta yang terbaru penjaminan Pemerintah kepada Korporasi Padat Karya yang dilakukan melalui penyediaan fasilitas penjaminan sehingga perbankan dapat menambah exposure kredit modal kerja kepada pelaku usaha di sektor prioritas.
Salah satunya adalah pariwisata yakni hotel dan restoran.
"Kemenparekraf tidak bisa bekerja sendirian menghadapi segala dampak yang timbul dari pandemi Covid-19. Perlu ada usaha bersama dengan kolaborasi baik antara pemerintah, industri, serta masyarakat," kata dia. (ask/zae)